-->

Mode PEMBELAJARAN UNTUK PAUD

MODE PEMBELAJARAN UNTUK PAUD

1.   Pengertian Anak Usia Dini

Anak usia dini menurut Nasional Assosiation in Education for Young Children (NAEYC) adalah anak yang berada pada rentang usia lahir sampai usia 8 tahun (Wikipedia, 2007). Anak usia  dini  memiliki potensi genetik  dan siap  untuk  dikembangkan  melalui pemberian  berbagai rangsangan.   Sehingga   pembentukan   perkembangan   selanjutnya   dari   seorang   anak   sangat ditentukan pada masa-masa awal perkembangan anak.
Sujiono   (Dewi  dan  Eveline,   2004:   351)   menjelaskan   bahwa   anak   usia   dini   adalah sekelompok anak yang berusia 0-8 tahun yang memiliki berbagai potensi genetik dan siap untuk ditumbuh kembangkan  melalui pemberian berbagai rangsangan.  Gibran (Suharsono,  2004:  39) melukiskan  istilah  bagi  anak  dengan  kalimat,  “anakmu  bukanlah  anakmu,  melainkan  anak zamannya”.    Banyak  aspek-aspek  perkembangan  Anak  Usia  Dini  AUD.  Secara  internasional sebenarnya aspek-aspek perkembangan AUD adalah:
a.   Perkembangan Fisik, baik motorik halus maupun motorik kasar.

Yang termasuk motorik halus dalam hal ini adalah gerakan tangan dan yang termasuk da lam motorik kasar adalah gerakan si anak saat naik-turun tangga ataupun memanjat.
b.   Perkembangan emosional dan sosial.

Emosional dalam hal ini menyangkut  segala  sesuatu yang  berhubungan dengan perasaan si anak, baik itu perasaan, sedih, senang, kesal, gembira, dll. Sedangkan perkembangan sosial dalam hal ini adalah interaksi si anak dengan lingkungan, terutama orang-orang yang ada di sekitar si anak.

c.   Perkembangan kognitif/intelektual.

Perkembangan kognitif disini contohnya adalah perkembangan kemampuan si anak untuk menggunakan bahasa.
Aspek-aspek perkembangan anak  ini tidak  mutlak digunakan oleh seluruh negara, namun ketiga  aspek  ini  merupakan  acuan  yang  digunakan  dalam  menentukan  aspek  perkembangan anak. Misalnya ada checklist di Australia yang memisahkan antara perkembangan bahasa dengan perkembangan kognitif intelektual.
Di Indonesia sendiri, Direktorat TK & SD DEPDIKNAS tidak menyebutkan aspek perkembangan, namun ada aspek-aspek perkembangan yang masuk dalam kurikulum TK. Aspek-aspek perkembangan tersebut adalah:
a.   Perkembangan fisik.

Dalam kurikulum TK tidak disebutkan masalah motorik halus dan motorik kasar, namun yang disebutkan adalah keterampilan dan fisik. Sebenarnya keterampilan adalah motorik halus dan fisik adalah motorik kasar.
b.   Perkembangan Emosional dan sosial.

Perkembangan emosional dan sosial dalam kurikulum TK disebut sebagai perkembangan moral dan perilaku.
c.   Perkembangan kognitif/intelektual.

Dalam kurikulum TK perkembangan kognitif/intelektual ini disebut dengan daya pikir.

d.   Kreativitas yang tumbuh dari perkembangan yang sehat dari semua aspek disebut daya cipta.

Pada penelitian ini, anak usia dini yang menjadi sasaran adalah anak usia dini yang dalam tahapan Piaget berada pada tahap pra-operasional yaitu dengan rentang usia 3-5 tahun.




2.   Perkembangan pada Anak Usia Dini

Perkembangan  merupakan  perubahan  yang  progresif  dan  kontinyu  berkesinambungan dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati.  Syamsu (2006: 17)  memberikan definisi lain dari perkembangan yaitu:
Perubahan-perubahan  yang  dialami  oleh  individu  atau  organisme  menuju  tingkat kedewasaannya    atau    kematangannya    (maturation)    yang    berlangsung    secara sistematis,  progresif,  dan  berkesinambungan,  baik  menyangkut  fisik  (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).

Syamsu  (2003:  17-20)  mengungkapkan  ada  beberapa  prinsip-prinsip  dalam  perkembangan, yaitu:
a.   Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti (never ending process).

b.   Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi.

c.   Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu.

d.   Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan.

e.   Setiap fase perkembangan memiliki ciri khas.

f.    Setiap individu yang normal akan mengalami fase perkembangan.

Perkembangan sebagai suatu proses yang  selalu  berkesinambungan menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan proses pertumbuhan, kemasakan dan  belajar.  Jadi  sesungguhnya  perkembangan  merupakan  proses  dalam  pertumbuhan  yang terjadi secara berkesinambungan dan menunjukkan adanya pengaruh dalam  yang menyebabkan bertambahnya tempo, kualitas dalam pertumbuhan itu sendiri.
Hurlock  (Sri  Rumini.  dkk,  1993:  23)  menjelaskan  bahwa  dalam  perkembangan  ada  dua proses yang  bertentangan yang terjadi secara  bersamaan selama kehidupan,  yaitu pertumbuhan atau  evolusi dan kemunduran atau  involusi.  Namun apapun pengertian tentang  perkembangan,

pada hakikatnya memiliki kesamaan di mana perkembangan lebih menunjuk kepada perubahan psikis, yang jelas.
Berdasarkan  pengertian  perkembangan,  banyak  pemikiran  yang  timbul  dari  para  tokoh psikologi  tentang  perkembangan  pada  anak  usia  dini.  Namun  ada  dua  pemikir  besar  yang mempengaruhi pemikiran mengenai perkembangan pada anak usia dini dalam penelitian ini. Dua tokoh psikologi tersebut adalah Peaget dengan psikologi kognitifnya dan Lev Vygotsky dengan Psikologi konstruksi sosialnya.
a.   Piaget

Piaget (Syamsu, 2006: 4-6) berpandangan bahwa konsep dasar perkembangan manusia dapat digambarkan dalam konsep fungsi dan struktur. Fungsi merupakan sebuah mekanisme biologis yang sama bagi setiap orang. Tujuan dari fungsi-fungsi ini adalah untuk menyusun struktur  kognitif  internal.  Piaget  mengungkapkan  bagaimana  dia  mengelompokkan  fungsi- fungsi dari individu, yaitu:
1)   Organisasi, yang merujuk pada fakta bahwa semua struktur kognitif berinteraksi dalam berbagai pengalaman baru harus diselaraskan kedalam sistem yang ada.
2)   Adaptasi,  yang  merujuk kepada kecenderungan organisme untuk  menyelaraskan dengan  lingkungan.  Adaptasi ini terdiri dari dua  sub proses,  yaitu asimilasi dan akomodasi.

Peaget  berpendapat  bahwa  Perkembangan  kognitif  (intelegensia)  meliputi  empat  tahap, yaitu:
1)   Tahap sensorimotor (0-2 tahun), pada tahap ini pengetahuan diperoleh melalui interaksi fisik baik dengan orang tua maupun benda. Skema-skema baru berbentuk refleks-refleks sederhana, seperti menggenggam atau menghisap.
2)   Tahap  praoperasional  (3-6  tahun),  pada  tahap  ini  anak  mulai  menggunakan  simbol- simbol untuk merepresentasi dunia (lingkungan) secara kognitif. Simbol-simbol tersebut

seperti kata-kata  dan  bilangan  yang  dapat  menggantikan  objek,  peristiwa  dan  kegiatan (tingkah  laku  yang  tampak).    Menurut  Asri  Budiningsih  (2003:  37)  Anak  pada  tahap praoperasional    memiliki  karakter:  (1)  self  counter-nya  sangat  menonjol,  (2)  dapat mengklasifikasikan objek  pada  tingkat  dasar  secara  tunggal dan  mencolok,  (3)  mampu mengungpulkan  barang-barang  menurut  kriteria,  (4)  memahami  bahwa  jumlah  objek adalah  tetap  sama  meskipun  objek  itu  dikelompokkan  dengan  cara  yang  berbeda,  (5) anak mulai memahami sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokkannya.
3)   Tahap  operasi  kongkret  (7-11  tahun),  Anak  mulai  dapat  membentuk  operasi-operasi mental atas pengetahuan yang mereka miliki. Mereka dapat menambah, mengurangi dan mengubah. Operasi ini memungkinkan untuk memecahkan masalah secara logis.
4)   Tahap  operasi  formal  (12  tahun  sampai  dewasa),  tahap  ini  merupakan  operasi  mental tingkat  tinggi.  Anak  sudah  dapat  berhubungan  dengan  peristiwa-peristiwa  hipotesis abstrak, tidak  hanya dengan objek-objek kongkrit. Remaja sudah dapat  berfikir  abstrak dan memecahkan masalah melalui pengujian semua alternative yang ada.
Piaget  (Gopnik.  dkk,  2006:  44)  menyimpulkan  bahwa  anak-anak  tidak  begitu  saja mendapatkan  pengetahuan  dari  orang  dewasa,  entah  dari  kehidupan  masa  silam  maupun DNA.  Piaget  beranggapan  bahwa  anak  memiliki  mekanisme  belajar  yang  luar  biasa  yang memungkinkan  mereka  mengkonstruksi  gambar-gambar  baru  dunia,  gambar-gambar  yang mungkin sangat berbeda dengan gambar yang didapat oleh orang dewasa.
b.   Lev Vygotsky

Lev  Vygotsky  (Asri  Budiningsih,  2003:  102)  seorang  ilmuan  asal  Rusia  ini  terkenal dengan teori sosiokulturnya, mengungkapkan bahwa konsep penting tentang perkembangan kognitif adalah hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development), Zona of

Proximal  Development  (ZPD)  atau  Zona  Perkembangan  Proksimal  dan  mediasi.  Di  mana anak  dalam  perkembangannya  membutuhkan  orang  lain  untuk  memahami  sesuatu  dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
Teori   yang   juga   disebut   sebagai   teori   konstruksi   sosial   ini   menekankan   bahwa intelegensi  manusia  berasal  dari  masyarakat,  lingkungan  dan  budayanya.  Teori  ini  juga menegaskan  bahwa  perolehan  kognitif  individu  terjadi  pertama  kali  melalui  interpersonal (interaksi  dengan  lingkungan  sosial)  intrapersonal  (internalisasi  yang  terjadi  dalam  diri sendiri).
Pandangan  teori  sosiokultur  mengungkapkan  bahwa  menggunakan  alat  berfikir  akan menyebabkan  terjadinya   perkembangan  kognitif   dalam  diri  seseorang.   Kegunaan  alat berfikir  adalah  untuk  membantu  memecahkan  masalah,  memudahkan  dalam  melakukan tindakan, memperluas kemampuan, melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitas alaminya.
Teori  sosiokultur  ini  terkenal  dengan  ZPD  (Zona  Proksimal  Development),  Vygotsky mendefinisikan  Zona  Perkembangan  Proksimal  sebagai  jarak  antara  level  perkembangan aktual  seperti  yang  ditentukan  untuk   memecahkan  masalah  secara   individu  dan  level perkembangan   potensial   seperti  yang   ditentukan   lewat   pemecahan   masalah   di   bawah bimbingan  orang  dewasa  atau  dalam  kolaborasi  dengan  teman  sebaya  yang  lebih  mampu. Secara jelas Vygotsky memberikan pandangan yang matang tentang konsep tersebut  seperti yang dikutip oleh Luis C. Moll (1993: 157):
The zone of proximal development defines those functions that have not yet matured but  are  in  the  process  of  maturation,  functions  that  will  mature  tomorrow but  are currently  in  an  embryonic  state.  These  functions  could  be  termed  the  “buds”  or “flowers” of development rather than the “fruits” of development.

Orang  dewasa  memainkan  peran  krusial  terhadap  apa  yang  diketahui  anak-anak. Kehadiran  orang  tua  terbukti  dengan  sendirinya  sebagai  faktor  yang  paling  menentukan dalam kehidupan anak-anak, entah itu berakibat baik maupun berakibat buruk. Gopnik, dkk (2006: 47) menjelaskan pandangan Vygotsky terhadap orang dewasa, dan khususnya orang tua,  merupakan  sejenis  alat  yang  digunakan  oleh  anak-anak  untuk  memecahkan  persoalan ilmu   pengetahuan.   Vygotsky  memperhatikan   bagaimana   orang   tua   secara   tidak   sadar menyesuaikan  perilakunya  supaya  dapat  memberikan  informasi  kepada  anak-anak  untuk memecahkan   persoalan-persoalan   yang   penting   dalam   kehidupan   mereka.   Anak-anak menggunakan  orang  dewasa  untuk  menemukan kekhasan-kekhasan dalam kebudayaan dan masyarakat mereka.
Vygotsky  (Gopnik,  dkk,  2006:  47)  berfikir  bahwa  pengaruh  orang  dewasa  terhadap pikiran anak-anak  secara  fundamental bersifat  biologis,  bagian dari sifat  dasar kita  sebagai manusia.  Dengan  bantuan orang  tua  anak-anak  menemukan peran  bahasa  yang  merupakan ciri  khas  alamiah,  biologis  dan  juga  unik  dalam  kehidupan  manusia.  Bahasa  tidak  dapat dilepaskan dari kehidupan  manusia,  karena  bahasa dapat  digunakan sebagai medium untuk melanjutkan  penemuan-penemuan  kultural  kita.  Vygotsky  melihat  bahwa  kebudayaan  itu alamiah.
Anak usia dini yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah anak usia dini yang berada dalam tahap  praoperasional dengan rentang  usia  3-5  tahun.  Pada  perkembangannya,  anak  usia dini  membutuhkan  pendampingan  dari  orang  tua  untuk  dapat  membantu  menyelesaikan  tugas perkembangannya dengan baik.

Pembelajaran Bagi Anak Usia Dini

1.   Belajar dan Pembelajaran

Belajar  dan  pembelajaran  seringkali  menimbulkan  kebingungan  dalam  pembedaan  kedua istilah  tersebut.  Banyak  tokoh  yang  memberikan  definisi  tentang  belajar  dan  pembelajaran. Azhar  Arsyad  (2006:  1)  memberikan  pengertian  belajar  sebagai  sesuatu  yang  kompleks  yang terjadi  pada  diri  setiap  orang  sepanjang  hidupnya.  Belajar  menurut  pandangan  teori  kognitif sebagai perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Belajar dalam pandangan teori pemrosesan informasi dianggap sebagai pengolahan informasi, teori ini berpendapat bahwa belajar sangat ditentukan oleh informasi yang dipelajari, semakin  banyak  informasi  yang  diterima  seseorang,  maka  akan  semakin  banyak  pula  orang tersebut belajar. Belajar sebenarnya adalah suatu proses di mana suatu organisasi akan berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman, pengalaman membuat seseorang dapat  mengkonstruksi pemikirannya dengan lebih kongkrit.
Untuk  memperjelas  definisi-definisi  belajar  tersebut,  maka  harus  dipahami  bahwa  ada beberapa   komponen  dalam  belajar.   Komponen-komponen  yang   terdapat   di  dalam  belajar tersebut:
1.   Perubahan Perilaku

Belajar  yang  disimpulkan,  terjadi apabila  perilaku  suatu  organisma  termasuk  manusia, mengalami perubahan. Dalam  hal ini  yang  menjadi perhatian utama  adalah perilaku  verbal dari manusia.
2.   Belajar dan pengalaman

Komponen  yang  kedua  ini  diungkapkan  “sebagai  suatu  hasil  pengalaman“.  Belajar dengan  istilah  ini  menekankan  pada  pengalaman,  dimana  pengalaman  menjadi  komponen utama dari belajar.


Seseorang  dianggap  telah  memiliki  kemampuan  dalam  belajar  apabila  dia  telah  memiliki aspek:
1.   Penguasaan materi.

2.   Kemahiran mendengar, berpartisipasi dan mengambil kesimpulan.

3.   Kemahiran membaca.

Pembelajaran adalah pengembangan pengetahuan,  keterampilan,  atau  sikap  baru  ada  saat seseorang   individu   berinteraksi   dengan   informasi   dan   lingkungan   Pembelajaran   memiliki berbagai  macam  metode  penyampaian  pada  siswa.  Namun  menurut  Paul Suparno,  dkk  (2002:
47)  tidak  ada  satupun  metode  pembelajaran  yang  paling  baik  bila  dibandingkan  dengan  yang lainnya.   Masing-masing   memiliki  kelemahan  dan  keunggulan.   Metode  pembelajaran  yang membantu   siswa   untuk   melakukan   kegiatan,   pada   akhirnya   akan   dapat   mengkontruksi pengetahuan yang mereka pelajari dengan baik. Ada beberapa metode yang cukup efektif yang dapat  mengaktifkan siswa,  yaitu  metode  penemuan   dengan penekanan pada  kerangka  berfikir metode  ilmiah.  Mukminan  (2004:  13)  mengartikan   pembelajaran  sebagai  proses  pengelolaan lingkungan  seseorang   yang  dengan  sengaja  dilakukan  sehingga   memungkinkan  dia  untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu, sebagai respons terhadap sesuatu pula.
Jadi  proses  pembelajaran  mencakup  pemilihan,  penyusunan,  dan  penyampaian  informasi dalam  suatu  lingkungan  yang  sesuai  serta  cara  siswa  berinteraksi  dengan  informasi  itu.  Oleh karena itu pembelajaran di abad ke XXI harus dijauhkan dari cita-cita pendidikan abad ke XXI, yaitu   pendidikan   hanya   digunakan   untuk   melatih   orang   dalam   perilaku   lahiriah   yang

didefinisikan  secara  sempit,  agar  dapat  memperoleh  hasil  standar  yang  dapat  diramalkan. Pembelajaran pada masa lalu, yang dicari adalah membuat perilaku sejalan dengan produksi dan pemikiran rutin.
Peserta belajar akan menyenangi belajar bila belajar itu dia dapatkan sendiri. Belajar dari hasil mencari akan memberikan pengalaman langsung pada peserta belajar, dan peserta belajar akan menjadi lebih tertarik serta lebih mudah mengingat apa yang diberikan.
Berbicara masalah pembelajaran tidak dapat dilepaskan dari unsur efektifitas pembelajaran. Pembelajaran yang baik adalah jika proses dalam pembelajaran itu efektif. Degeng (1989: 165-
180)  mengungkapkan  bahwa  keefektifan  pembelajaran  dapat  dilihat  dari  indikator-indikator berikut:
(1) Kecermatan penguasaan perilaku
(2) Kecepatan untuk kerja
(3) Kesesuaian dengan prosedur
(4) Kuantitas unjuk kerja
(5) Kualitas hasil akhir (6) Tingkat alih belajar (7) Tingkat retensi

Dalam  penelitian  ini  keefektifan  yang  diukur  adalah  keefektifan  penggunaan  multimedia yang dikembangkan, keefektifan diukur melalui pengamatan terhadap komponen materi.
2.   Pentingnya Pembelajaran bagi Anak Usia Dini

Pendidikan  anak  usia  dini  (Early  Childhood  Education)  merupakan  bidang  ilmu  yang relatif baru. Bila sebelumnya anak didik berdasarkan pemahaman orang dewasa saja bagaimana cara  memperlakukan  anak  dan  apa   yang  terbaik  bagi  anak,  saat   ini  setelah  berkembang Pendidikan  Anak  Usia  Dini  (PAUD),  diharapkan  anak  dapat  diperlakukan  sesuai  dengan kebutuhan perkembangannya sehingga anak tumbuh sehat  jasmani dan rohani. Anak pun dapat diperhatikan secara lebih komprehensif.

Pembelajaran anak usia dini merupakan proses interaksi antara anak, orang tua, atau orang dewasa  lainnya  dalam  suatu  lingkungan  untuk  mencapai  tugas  perkembangan.  Interaksi  yang dibangun tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal ini disebabkan interaksi tersebut mencerminkan suatu hubungan di antara anak akan  memperoleh  pengalaman  yang  bermakna,  sehingga  proses  belajar  dapat  berlangsung dengan  lancar.  Vygotsky  berpendapat  bahan  pengalaman  interaksi  sosial  merupakan  hal  yang penting bagi perkembangan proses berpikir anak. Aktivitas mental yang tingg i pada anak dapat terbentuk  melalui  interaksi  dengan  orang  lain.  Greeberg  (Isjoni,  2006)  melukiskan  bahwa pembelajaran dapat efektif jika anak dapat belajar  melalui bekerja, bermain dan hidup bersama dengan lingkungannya.
Pembelajaran untuk anak usia dini bukan berarti anak harus disekolahkan pada umur yang belum  seharusnya,  dipaksa  untuk  mengikuti  pelajaran  yang  akhirnya  justru  membuat  anak menjadi terbebani dalam mencapai tugas perkembangannya. Pembelajaran untuk anak usia dini pada  dasarnya  adalah pembelajaran  yang  kita  berikan pada  anak  agar  anak  dapat  berkembang secara wajar.
Pada hakikatnya anak belajar sambil bermain, oleh karena itu pembelajaran pada pada anak usia dini pada dasarnya adalah bermain. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif  dalam  melakukan  berbagai  ekplorasi  terhadap  lingkungannya,  maka  aktivitas  bermain merupakan  bagian  dari  proses  pembelajaran.  Untuk  itu  pembelajaran  pada  usia  dini  harus dirancang  agar  anak  merasa  tidak  terbebani  dalam  mencapai  tugas  perkembang nya.  Proses pembelajaran  yang  dilakukan  harus  berangkat  dari  yang  dimiliki  anak.  Setiap  anak  membawa seluruh pengetahuan yang dimilikinya terhadap pengalaman-pengalaman baru.

Banyak  aspek-aspek  perkembangan  Anak  Usia  Dini  AUD.  Secara  Internasional  Nasional Assosiation  in  Education  for  Young  Children  (NAEYC)  (Dewi  dan  Eveline,  2004:  351-356) mengungkapkan sebenarnya aspek-aspek perkembangan AUD adalah:

a)   Perkembangan fisik, baik motorik halus maupun motorik kasar.


Yang  termasuk  motorik  halus dalam  hal  ini  adalah  gerakan tangan dan  yang  termasuk dalam motorik kasar adalah gerakan si anak saat naik-turun tangga ataupun memanjat.
b)   Perkembangan emosional dan sosial.

Emosional dalam hal ini menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan perasaan

si anak, baik  itu perasaan, sedih, senang, kesal, gembira, dll.  Sedangkan perkembangan sosial  dalam  hal  ini  adalah  interaksi  si  anak  dengan  lingkungan,  terutama  orang-orang yang ada di sekitar si anak.
c)   Perkembangan kognitif/intelektual.

Perkembangan  kognitif  di  sini  contohnya  adalah  perkembangan  kemampuan  si  anak untuk menggunakan bahasa.
Anak  usia  dini  belajar  dengan  caranya  sendiri,  namun  sering  kali  guru  dan  orang  tua mengajarkan anak sesuai dengan pemikiran orang dewasa. Akibatnya, apa yang diajarkan kepada anak  sulit  untuk  diterima.  Gejala  ini dapat  dilihat  dari banyaknya  hal  yang  disukai oleh  anak, namun  menjadi  larangan  oleh  orang  tua,  sebaliknya  hal  yang  disukai  orang  tua  banyak  yang tidak  disukai  anak.  Oleh  sebab  itu,  orang  tua  sangat  perlu  untuk  memahami  hakikat  dari perkembangan anak.
Berdasarkan  beberapa  pendapat  di atas,  maka  pembelajaran  yang  paling  tepat  bagi  anak usia  dini  adalah  pembelajaran  yang  menggunakan  prinsip  belajar,  bermain,  dan  bernyanyi. Pembelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga anak merasa pembelajaran tersebut

menyenangkan, gembira dan demokratis, sehingga menarik perhatian anak untuk terlibat dalam pembelajaran.
3.   Melatih Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini dalam Pembelajaran

Anak  perlu  dilatih  kecerdasan  majemuk  yang  di  miliki,  agar  anak  dapat  belajar  dengan efektif  dan  mampu  menghargai  dirinya  sendiri.  Amstrong  (2003:  243-249)  mengungkapkan bahwa untuk melatih kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh anak, maka perlu memperhatikan beberapa  petunjuk  berikut:  gunakan  bahasa  yang  sederhana,  hubungkan  semua  kecerdasan dengan dunia anak, tekankan bahwa anak mempunyai semua jenis kecerdasan, tunjukkan tokoh panutan  dalam  hidup  anak,  kunjungi  tempat-tempat  di  mana  berbagai  kecerdasan  dihargai, gunakan cara-cara kreatif.
Pembelajaran bagi anak usia dini adalah dengan bermain, maka untuk melatih kecerdasan majemuk  pada  anak  usia  dini kita  harus  kreatif  dalam  membuat  permainan  yang  mengandung nilai  pendidikan.  Namun  sayangnya,  saat  ini  kegiatan  bermain  kurang  mendapatkan  perhatian para pendidik  anak usia dini.  Anak usia dini sudah banyak  mendapatkan tugas-tugas dari para guru  mereka di sekolah, sehingga  bentuk pembelajaran anak usia dini banyak  yang terstruktur dan  formal,  sehingga  kesempatan  untuk  anak  belajar  sambil  bermain  menjadi  sangat  kurang. Padahal,  bermain  merupakan  sarana  yang  paling  efektif  untuk  dapat  melatih  kecerdasan  pada anak usia dini. Menurut Bredekamp and Copple (1997):
The physical development of 3-through 5-years-olds should be considered throughout the  learning  environment  and  across  the  curriculum.  Plans  should  provide  for physical  activity  throughout  the  young  child’s  day.  In  any  part  of  the  curriculum, requiring  too  much  sitting  is at  odds  with  young  children’s  characteristic  mode of
learning through activity through moving, exploring, and acting on objects.



pada  hakikatnya  semua  anak-anak  suka  bermain,  kegiatan  bermain  anak  ini  perlu  untuk mendapatkan perhatian lebih oleh orang tua maupun orang-orang yang terlibat dalam pendidikan

anak  usia  dini.  Abdullah  (2007  :  26-27)  mengungkapkan  tiga  langkah  penting  yang  menjadi pertimbangan utama untuk melatih kecerdasan majemuk anak, yaitu:
a.   Melihat kemampuan anak dalam berinovasi.

b.   Metode ilmiah yang digunakan harus dapat diterapkan kepada siapa saja.

c.   Penerapan metode yang dipilih secara bertahap, sabar dan tidak tergesa-gesa.

Bermain  memiliki peran penting  dalam perkembangan anak.  Hampir  semua  bidang  akan berkembang dengan bermain, oleh sebab itulah kita perlu untuk menciptakan permainan edukatif untuk  melatih  kecerdasan  anak,  agar  anak  dapat  bermain  sambil  belajar  dan  itu  berlangsung tanpa  disadarinya  dan tanpa  adanya  tekanan dari orang  tua.  Bermain  menurut  Slamet  Suyanto (2003: 135-137) banyak perkembangan anak yang terjadi karena bermain, antara lain:
a.   Bermain mengembangkan kemampuan motorik.
b.   Bermain mengembangkan kemampuan kognitif.
c.   Bermain mengembangkan kemampuan afektif. d.   Bermain mengembangkan kemampuan bahasa.
e.   Bermain mengembangkan kemampuan sosial.

Dalam  kegiatan  bermain  sebenarnya  anak  menemukan  pembelajaran  yang  hakiki.  Oleh karena itu, anak tidak boleh dipaksa untuk belajar, bermain adalah belajar bagi anak. Anak usia dini tidak  mengartikan belajar seperti halnya orang dewasa. Anak usia dini tidak selalu belajar dengan kondisi teratur dan berjangka waktu tertentu, mereka lebih senang belajar dalam keadaan bebas, belajar tanpa menyadari sedang belajar, belajar dalam suasana bermain.
Misni (2006)  mengungkapkan  bahwa  bermain  merupakan  suatu  kegiatan  yang  dilakukan anak  dengan  atau  tanpa  menggunakan  alat  yang  menghasilkan  atau  memberikan  informasi, memberi  kesenangan  dan  mengembangkan  imajinasi  anak  secara  spontan  dan  tanpa  beban. Dunia anak pada dasarnya adalah dunia bermain, karena selama rentang perkembangan usia dini anak melakukan sebagian besar kegiatannya dengan bermain. Kebutuhan atau dorongan internal

terutama tumbuhnya sel saraf di otak memungkinkan anak untuk melakukan berbagai aktivitas bermain tanpa mengenal lelah.
Biasanya anak  bermain  sambil “bergumam”,  yaitu  mengungkapkan ide dalam pikirannya dengan  kata-kata.  Proses  ini  dikenal  dengan  istilah  thinking  aloud,  suatu  proses  berfikir  yang dikenal dengan  istilah  internal  speech di  mana  anak  bertanya  pada  dirinya,  dibuktikan dengan melakukan  percobaan  kepada  objek,  dan  diambil  kesimpulan  secara  sendiri  untuk  menjawab pertanyaannya  sendiri.  Begitu pentingnya  bermain bagi perkembangan anak,  maka perlu untuk diperhatikan perkembangan anak dalam bermain itu sendiri.


Referensi:

Abdullah Muhammad Abdul Muthy. (2007). Quantum Parenting: Cara cerdas mengoptimalkan daya inovasi dan kreativitas anak anda. Surakarta: Quala Smart Media.
Adi W. Gunawan. (2006). Genius Learning Strategy. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bredekamp, Sue and Copple, Carol. (1997). Developmentally Appropriate Practice in Early
Childhood Programs. Washington, D.C: A 1996-97 NAEYC Comprehensive Membership
Benefit. National Association for the Education of Young Children

Gopnik,Alison,  dkk.  (2006).  Keajaiban  Otak  Anak:  Rahasia  cara  balita  mempelajari  benda, bahasa, dan manusia. Bandung: Mizan Media Utama.

Isjoni.    (2006).   Model   Pembelajaran   yang   Efektif   bagi   Pendidikan   Anak   Usia   Dini.
www.isjoni.net/web/content/view/44/4/-44k-Tembolok-Laman sejenis: 17 Oktober 2007

Joan Freeman & Utami Munandar. (1994). Cerdas dan Cemerlang. Kiat Menemukan Bakat Anak
Usia 0-5 tahun. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Khamid  Wijaya,  dr.  Audrey Luize,  dkk.  (February 2004)  Mencetak  Anak  Cedas?...Gampang!. www.balitacerdas.com: 20 Mei 2007

Misni     Irawati.     Menggali     Kecerdasan     Jamak     Melalui     Bermain.     (January     2006)
www.freelists.org/archives/ppi/01-2006/msg00651.html-20k-Tembolok-Laman Sejenis: 15
Agustus 2007

Moll,  Luis  C.  (1993).  Vygotsky  &  Educational  Instructional  Implications  and  Aplications  of
Sociohistorical Psychology. Australia: CambridgeUniversity Press.

Slamet  Suyanto.  (2003).  Konsep  Dasar  Pendidikan  Anak  Usia  Dini.  Yogyakarta:  Universitas
Negeri Yogyakarta.

Taufan    Surana.    Meningkatkan    kecerdasan    anak    balita    dengan    cepat    dan    pasti.
www.balitacerdas.com: Kamis, 18 Desember 2003

Next article Next Post
Previous article Previous Post