Materi Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini
Lembar Assesmen Lembar Kunci Jawaban Daftar Pustaka Lampiran
PERISTILAHAN/GLOSSARY
Afektif : Berkaitan dengan sikap, perasaan dan nilai
Belajar : Perubahan yang relatif permanen dalam kapasitas pribadi seseorang sebagai akibat pengolahan atas pengalaman yang diperolehnya dan praktik yang dilakukannya.
Desain sistem : Proses rancangan sistem pembelajaran secara sistemik dan sistematis Pembelajaran
Indikator : Bukti yang menunjukkan telah dikuasainya kompetensi dasar kompetensi
klasikal : Cara mengelola kegiatan belajar dengan sejumlah peserta didik dalam suatu kelas, yang memungkinkan belajar bersama, berkelompok dan individual.
Kognitif : Berkaitan dengan atau meliputi proses rasional untuk menguasai pengetahuan dan pemahaman konseptual. Periksa taksonomi tujuan belajar kognitif.
Kompetensi : 1. Seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.
2. Keseluruhan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dinyatakan dengan ciri yang dapat diukur.
Kompetensi dasar (KD) : Kemampuan minimal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan efektif.
Media : Segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan isi pelajaran,
pembelajaran memberikan kemudahan proses belajar siswa.
Paradigma : Cara pandang dan berpikir yang mendasar
Pembelajaran : (1) Proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar (UU Sisdiknas);
(2) Usaha sengaja, terarah dan bertujuan oleh seseorang atau sekelompok orang (termasuk guru dan penulis buku pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik), dapat memperoleh
pengalaman yang bermakna. Usaha ini merupakan kegiatan yang berpusat pada kepentingan peserta didik.
Perangkat : Dokumen yang dibuat guru untuk mengimplementasikan pencapaian tujuan pembelajaran pembelajaran, terdiri dari: silabus, RPP, bahan ajar, media pembelajaran, penilaian hasil
belajar.
Psikomotorik : Perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh manusia.
RPP : Rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun berdasarkan
bersifat operasional, berfungsi sebagai pedoman
ian kompetensi dasar.
an pembelajaran pada tingkat mata pelajaran sebagai
n pencapaian standar kompetensi.
ang dilakukan secara berurutan agar tujuan dapat dicapai
efektif dan efisien.
cara memandang segala sesuatu sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dengan bagian lain yang lebih luas.
Standar kompetensi (SK) : Ketentuan pokok untuk dijabarkan lebih lanjut dalam serangkaian kemampuan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan secara efektif.
Taksonomi : (1) Meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan tujuan belajar evaluasi (Benjamin Bloom dkk, 1956)
(2) Terdiri atas dua dimensi, yaitu dimensi pengetahuan yang terdiri dari atas faktual, konseptual, prosedural, dan metakognisi, dan dimensi proses kognisi yang meliputi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta (Lorin W. Anderson dkk, 2001, sebagai revisi dari taksonomi Bloom dkk).
MATERI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PLPG PAUD
A. Profesionalisme Guru Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang hams dimiliki oleh seorangpendidikanakusia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut: (a) Peserta PLPG memahami gambaran tentang profesiguru, seperti: mengapa guru dibutuhkan di Indonesia , mengapa kualitas guru perlu ditingkatkan, mengapa perlu adanya persiapan baik mental pengetahuan maupun fisik serta dana atau yang lebih penting lagi adanya itikad baik tinimbang profesi-profesi lainnya. .(b) Peserta PLPG mampu menjelaskan pengetahuan (knowledge) guru dalam beragam bidang keilmuan dengan spesifikasi bidang anak usia dini (early child hood education). (c). Peserta PLPG memahami konsep yang utuh tentang persiapan persiapan yang harus dijalankan dalamproses KBM mulai dari perencanaan sampa idengan evaluasi.
2. Uraian Materi
Pendahuluan
Guru adalah kata yang sangat akrab dikalangan anak didik, demikian juga kata murid akra dikalangan guru, dengan demikian ada keterpaduan yang harmonis antara guru dan murid . Di zaman dulu, guru adalah sosok yang disegani bukan saja oleh murid namun juga oleh masyarakat, kondisi saat itu membentuk opini masyarakat bahwa guru adalah sosok yang serba tahu sehingga menjadi tempat bertanya bagi masyarakat, namun seiring berjalannya waktu serta berkembanganya zaman memasuki era globalisasi , maka tuntutan masyarakat juga mengalami perubahan. Sekarang guru diharapkan memiliki kompetensi, keterampilan, berwawasan serta kreatif disamping secara normatif tetap sebagai sosok yang “digugu dan ditiru” mampu membangun citra guru yang baik, seperti yang tertera didalam undang-undang guru dan dosen pasal 1 ayat 1 tahun 2005, yang menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing atau mengarah, melatih , menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, dasar dan menengah. Dengan demikian guru diharapkan melaksanakan tugas kependidikan yang tidak semua orang dapat melakukannya , artinya hanya mereka yang memang khusus telah bersekolah Untuk Menjadi Guru yang Dapat menjadi guru profesional. Guru adalah profesi yang mulia, pada hakikatnya setara dengan jabatan profesilainnya, seperti kata pepatah, guru dapat duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan profesi lainnya, seperti dokter, pengacara, apoteker dll, yang bersifat profesi, bernomor registrasi dan memiliki kode etik profesi. Profesionalisme seorang guru bukan hal yang mustahil terjadi walaupun data hasil survey the political and economicrisk country (PERC), yakni sebuah lembaga konsultan di Singapura yang pada tahun 2001 menempatkan Indonesia diurutan ke
12 dari 12 negara di asia dalam hal kualitas guru. Dengan demikian menciptakan guru profesional adalah suatu hal yang mendesak diberlakukan negara kita, karena memposisikan guru seperti itu akan memperbaiki nasib guru yang selama ini termarjinalkan (terpinggirkan), guru juga akan menjadi lebih bertanggung jawab pada pekerjaannya. Sementara itu dalam Perpu 19 tahun 2005 dikatakan bahwa seorang guru haruslah memiliki 4 kompetensi, Yakni kompetensi paedagogi, kepribadian, sosial, dan profesional. Adapun untuk kompetensi guru PAUD di Indonesia sudah dibuatkan standart tersendiri , diantaranya seorang guru PAUD hendaknya memiliki rasa seni (sense of art) dan berbagai bentuk disiplin agar dapat
mengenali pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak, selain itu seorang guru PAUD diharapkan memiliki pemahaman teori perkembangan dan implikasinya secara praktis terlebih lagi guru PAUD harus memahami Bahwa anak belajar dalam bermain. Dari uraian diatas tampak bahwa menjadi guru PAUD ternyata tidak hanya berdasarkan naluri keibuan atau kebapakan semata, namun diharapkan dapat memahami tentang peraturan perundang undangan, organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja dll. Semua itu hendaknya dilakukan dengan ikhlas, karena guru PAUD diharapkan ikut serta membentuk manusia indonesia seutuhnya dengan beragam pendekatan seperti Montessori, Regio Emilio, High Schoop ataupun pendekatan dari Indonesia sendiri seperti metode dari Taman Siswa, INS Kayu Tanam, dan KH Ahmad Dahlan ketiganya menanamkan nilai-nilai moral dan budi pekerti sejak awal anak mengenal pendidikan formal. Guru juga diminta agar dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan Aman serta gembira demi untuk menunjang keberhasilan proses belajar mengajar (PBM), serta dapat bekerja sama dengan orang tua serta masyarakat (komite sekolah) dalam mengambil prakarsa sekolah. Modul profesionalisme guru PAUD ini hendaknya dipelajari lebih awal dari mata kuliah lain agar mahasiswa PLPG sejak awal memiliki gambaran tentang profesi guru. Modul ini ada dua satuan kegiatan (workshop) keduanya harus dipelajari secara berurutan adapun modul profesionalisme guru
ini sebagian besar terdiri dari kegiatan praktek dengan demikian urutannya adalah satuan kegiatan satu hendaknya dibaca, dipelajari, didikusikan serta dipraktekan melalui metode sosio drama (bermain peran) setelah itu dilakukan juga dengan urutan yang sama pada satuan kegiatan dua.
a. Pengertian Profesionalisme Guru P.G PAUD
1) Persiapan
Persiapan yang dimaksud disini adalah persiapan teknis dan non teknis.Persiapan non teknis adalah persiapan mental yang mengarah kepada pembentukan konsep diri sebagai guru melalui pertanyaan –pertanyaan yang secara jujur hendaknya bisa dijawab oleh masing – masing peserta . Adapun pertanyaan –pertanyaan tersebut antara lain adalah
a) Sudah siapkah aku menjadi guru AUD?
b) Bisakah aku menghadapi anak-anak?
c) Bisakah aku mengajar anak-anak dengan benar?
d) Apakah aku mampu membuat suasana belajar yang menyenangkan bagi anak?
e) Apakah aku mampu memotivasi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan mereka?
f) Apakah aku bisa diterima oleh rekan sejawat?
g) Apakah aku sanggup mengahadapi orang tua murid?
Pembentukkan konsep diri sebagai guru dimaksudkan agar guru tersebut memiliki kepercayaan diri (self confidence) sebelum melaksanakan tugasnya, karena Guru yang tidak memiliki rasa percaya diri akan menghambat pekerjaannya sebaga i guru yang profesional. Persiapan teknis adalah persiapan yang hendaknya dilakukan oleh seorang guru sebelum menjalankan tugasnya yang bertujuan untuk melancarkan pekerjannya sebagai guru. Adapun persiapan teknis tersebut adalah: a) Menyelesaikan urutan administrasi: b) Membuat persiapan KBM sesuai dengan kurikulum serta visi dari masing-masing sekolah. Hal yang dilakukan adalah membuat rapat kecil dengan kepala sekolah juga teman sejawat agar ada keterpaduan dalam pelaksanaan program KB yang disesuaikan dengan rencana sekolah. c) Merancang kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tema yang telah direncanakan dan dipersiapkan. d) Membuat satuan kegiatan tahunan sesuai dengan tema yang direncanakan, seperti satuan kegiatan harian (SKH) satuan kegiatan mingguan. e) Menyiapkan model pembelajaran yang akan dilakukan f) Menyiapkan media guna mendukung kegiatan beajar
mengajar; g) Menyiapkan setting kelas-ruangan. h) Menyiapkan metode yang akan digunakan berikut kegiatan penunjangnya seperti gerak dan lagu, yel-yel dll.
2) Performance
Perfomance yang dimaksud disini adalah : bagaimana kita berpenampilan yangsebagai guru AUD dalam hal: a) Perawatan tubuh Guru PAUD diharapkan dapat merawat dan membersihkan tubuh sehingga terkesan berenergi, bersih, wangi, dan tidak kusam; b) Berpakaian Melalui pakaian dapat menampakkan ekspresi seluruh kepribadian hendaknya Guru P AUD berpakaian sesuai dengan budaya Indonesia, yakni sopan, namun dapat menunjang aktivitas; c) Bahasa tubuh (Body Language) Selalu Positive thinking , memilki motivasi yang tinggi, semangat serta senantiasa menanamkan keikhlasan dalam bekerja dengan sendirinya akan mewujudkan bahasa tubuh yang baik. d) Komunikasi (Public Speaking) Hendaknya guru AUD mampu menjalik komunikasi dengan pihak manapun, terlebih dengan anak didik, artinya guru AUD diharapkan memiliki relationsyang baik dengan berbagai pihak; e) Sikap Guru PAUD sebaiknya senantiasa bersikap ramah dan selalu tersenyum, karena senyuman seorang guru membuat anak –anak menjadi nyaman berada di dalam kelas.
3) Pengetahuan
Seorang guru PAUD hendaknya memahami dua bidang Persiapan Pembelajaran keilmuan sebagai dasar ilmu-ilmu yang lainnya yakni : a) Ilmu jiwa perkembangan (Psikologi Anak) b) Ilmu Pendidikan
4) Peran guru P.G PAUD
Seorang guru PAUD pada kegiatan kesehariannya dalam bekerja secara professional dapat melakukan beragam fungsi sekaligus (multi peran). Adapun perandari guru tersebut adalah : a) Guru anak usia dini sebagai pendidik : Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh sentral serta panutan (model) bagi murid dan lingkungannya. Oleh karena itu seorang guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup wibawa, tanggung jawab, mandiri, dan disiplin. b) Guru anak usia dini sebagai pengganti sementara ayah atau ibu : Anak usia dini dalam kesehariannya dikelas membutuhkan sosok pengganti sementara ayah atau ibu, untuk itu guru harus bisa berperan menjadi pengganti sementara ayah atau ibu (selama berada di sekolah), namun harus tetap dapat menjaga batasan-batasannya demi untuk menjaga keprofesionalan seorang guru. c) Guru anak usia dini sebagai teman Bersikap sebagai teman bagi anak usia dini sangat dibutuhkan, karena akan mempelancar komunikasi antara guru dan murid. Sehingga anak usia dini tidak merasa berjarak dengan guru yang dapat memotivasi anak usia dini untuk bersemangat berangkat ke sekolah (karena akan bertemu dengan teman- temannya). d) Guru anak usia dini sebagai pengajar Guru AUD membantu murid yang tumbuh dan berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahui dengan cara senantiasa memotivasi murid agar dapat mengembangkan potensinya. e) Guru anak usia dini sebagai pengasuh AUD adalah anak belum terbentuk kepribadiannya sehingga dibutuhkan guru yang mengerti menggunakan pola asuh yang tepat disaat dibutuhkan oleh anak didik. f) Guru anak usia dini sebagai model dan teladan. Menjadi teladan merupakan sifat dasar dalam kegiatan pembelajaran selain itu sebagai model dan teladan berakibat bahwa guru senantiasa akan disorot tingkah lakunya baik oleh anak didik maupun lingkungannya. g) Guru anak usia dini sebagai pribadi Jika kita memiloih profesi guru AUD maka sudah selayaknya kita memiliki kepribadian yang mencemirkan seorang pendidik. Adapun kepribadian seorang guru AUD yang diharapkan adalah kepribadian yang hangat, selalu tersenyum, ceria, terbuka, serta sabar. h) Guru anak usia dini sebagai pesulap: Memiliki
ketrampilan sebagai pesulap dibutuhkan bagi anak usia dini oleh karena itu guru anak usia dini hendaknya melakukan kegiatan sulap sebagai variasi dalam kegiatan belajar mengajar, tujuannya adalah agar murid menjadi tidak bosan.i) Guru anak usia dini sebagai penyanyi : Keterampilan bernyanyi memiliki referensi lagu-lagu anak serta yel-yel sangat dibutuhkan bagi seorang guru anak usia dini yang senantiasa membutuhkan suasana gembira dalam kegiatan belajar mengajar. j) Guru anak usia dini sebagai pencerita : Bercerita adalah metode salah satu metode yang dibutuhkan bagi anak usia dini dalam menyampaikan pesan, nasehat, tentang makna kehidupan. k) Guru anak usia dini sebagai entertainment : Guru AUD memang dituntut serba bisa (multi peran ) salah satunya adalah menjadi entertainment, maka akan diperoleh nilai-nilai kreatif, inovatif dalam suasana yang menyenangkan dan gembira bagi anak usia dini.
Latihan 1
1) Diskusikanlah secara berkelompok dengan beberapa kawan anda, apa hakikat guru dalam kaitannya dengan pendidikan usia dini.
2) Coba telaah lebih lanjut tentang tugas guru dan kesiapan yang harus dilakukan jika hendak menjadi guru AUD yang profesional.
3) Apakah kendala utama bagi kita jika ingin menjadi guru AUD yang profesional.
b. Persiapan Pembelajaran
1) Pengertian Profesionalisme Guru P.G PAUD : a) PROFESI adalah bidang pekerjaan dan pengabdian tertentu yang karena sifatnya membutuhkan persyaratan dasar, ketrampilan teknis dan sikap kepribadian. b) Menurut EVERETT HUGHES merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan selanjutnya menjadi pekerjaan itu sendiri. c) PROFESIONAL adalah suatu pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya. d) PROFESIONALISASI adalah suatu proses menjadi seseorang yang memiliki profesi. e) PROFESIONALISME adalah mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan cirri suatu profesi atau orang yang profesional.
2) Ciri-Ciri Guru Sebagai Profesi. Guru sebagai suatu profesi dapat dikenali ciri-ciri sebagai berikut: a) Lebih mementingkan layanan kemanusian daripada kepentingan pribadi b) Ada pengakuan dari masyarakat. c) Pratek profesi itu didasarkan pada pengetahuan dan keahlian khusus yang diperoleh dalam waktu relatif lama. d) Memiliki kreaativitas dan intelektual tinggi. e) Memiliki organisasi profesi yang menetapkan standar kualifikasi. f) Adanya komitmen dari anggotanya bahwa jabatan guru mengharuskan pengikutnya menjujung tinggi martabat kemanusian lebih dari pada mencarikeuntungan diri sendiri. g) Suatu profesi mensyaratkan orangnya mengikuti persiapan profesional dalam waktu tertentu.
h) Harus selalu menambah pengetahuan agar terus menerus bertumbuh dalam jabatannya. i) Memiliki kode etik tertentu yang mengikat guru. j) Memiliki kemampuan intelektual
untuk menjawab masalah-masalah yang dihadapi. k)Selalu ingin belajar terus menerus mengenai bidang keahlian yang ditekuni. L )Menjadi anggota dari suatu organisasi profesi. m) Jabatan itu dipandang sebagai sumber suatu karier.
3) Kompetensi Guru PAUD
Guru PAUD harus memilki kompetensi pribadi, sosial, dan profesional. Kompetensi guru PAUD di Indonesia sudah dibuatkan standar yang sudah disyahkan oleh Menteri Pendidikan Nasional RI. Kompetensi guru PAUD yang dibawah ini merupakan rangkuman yaitu: a) Guru aUd memiliki rasa senii (sense of art) dan mengenal berbagai bentuk disiplin agar dapat mengenali pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak. b) Guru AUD
memiliki pemahaman teori perkembangan dan implikasinya secara praktis. c) Guru AUD memahami pentingnya bermain sebagai sarana pengembangan perkembangan dan pendidikan anak. d) Guru AUD dapat berinteraksi dengan orang tua sebagai upaya untuk meningkatkan kesuksesan pendidikan anak. e) Guru AUD perlu memperoleh kemampuan untuk mensupervisidan mengkoordinakan pengajaran anak dengan rekan sejawat lainnya.
4) Peran dan Tanggung Jawab Guru PAUD
Peran dan tanggung jawab seorang guru PAUD adalah sebagai berikut : a) Menunjukkan perhatian kepada anak. b) Memilki kepekaan terhdap individu anak.c) Mengembangkan hubungan yang alamiah dengan anak. (relationship) d) Menggunakan otoritas orang dewasa secara bijaksana dalam membant pertumbuhan anak. (scaffolding) e) Merancang kegiatan yang bermakna bagi anak f) Mengenalkan disiplin sebagai suatu pengalaman belajar bagi anak dan menemukan kesalahan sebagai peluang potensi pembelajaran. g) Mengakui adanya kompetensi dalam diri anak. h) Mengorganisasi kurikulum yang berlandaskan pada DAP. i) Bekerja sama dengan orang tua dalam tanggung jawabnya terhadap perkembangan anak. j) Memilki dedikasi yang tinggi sebagai profesional dalam bidang pendidikan anak. k) Mampu menyuarakan kebutuhan anak pada orang tua, pihak sekolah, pengelola dan masyarakat serta pembuat kebijakan. Mengakui adanya kompetensi dalam diri anak. l) Mengorganisasi kurikulum yang berlandaskan pada DAP.
5) Karakteristik Guru PAUD: a) Menunjukan rasa cinta dan menghargai pada semua anak. b) Dapat menunjukan rasa percaya diri dan rasa nyaman pada anak. c) Memilki semangat untuk selalu mengembangkan pengetahuan dan mengaplikasikannya. d) Mampu bertingkah laku sopan terhadap orang lain. e) Mampu bekerja keras. f) Bersedia menyediakan waktu tambahan untuk menyelesaikan tugas profesi. g) Tepat waktu. h) Dapat menjaga rahasia. i) Bersedia dikoreksi apabila membuat kesalahan. j) Mengamati peran kelompok yang ditangani. k) Mampu meninggalkan masalah di rumah dan mampu menjaganya agar tidak berdampak terhaddap pekerjaan. l) Mengabaikan rumor dan menjauhi gosip. m)Menjaga diri agar tetap terawat dan rapi. n) Menggunakan peralatan dan perlengkapan secara hati-hati seperti barang milik sendiri.
6) Kode Etik a) Pengertian kode etik: Norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dala melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. b) Tujuan kode etik • Menjunjung tinggi martabat profesi • Menjaga dan memelihara Kesejahteraan para anggotannya • Meningkatkan pengabdian para anggota profesi • Meningkatkan mutu organisasi c) Penetapan Kode Etik, Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi yang berlaku dan mengikat para anggotanya tidak boleh perorangan. d) Sanksi Pelanggaran Kode Etik • Sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral, misal: mendapat celaan dari rekan-rekan. • Sanksi terberat: si pelanggar dikeluarkan dari profesi. e) Kode Etik Guru Inddonesia • Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila • Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional • Guru berusaha memperoleh informasi mengenai peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan • Guru menciptakan suasana sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya kegiata belajar mengajar • Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhaddap pendidikan • Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya
• Guru memelihara hubungan seprofesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan social • Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI, IGTKI/IGRA dan HIMPAUDI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan PAUD menurut Badan Standar Nasiona Pendidikan 2009 1) Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Kualifikasi dan kompetensi guru PAUD didasarkan pada Peraturan menteri Pendidika Nasional Republik Indonesia No.
16 th 2007 tentang Standar Kualifiaksi Akademik dan Kompetensi Guru besera
lampirannya. Bagi guru PAUD Formal (TK, RA, dan yang sederajat) dan guru PAUD Non Formal (TPA, KB, dan yang sederajat) yang belum memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud disebut guru pendamping dan pengasuh. 2) Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendamping Kualifikasi Akademik: • Memiliki ijazah D-II PGTK dari Perguruan Tinggi terakreditasi; atau •Memiliki ijazah minimal Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat dan memiliki sertifikat pelatihan / pendidikan/ kursus PAUD yang terakreditasi. b) Kompetensi Penjelasan akan diberikan pada tabel berikutnya.
Kompetensi/ Sub kompetensi Indikator
1. Kompetensi kepribadian
1.1 Bersikap dan berperilaku sesuai dengan kebutuhan psikologi anak 1. Menyayangi secara tulus
2. Berperilaku sabar, tenang, ceria, serta penuh perhatian
3. Memiliki kepekaan, responsive dan humoris terhadap perilaku anak
4. Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif dan bijaksana.
5. Berpenampilam bersih, sehat dan rapi.
6. Berperilaku sopan, santun menghargai dan melindungi anak.
1.2 Bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma agama, budaya dan keyakinan anak 1. Menghargai peserta didik tanpa
membedakan keyakinan yang dianut, suku, budaya dan jender
2. Bersikap sesuai dengan norma agama
yang dianut, hokum, dan norma social yang berlaku dalam masyarakat.
3. Mengembangkan sikap anak didik untuk menghargai agama dan budaya lain.
1.3 Menampilkan diri sebagai
pribadi yang berbudi pekerti luhur. 1. Berperilaku jujur
2. Bertanggung jawab terhadap tugas
3. Berperilaku sebagai teladan
2. Kompetensi Profesional
Kompetensi/ Sub kompetensi Indikator
2.1 Memahami tahapan perkembangan anak 1. Memahami kesinambungan tingkat
perkembangan anak usia 0-6 tahun.
2. Memahami standar tingkat pencapaian perkembangan anak.
3. Memahami bahwa setiap anak
mempunyai tingkat ketepatan
pencpaian perkembangan yang berbeda.
4. Memahami faktor penghambat
dan pendukung tingkat pencapaian perkembangan.
2.2 Memahami pertumbuhan dan perkembangan anak 1. Memahami aspek-aspek perkembangan
fisik motorik , kognitif, bahasa, social emosi dan moral agama.
2. Memahami faktor -faktor yang menghambat dan mendukung aspek- aspek perkembangan di atas
3. Memahami tanda- tanda kelainan paad
tiap aspek perkembangan anak.
4. Mengenal kebutuhna gizi anak sesuai dengan usia.
5. Memahami cara memantau nutrisi,
kesehatan dan keselamatan anak.
6. Mengetahui pola asuh yang sesuai dengan usia anak.
7. Mengenal keunikan anak.
2.3 Memahami pemberian rangsangan pendidikan,
pengasuhan dan perlindungan 1. Mengenal cara-cara pemberian
rangsangan dalam pendidikan, pengasuhan dan perlindungan secara umum.
2. Memiliki keterampilan dalam
melakukan pemberian rangsangan pada setiap aspek perkembangan.
2.4 Membangun kerjasama dengan orang tua dalam pendidikan, pengasuhan dan perlindungan anak 1. Mengenal faktor-faktor pengasuhan anak, social kemasyarakatan yang mendukung dan menghambat perkembangan anak.
2. Mengkomunikasikan program lembaga (pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak) kepada orang tua.
3. Meningkatkan keterlibatan orang tua
dalam program di lembaga.
4. Meningkatkan kesinambungan program lembaga dengan lingkungan keluarga.
Kompetensi/ Sub kompetensi Indikator
3. Komptensi Pedagogik
3.1 Merencanakan kegiatan program pendidikan,
pengasuhan dan perlindungan 1. Menyusun rencana kegiatan tahunan, semesteran, bulanan,
mingguan, dan harian.
2. Menetapkan kegiatan bermain yang mendukung tingkat pencapaian perkembangan anak.
3. Merencanakan kegaitan yang disusun
berdasarkan kelompok usia.
3.2 Melaksanakan proses pendidikan, pengasuhan dan perlindungan 1. Mengelola kegiatan sesuai dengan
rencana yang disusun berdasarkan kelompok usia.
2. Menggunakan metode pembelajaran melalui bermain sesuai dengan karakteristik anak.
3. Memilih dan menggunakan media yng sesuai dengan kegiatan dan kondisi anak
4. Memberikan motivasi untuk meningkatkan keterlibatan anak dalam kegiatan
5. Memberikan bimbingan sesuai
dengan kebutuhan anak.
3.3 Melaksanakan penilaian terhadap proses dan hasil pendidikan pengasuhan dan perlindungan 1. Memilih cara-cara penilaian yang
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
2. Melakukan kegiatan penilaian yang sesuai dengan cara- cara yang
telah ditetapkan.
3. Mengolah hasil penilaian
4. Menggunakan hasil-hasil penilaian untuk berbagai kepentingan pendidikan.
5. Mendokumentasikan hasil-hasil penilaian.
4. Kompetensi Sosial
4.1 Beradaptasi dengan lingkungan 1. Menyesuaikan diri dengan teman
sejawat.
2. Menaati aturan lembaga
3. Menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar
4. Akomodatif terhadap anak didik, orang tua, teman sejawat dari berbagai latar belakang budaya dan social ekonomi.
Kompetensi/ Sub kompetensi Indikator
1.2 Berkomunikasi secara efektif 1. Berkomunikasi secara empatik dengan
orang tua peserta didik
2. Berkomunikasi efektif dengan anak didik, baik secara fisik, baik verbal maupun non verbal
Latihan 2
1) Ajaklah dua orang teman anda untuk melakukan observasi di dua sekolah TK untuk
melihat kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh sekolah tersebut.
2) Kembali dri observasi lakukanlah kegiatan FGD (Focus Group Discussion) dengan teman dari kelompok anda.
3) Setelah FGD presentasikan di depan kelas dari masing-masing kelompok
4) Pada waktu presentasi, hendaknya dilakukan tanya jawab dengan peserta dari kelompok lainnya
3. Evaluasi
Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda anggap benar!
1. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar pada anak usia dini pada umumnya sangat ditentukan oleh...
a. Media dan metode yang digunakan b. Area bermain yang luas
c. Gedung sekolah yang memadai
d. Guru yang memiliki kemampuan mengajar
2. Seorang guru PAUD hendaknya memilki pemahaman dua ilmu dasar yakni :
a. Ilmu pendidikan dan Ilme pertanian
b. Ilmu jiwa perkembangan dan Ilmu pendidikan c. Ilmu pendidikan dan Ilmu filsafat
d. Ilmu jiwa perkembangan dan Ilmu kesehatan
4. Daftar Pustaka
Brewer, Jo Ann, Introduction To Early Childhood education, Allyn and Bacon: Boston,
2006
Gestwicki, Carol., Development Appropriate Practice Curricullum and Development in
Early
Education 3rd Ed, Thomson Delmar: New York, 2007
Gordon, Ann Miles & Kathryn W. Browne, Beginnings & Beyond Foundations In Early
Chilhood
Education, Thomson Delmar : New York, 2004
Hohmann, Mary & David P.Weikart, Education Young Children, High Scope: Michigan,
1995
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Bandung, 2005, PT. Remaja Rosda karya
W.S Wimkel, Psikologi Pengajaran, Yogyakarta, 2004 PT Media Abadi
B. Pembelajaran Inovatif Pendidikan Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik anak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut:
a. Mengetahui berbagai model pembelajaran anak usia dini
b. Menganalisis masing-masing model pembelajaran anak usia dini
c. Mengaplikasikan model pembelajaran anak usia dini dalam pembelajaran sehari- hari di sekolah
d. Memodifikasi model pembelajaran agar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi
2. Uraian Materi
Pendahuluan
Proses pendidikan dan pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan memberikan konsep-konsep dasar yang memiliki kebermaknaan bagi anak melalui pengalaman nyata. Hanya pengalaman nyatalah yang memungkinkan anak untuk menunjukkan aktivitas dan rasa ingin tahu (curiousity) secara optimal dengan menempatkan posisi pendidik sebagai pendamping, pembimbing serta fasilitator bagi
anak. Melalui proses pendidikan seperti ini diharapkan dapat menghindari bentuk pembelajaran yang hanya berorientasi pada kehendak guru yang menempatkan anak secara pasif dan guru menjadi dominan.
Proses pendidikan mempunyai peranan penting dalam upaya pengembangan individu secara khusus dan pengembangan bangsa secara umum. Proses pendidikan memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk mengembangkan seluruh kemampuan dan keterampilan secara optimal. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya diberikan sedini mungkin agar upaya pngembangan kemampuan da keterampilan individu dapat berlangsung optimal. Pada rentang usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden age) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan danperkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar pertama untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik, bahasa, sosio emosional dan spiritual. Upaya pengembangan individu melalui proses pendidikan berlangsung di berbagai lembaga-lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan anak usia dini. Pada saatini telah bermunculan berbagai lembaga pendidikan anak usia dini yang menggunakan standar internasional di kota-kota besar
di Indonesia, terutama lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) yang mengadopsi kurikulum penyelenggaraan dari berbagai Negara maju. Kurikulum yang dikembangkan tersebut mengacu kepada model pembelajaran yang sudah ada di negara tertentu yang telah dikembangkan selama bertahun-tahun. Beberapa model pendidikan yang dimasud antara lain model pembelajaran aktif, model pembelajaran proyek, model pembelajaran berbasis masyarakat dan model pembelajaran keterampilan hidup.
A. Model-model Pembelajaran Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dari materi tentang model-model pembelajaran anak usia dini ini adalah:
a. Peserta PLPG mampu menguasai beberapa model pembelajaran anak usia dini
b. Peserta PLPG mampu menggunakan salah satu model pembelajaran anak usia dini
c. Peserta PLPG mampu mengembangkan satu model pembelajaran anak usia dini
2. Isi/Paparan Materi
a. Model Pembelajaran High/scope
Pendekatan high scope pada awalnya dikembangkan untuk anak anak luar biasa dari lingkungan miskin di Ypsilanti, Michingan. Pada tahun 1962, David P. Weikart, direktur pelayaan khusus dari Ypsilanti Public School, yang menamakan Perry Preschool Project (yang kemudian dikenal sebagai High/Scope Preschool Project). Weikart mendesain proyek ini untuk merespon kegagalan yang senantiasa terjadi pada murid SMA dari lingkungan miskin Ypisilanti. Sepanjang tahun tersebut, anak-anak secara konsisten dinilai dalam tingkat bawah dalam tes kecerdasaan dan tes prestasi akademik. Ditandai oleh tren atau situasi ini, Weikart mencari penyebab dan penyelesaiannya. Weikart menyimpulkan bahwa rendahnya skor IQ direfleksikan oleh terbatasnya kesempatan bagi sekolah untuk melakukan persiapan daripada karena kecerdasaan bawaan anak. Weikart juga menyimpulkan bahwa pencapaian siswa yang rendah di sekolah menengah berkorelasi dengan keadaannya di sekolah dasar.
Weikart kemudian mencoba untuk memberikan intervensi bagi anak usia 3–4 tahun, dengan tujuan untuk menyiapkan anak anak pra sekolah dari lingkungan miskin ini agar bisa sukses di sekolah. Untuk mendukung gagasan ini, Weikart meminta ijin untuk menyelenggarakan program pendidikan pra sekolah yang berlokasi disebuah pusat komunitas kemudian pindah ke Perry Elementary School. Pada tahun 1970, Weikart meninggalkan sekolah umum tersebut dan mendirikan High/scope Educational Research Foundation. Program pendidikan High/Scope merupakan salah satu model pembelajaran yang merujuk pada teori Piaget. Pendekatan ini menekankan identifikasi terhadap keadaan anak berdasarkan pada tingkatan perkembangan dengan menguji pada pemenuhan kekuatannya. Proyek High/scope memandang jarn dalam kemampuan dan ketidakmampuan perilaku anak seusia dalam kelompoknya sebagai keterlambatan perkembangan, bukan sebagai penyimpangan. Berdasarkan pada tugas mereka dalam tujuan ini, guru kemudian berinisatif menggunakan pendeatan yang sesuai dengan perkembangan (DAP=Developmentally appropriate Practice) dalam pembelajaran dalam kelas DAP merupakan tujuan jangka panjang dalam proyek ini. Tujuan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan anak dengan menggunakan berbagai macam kegiatan seni dan gerak; untuk mengembangkan kemampuan mereka terhadap objek bedasarkan konsep pendidikan; untuk mengembangkan kemampuan berbicara mereka, dramatisi, dan kemampuan grafikal yang dipresentasikan melalui pengalaman dan mengkomunikasaikan pengalaman mereka terhadap sesama teman atau orang dewasa; untuk mengembangkan kemampuan bekerjasama dengan orang lain; membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukan sesuatu; dan merencanakan penggunaan waktu dan energi mereka; dan untuk mengembangkan mereka dalam menerapkan perolehan kemampuan pemikiran baru mereka dalam jangkauan yang luas dan natural berdasarkan situasi dan dengan menggunakan berbagai macam material.
Kurikulum High/scope akan membantu anak-anak prasekolah menjadi lebih independen, bertanggung jawab dan menjadi pembelajar yang percaya diri. Selain
itu dalam pembelajaran di High/Scope anak-anak akan dilibatkan pada pembelajaran melalui keterlibatan yang aktif terhadap alat alat permainan yang ada. Orang orang yang terlibat dalam pembelajaran dan gagasan gagasan yang muncul, anak-anak pra sekolah akan belajar juga membuat perencanaan sendiri dan berlatih menerapkannya untk mencapai pengetahuan dan kemempuan yang dibutuhkan oleh mereka untuk membangun landasan yang kuat bagi pembelajaran mereka selanjutnya.
Kurikulum High/Scope harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1. Belajar aktif
Anak anak terlibat secara langsung dalam pembelajaran, pengalaman bersentuhan langsung dengan orang orang, benda benda gagasan gagasan dan peristiwa. Pengalaman pembelajaran aktif akan membantu anak anak membengun pengetahuan mereka, seperti: belajar konsep, membentuk gagasan, menciptakan simbol dan abstraksi mereka sendiri. Sebagai fasilisator, yang akan mengobservasi dalam berpartisipasi dalam kegiatan anak anak, guru akan dipandu oleh beberapa kunci pengalaman bahwa seluruh anak perlu untuk memiliki bagian dari kecerdasan motorik, fisik sosial dan perkembangan emosi. Terdapat 10 kunci kategori, antara lain: representasi kreatif, bahasa dan
keaksaraan, hubungn sosial dan inisiatif, gerak, musik, klasifikasi, serasi, angka, ruang, dan waktu. Kunci pengalaman ini akan sangat berperan dalam pemerolehan sosial saat ini dan yang akan datang serta kemampuan akademik yang dibuthkan agar suksesdi sekolah.
2. Interaksi Anak dengan Orang Dewasa
Orang dewasa mengamati dan berinteraksi dangan anak anak pada level mereka untuk menemukan bagaimana setiap anak berpikir dan mencari alasan. Orang dewasa mengzinkan anak untuk mengambil kontrol dalam pembelajarn individual mereka. Mereka juga mendukung motivasi dari dalam diri anak dalam pembelajaran dengan cara mengatur jadual dan lingkungan, memperhatikan iklim sosial yang kondusif, mendukung penyelesaian konflik yang konstruktif, menginterpretasi tindakan anak anak dalam bagian kunci pengalaman, merencanakan pendalaman pembelajaran aktif yang berdasarkan pada minat dan kemampuan anak.
3. Lingkungan Pembelajaran
Ruang kelas disusun dalam lima atau lebih pusat minat. Area area ditandai dengan nama sederhana sehingga dapat memberikan pengertian kepasa anak, seperti “area buku”, ”area rumah” dan didefinisikan secara jelas.Variasi bahan bahan dalam menemukan jalan anak, menggunakan, dan menggembalikan apa yang telah mereka selesaikan.
Pengaturan seperti ini akan mendukung anak untuk menemukan dan menggunakan bahan untuk bereksplorasi, menemukan dan belajar tentang dunia mereka. Secara terperinci, lingkungan pembelajaran dalam pembelajaran High/ Scope Curriculum harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain:
1. Sekolah harus menyediakan lingkungan fisik pembelajaran yang kondusif untuk belajar dan merefleksikan tahapan yang berbeda dalam perkembangan masing masing anak.
2. Seolah harus menyediakan ruang yang layak untuk melakukan seluruh program
kegiatan.
3. Pusat ruang harus disusun dalam area yang fungsional yang dapat dikenali oleh anak dan mengizinkan terjadinya interaksi sosial dan aktifitas individual.
Selain itu, peralatan, permainan anak, dan furniture dalam sekolah High/Scope harus memenuhi kriteria sebagai berikut harus menyediakan/ mengatur peralatan yang cukup, baik mainan anak, alat-alat, dan furniture untuk memfasilitasi partisipasi antara anak dan orang dawasa. Karena itu sekolah harus: (a) mendukung objeksivitas pendidikan yang spesifk dan program lokal, (b) mendukung latar belakang budaya dan etnis anak, (c) sesuai dengan usia, aman, dan mendukung kemampuan dan perkembangan setiap anak, (d) mudah dijangkau, atraktif, dan mendorong minat penemuan anak, (e) didesain untuk menyediakan berbagai jenis pegalaman belajar dan menyemangati setiap anak untuk melakukan eksperimen dan eksplorasi, (f) aman, tahan lama, dan tetap terjaga dalam kondisi yang baik, (g) disimpan dalam tempat yang aman dan tetap dalam petunjuk yang rapi dalam kondisi yang baik.
Sasaran jangka panjang kurikulum High/Scope adalah keseimbangan akademik, sosial, emosional dan aspek fisik. Yang termasuk dalam aspek sosial-emosional adalah kemampuan interpersonal dan kemampuan intrapersonal.Indikator kemampuan interpersonal: kemampuan mengertiorang lain, kemampuan berempati,
kemampuan bekerjasama, kemampuan berkomunikasi, kemampuan rasa tanggung jawab. Indikator kemampuan intrapersonal: percaya diri, kreatif, jiwa sosial kebijakan, kemandirian, kritis. Untuk membantu anak anak agar mereka sukses dalam pembelajaran dan belajar bertanggung jawab terhadap sekolah dan kehidupannya maka sekolah High/scope akan menyediakan suatu daftar kegiatan harian yang seimbang antara kegiatan yang merupakan atas inisiatif anak dangan aktivitas yang melbatkan orang dewasa secara langsung termasuk kegiatan yang bersifat individual maupun kegiatan kelompk. kegiatan kelompok juga harus mendukung perkembangan sosial-emosi anak dengan merencanakan kegiatan rutin dan transisi yang tepat sehingga anak – anak dapat memperkiran cara yang akan dilakukan. Setiap harinya program High/Scope memiliki perencanaan kegiatan yang sama, menyediakan kerangka kerja yang kosisten untuk orang dewasa dan anak. Rangkaian perencanaan-tindakan-review (plan-do-review) harian adalah sebuah kegiatan inti High/Scope yang memberikan kebebasan kepada anak untuk mempertimbangkan minatnya, membuat rencana, mengikuti kehendaknya, menggambarkan pengalaman.
Dibalik rangkaian rencana-pelaksanaan-review di atas, pengaturan jadwal sehari hari juga mengizinkan anak beertemu dan berkumpul dalam sebuah kelompok kecil atas inisatif orang dewasa yang didasari oleh minat anak, kebutuhan, dan tingkat perkembangan mental anak dan melibatkannya dalam sebuah aktivitas berdasarkan kelompok dalam berinteraksi sosial, musik dan pergerakan fisik. Assesmen adalah kunci praktisi, ini memungkinkan mereka untuk memahami tingkat perkembangan mental anak, mengidentifikasi minat yang dinyatakan, mengamati kunci pengalaman yang melibatkan setiap anak. Guru-guru dalam kelas High.Scope mencatat perilaku anak, pengalamn, dan minat. Mereka menggunakan catatan- catatannya untuk menilai perkembangan dan merencanakan aktivitas yang akan datang guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Proses assesmen ini memerlukan perencanaan kelompok, catatan pengamatan harian, kumpulan catatan rekaman tiap semester. Catatan – catatan ini juga digunakan sebagai keterangan orang tua untuk membantu agar lebih baik mengerti perkembangan anak.
b. Model pembelajaran Bermain Kreatif
Model pembelajaran bermain kreatif mulai dikembangkan pada tahun 1985 di University of Tnnessee, Knoxville yang dilandasi oleh teori Piaget dengan pendekatan konstruktivis. Model pembelajaran bermain kreatif dengan pendekatan pembelajaran konstruktivis merupakan sebuah konsep pembelajaran dengan dasar teori perkembangan anak dimana anak akan membangun pengetahuannya sendiri. Pendekatan konstruktivis memberikan pendidikan yang menyeluruh pada anak usia dini. Konsep model pembelajaran bermain kreatif tersebut terdiri dari praktek pembelajaran untuk anak, konten area untuk anak, seperangkat asesmen untuk mengukur tingkah laku dan kemajuan anak, dan model pelatihan untuk membantu orang dewasa dalam mendukung perkembangan anak.
Pembelajaran disusun berdasarkan kepercayaan bahwa anak belajar dengan baik melalui pembelajaran yang aktif (active learning), pengalaman langsung, interaksi dengan orang dewasa, kejadian dan ide-ide. Ruang-ruang kelas ditata sedemikian rupa dengan sangat selektif, berhati-hati agar pembelajaran aktif pada anak dapat terjadi. Area dibagi berdasarkan area minat anak yang diatur dalam permainan yang
spesifik, seperti area balok, area perpustakaan, area rumah tangga, area memasak, area pasir dan air, area seni.
1. Area Balok
Balok adalah peralatan yang standar untuk kelas anak-anak yang pertama dan itu penting untuk mengimplementasikan Kurikulum Kreatif. Balok-balok kosong cocok untuk anak-anak yang menyukai permainan dramatik. Dalam waktu yang singkat balok-balok yang besar ini menjadi sebuah boneka, rumah, sebuah bis, atau alat pemadam kebakaran. Unit balok-balok ini menyediakan sebuah kekayaaan dalam belajar aktivitas ini yang mengizinkan anak-anak untuk mendapatkan konsep-konsep dalam matematika, pengetahuan alam, geometri, ilmu sosial, dan banyak lagi. Balok kayu adalah kebutuhan yang alami untuk anak kecil karena balok-balok itu halus, keras dan simetris. Anak-anak suka untuk mengembangkan karakter fisik balok-balok itu dengan menyentuhnya, mengusapnya, dan memukul balok-balok itu bersama untuk mendengarkan suara balok-balok itu. Balok kayu adalah permaianan material yang mengajak anak-anak untuk menciptakan sesuatu yang mau. Di sini tidak ada cara yang benar atau salah untuk meciptakan sesuatu dengan balok-balok itu-anak-anak dapat membuatnya semau mereka. Kadang- kadang anak-anak memulai dengan sebuah idea apa yang mereka ingin buat, dan juga desain tiga dimensi ini berkembang sesuai bagaimana anak-anak menempatkan balok bersama secara acak atau dengan pola. Seperti seni lainnya, kreasi anak-anak menghasilkan dengan balok-balok tersebut sering mengingatkan mereka pada apa yang pernah mereka lihat, jadi mereka mulai untuk menamakan apa yang mereka ciptakan: rumah, jala, atau pesawat roket.
Membangun balok penting untuk perkembangan kognitif (kemampuan untuk memandang sesuatu). Seperti pengalaman anak-anak dengan dunia sekelilingnya, mereka membentuk gambaran di pikiran mereka dari apa yang mereka lihat. Bermain dengan balok memberi mereka sebuah kesempatan unutk menciptakan kembali gambar-gamabar ini dalam bentuk nyata. Kemampuan menciptakan ini yang mewakilkan pengalaman-pengalaman mereka adalah sesuatu kemampuan penting dimulai dari pikiran yang abstrak. Terlebih lagi, karena balok-balok didesain dalam unit matematika, anak-anak bermain dengan itu mendapat pengertian yang nyata dari konsep yang penting untuk berpikir logis. Mereka belajar tentang ukuran, bentuk, jumlah, jenis, area, panjang, dan berat sebagai apa yang mereka pilih, ciptakan, dan membersihkan balok-balok. Balok-balok permainan yang bernilai untuk perkembangan fisikal. Anak-anak menggunakan otot-otot besar mereka untuk membawa balok-balok dari satu tempat yang satu ke tempat yang lain. Mereka menempatkan balok-balok bersama dengan cermat untuk membentuk sebuah jembatan atau desain yang rumit, mereka menyempurnakan otot-otot kecil di tangan mereka, yang penting untuk menulis.
Kompetensi pembelajaran dalam permainan balok adalah anak-anak dapat merealisasikan banyak keuntungan dari permainan balok saat guru mereka menetapakan Kompetensi yang realistik dan cocok untuk perkembangan mereka. Urutan di bawah adalah contoh Kompetensi yang dapat anda tempatkan sebagai anak-anak yang bermain dengan balok-balok.
Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosi:
a. Bekerja dengan bebas dan dalam sebuah kelompok (memutuskan kapan, bagaimana, dan dengan siapa mereka bermain.) Hal 76
b. Menunjukkan kebutuhan, konsentrasi, dan ketakutan dalam jalan sosial yang dapat diterima (menciptakan rumah sakit atau gua dengan monster dan bermain membuat kepercayaan)
c. Berbagi dan bekerjasama dengan yang lain (menjual barang dan tiang dan merencanakan proyek pembangunan bersama)
d. Mendemonstrasikan kebanggaan dalam menyelesaikan dan sebuah konsep diri sendiri yang positif (membagikan bangunan mereka dengan berbicara mengenai apa yang mereka ciptakan)
Kompetensi dari perkembangan kognitif:
a. Mengembangkan sebuah pengertian tentang konsep, berat, dan area (membawa balok dan menggunakan balok-balok dalam konstruksi)
b. Mengklasifikasikan dan menyusun objek dengan ukuran, bentuk, dan fungsi
(menempatkan balok-balok dalam ukuran yang sama)
c. Membuat kegunaan prinsip-prinsip fisikal (mengembangkan berat, stabilitas, persamaan, keseimbangan, dan kekuatan untuk mengungkit )
d. Memprediksikan penyebab dan efek persahabatan (melihat seberapa tinggi mereka dapat membangun mereka sebelum balok-balok itu jatuh)
e. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konstruksi (membuat jembatan atau langkah-langkah membuat rumah)
f. Mengorganisasikan dalam sebuah baris (membuat balok dari rendah ke tinggi dan menghitung dengan benar)
g. Menggunakan tambahan, dasar dan pecahan (menetapkan berapa banyak balok yang diperlukan untuk mengisi jarak yang kosong)
h. Mengembangkan kemampuan membaca dan menulis (membuat tanda untuk bangunan)
Kompetensi dari Perkembangan Fisikal:
a. Menggunakan kemampuan otot kecil dan besar (memegang, mengangkat, menempatkan dan menyeimbangkan balok-balok)
b. Mengembangkan koordinasi antara mata dan tangan (menempatkan balok pada pola yang benar)
c. Mengontrol tempat objek-objek (bawah, atas, di atas, di bawah, di atas, dari, dan di sebelah saat berkontraksi dengan balok-balok)
2). Area Seni
Sebagian besar anak kecil biasanya menyenangi seni. Mereka menyukai proses penggunaan cat ke kertas, menempel-nempelkan, memukul-mukul lilin. Bekerja dengan material seni menawarkan anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan warna, bentuk, rancangan, dan tektur. Menggunakan material seni seperti lukisan, lilin, spidol, krayon, kanji dari tepung jagung, dan susunan benda-benda potongan kertas, anak-anak mengekspresikan ide dan perasaan pribadi. Dengan mereka memperlihatkan kreasi dan anak-anak yang lain, mereka belajar menghargai perbedaan. Untuk anak kecil, proses menciptakan adalah yang paling penting, bukan apa yang mereka buat. Karya seni menguntungkan semua aspek perkembangan anak. Saat anak menggambar, melukis, dan potongan kertas. Mereka bereksperimen dengan warna, garis, bentuk dan ukuran. Mereka menggunakan cat, bahan-bahan dan kapur untuk membuat pilihan, mencoba ide, rencana, dan eksperimen. Mereka mempelajari tentang sebab-akibat saat mencampur warna, melalui mencoba dan gagal, mereka belajar menyumbangkan. Melalui seni mereka, anak belajar mengekspresikan perasaan, pikiran dan
pandangan mereka terhadap dunia. Seni merupakan media yang membiarkan anak-anak merubah apa yang mereka tidak bisa ucapkan dengan kata-kata dengan terlihat dengan berbagai seni memberikan percaya diri dan kebanggaan. Seni juga memberikan kesempatan untuk pembentukan fisik. Saat anak-anak merobek kertas untuk mengguntuing kertas, mereka menyempurnakan otot-otot kecil membuat garis dan bentuk-bentuk dengan spidol dan pinsil warna membantu anak-anak membentuk otot-otot motorik yang diperlukan untuk menulis. Seni menyenangkan dan melegakan untuk anak-anak. Seni membuat mereka belajar banyak keahlian, mengekspresikan diri, menghargai keindahan, dan bersenang- senang semua pada saat yang sama.
Kompetensi pembelajaran dalam permainan seni adalah guru dapat memilih
berbagai kompetensi untuk anak bekerja sambil menjelajah dan menggunakan materi-materi. Kompetensi pembelajaran dapat membantu guru merencanakan pengalaman seni yang sesuai . Dengan menentukan Kompetensi, guru dapat lebih mudah menentukan media seni dan kegiatan yang akan membantu anak memperluas dan meningkatkan kemampuan mereka. Meskipun Kompetensi pilihan harus merefleksikan usia dan minat anak, Anda perlu mempertimbangkan Kompetensi-Kompetensi dibawah ini :
Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosional
a) Mengekspresikan perasaan (memilih warna terang untuk lukisan agar sesuai mood)
b) Belajar menyalurkan frustasi dan amarah yang dapat diterima di lingkungan
(memukul lilin)
c) Melepas Individualitas (menggambar labu yang beda dengan warna dan desain orisinal)
d) Merasakan kebanggaan (membuat mobil yang digantung di kelas)
e) Berbagi dan bekerja sama dengan sesama (bekerja sama dalam membuat lukisan dinding)
f) Kompetensi Untuk Perkembangan Kognitif
g) Mengembangkan kreatifitas (memadukan materi dan tekstur)
h) Membentuk pemahaman tentang sebab-akibat (observasi apa yang terjadi saat cat biru + kuning)
i) Melabel bentuk dan benda (melukis lingkaran kuning dan menamakannya
matahari)
j) Memecahkan masalah
k) Membentuk kemampuan merencanakan (menentukan warna apa yang didahulukan)
Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik
a) Membentuk otot kecil (mewarnai dengan spidol)
b) Menyempurnakan koordinasi mata-tangan
c) Belajar arah (melukis lingkaran dengan 1x sapuan kuas)
3). Area Memasak
Memasak memperkenalkan anak-anak kepada pengalaman di dunia makanan untuk pertama kalinya. Mereka tidak hanya mempelajari bagaimana makanan disiapkan tetapi juga bagaimana makanan itu mempengaruhi kesehatan dan kebahagiaannya. Kegiatan memasak menawarkan kepada anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan makanan, kesempatan menjadi kreatif dan kesempatan untuk menyiapkan makanan ringan bernutrisi. Hal ini dapat menjadi pemikiran tentang “Kemampuan Bertahan Hidup” yang menjadi dasar bagi
pendidikan semua anak-anak baik lagi-laki ataupun perempuan. Memasak dapat menjadi salah satu aktifitas yang paling menyenangkan di dalam kelas. Tidak hanya dalam menyiapkan makanan yang menyenangkan, tetapi juga sebagai laboratorium nyata untuk belajar. Sebagai anak-anak yang baru mengerti , mereka belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan. Pada saat mereka mengukur secangkir susu untuk sebuah resep membuat puding, mereka belajar tentang pengukuran dan isi. Mereka mengaduk mentega kacang, mencampur adonan biskuit, dan mengupas wortel. Mereka mengembangkan kemampuan fisik dan menambah kosa kata mereka. Membuat humus akan mengajarkan kepada anak-anak tentang nutrisi dan kebudayaan yang baik. Ketika anak-anak membuat makanan ringan mereka di pagi hari, anak-anak memulai pekerjaan hingga selesai dan bisa berbangga hati dengan penyelesaian itu. Memasak mempengaruhi penginderaan anak-anak dan menambah kekayaan dalam mendapat kesempatan.
Salah satu aspek yang paling mempengaruhi dalam memasak bagi anak-anak adalah ternyata dalam memasak anak-anak diizinkan melakukan kegiatan lebih sedikit dibandingkan dengan kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang dewasa. Pada sudut balok, mereka membuat jalan dan jembatan bohongan. Pada sudut rumah mereka membayangkan menjadi orang tua, guru, dan dokter. Dalam memasak mereka hanya memiliki kesempatan untuk bertingkah laku hanya seperti anak-anak yang dalam masa pertumbuhan- sebuah perlakuan yang jarang bagi anak-anak. Banyak guru anak-anak usia dini merasa bahwa pengalaman memasak merupakan program yang alami dan mereka memasukkan kegiatan memasak sebagai suatu pilihan kreatifitas secara reguler. Ada pula guru yang lainnya yang meniadakan kegiatan memasak sampai mereka merasa bahwa anak anak sudah terbiasa dengan kegitan rutin di dalam kelas, dapat memilih kegiatan-kegiatannya dan bekerja dengan bebas. Dikarenakan pengawasan adalah sesuatu yang penting untuk memastikan keamanan anak, anda mungkin menginginkan untuk mempertimbangkan jadual memasak pada hari-hari tertentu ketika seorang sukarelawan bersedia memberikan bantuan di dalam kelas. Faktor yang paling penting dalam membuat keputusan untuk memasukkan kegiatan memasak ke dalam program anda adalah tingkat kesenangan anda dan kemampuan anda untuk menentukan waktu yang dibutuhkan dalam merencanakan dan menyiapkan kegiatan memasak tersebut.
Jagalah agar anak-anak sehat dan aman adalah yang utama. Prioritaskan untuk memulai program memasak dengan mengetahui dengan baik tentang alergi makanan yang diidap anak-anak, sebaik anda mempercayai dan memilih keluarga untuk ikut terlibat dalam program ini. Konsultasikan data anak dan orang tua untuk informasi ini. Ulangi semangat dalam modul ini ketika anda memiliki waktu dan menemukan satu atau dua ide yang anda rasa siap untuk dicoba. Keberhasilan anda dalam mengimplementasikan sebuah pengalaman memasak atau mendirikan sebuah area memasak , dan antusias anak-anak untuk memilih kegiatan ini , mungkin memberi anda inspirasi untuk menjadikan kegiatan lebih berambisi.
Kompetensi pembelajaran dalam permainan memasak adalah ketika berpikir tentang memasak, Kompetensi utama kita mungkin untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang pentingnya sebuah ketrampilan menoling diri sendiri atau untuk memasang sebuah pondasi untuk lingkungan dengan nutrisi yang baik.
Tetapi memasak merupakan kegiatan yang menarik untuk membantu anak-anak tumbuh dalam semua aspek social-emosional, kignitif, dan fisiknya. Saat kita memilih kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dengan anak-anak di dalam kelas, perhatikan hal-hal dibawah ini:
Kompetensi untuk Perkembangan Sosio Emosional:
a) Bekerjasama dalam kelompok kecil (membuat roti)
b) Mengembangkan ketrampilan menolong diri sendiri (menyediakan makanan ringan untuk diri sendiri)
c) Menyelesaikan sebuah perintah (menyediakan sebuah resep dari mulai hingga selesai , termasuk bersih-bersih)
d) Mengembangkan kemandirian (mengikuti sebuah resep melalui gambar tanpa bantuan orang dewasa)
e) Menunjukkan perhatian (berbagi dan bergiliran ketika bekerja dengan teman yang lain)
f) Mengembangkan kebanggaan terhadap diri sendiri dan kebudayaan yang kita warisi (menyiapkan dan menyediakan sebuah resep keluarga)
Kompetensi untuk Perkembangan Kognitif:
a) Belajar tentang nutrisi (menyiapkan sebuah makanan ringan yang sehat)
b) Memecahkan masalah (menjelaskan seberapa tinggi mengisi cetakan muffin yang diperbolehkan dengan adonan agar bertambah tinggi)
c) Mengembangkan ketrampilan membaca awal (menghubungkan gambar dalam kartu resep dengan tulisan dibawahnya)
d) Membangun pondasi untuk mengenal konsep matematika seperti mengurutkan dan pengukuran (mengisi sebuah teko dengan empat cangkir air)
e) Belajar tentang menggunakan makanan secara ilmiah (memutar cream ke dalam mentega dengan penuh semangat akan menggoncangkan cream tersebut)
f) Mengekspresikan kreatifitas (membuat kue kering yang asin dengan bentuk- bentuk yang tidak tradisional)
Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik:
a) Mengembangkan kontrol motorik halus (mengambil seledri, mengaduk mentega, dan memeras lemon)
b) Menyeimbangkan koordinasi mata-tangan (memecahkan telur)
c) Belajar tentang petunjuk /tanda-tanda (menggunakan sebuah kocokan)
4). Area Pasir dan Air
Hampir setiap orang menyukai rasa santai berjalan telanjang kaki diatas pantai berpasir atau berendam di dalam bak mandi berair hangat. Anak – anak sebagaimana juga orang dewasa hampir secara naluri tertarik pada pasir dan air. Daya tarik alami yang dimiliki anak akan bahan – bahan ini menjadikan anak- anak sempurna untuk kelas anak usia dini. Karena kebanyakan anak-anak telah terbiasa dengan bahan-bahan ini, mereka suka sekali menelitinya. Dengan air yang menyegarkan pada kulit mereka atau rasa senang mengayak pasir dengan jari-jari mereka sulit untuk dicegah. Permainan anak-anak dengan pasir dan air ini tentu saja membantu dalam pembentukan macam-macam keterampilan mereka. Dengan menciduk air dan menapis pasir, anak memperbaiki keterampilan fisik mereka. Secara bersama -sama meniup gelembung-gelembung air atau membuat benteng pasir, mereka mengembangkan keterampilan sosialnya. Pada waktu yang sama, mereka meningkatan keterampilan pengenalan, karena mereka memeriksa mengapa benda-benda tertentu tenggelam dalam air dan yang lain terapung. Main
pasir dan air bisa berupa dua aktivitas yang berbeda atau terpisah. Masing-masing memberikan anak banyak kesempatan belajar. Sebagai benda cair, air bisa dipercikan, dituang, dan dibekukan. Sebagai benda padat/kering, pasir dapat disaring, digaruk, dan disekop. Permainan terpisah atas masing-masing benda itu dapat mempertebal rasa sosio emosional anak, kognitif dan pertumbuhan fisik.
Namun bagaimanapun, permainan pasir dan air penting karena dua alasan. Pertama, pasir dan air adalah keduanya benda alam yang menjadi kesukaan bagi anak, yang menimbulkan jenis ekplorasi dan belajar. Kedua, permaina pasir dan permaian air meningkat ketika keduanya menjadi satu untuk membentuk tiga tipe permainan - permainan pasir basah. Anda tentunya dapat menggunakan permainan air dan pasir sebagai aktivitas tersendiri. Namun bagaimanapun, dengan menggabungkan kedua tipe permainan dalam satu area bisa mengembangkan manfaat terpisah dari keduanya. Permainan pasir basah membuat anak – anak mengalami dasar matematika dan sains tangan pertama. Ketika anak
– anak mencampurkan pasir dan air, mereka mendapatkan bahwa mereka telah
mengubah sifat keduanya, pasir yang kering menjadi kuat dan airnya terserap. Tekstur/ bentuk kedua benda itu berubah juga. Tidak seperti pasir yang kering atau air cair, pasir yang kering bisa di bentuk. Secara individual dan bersama – sama permainan pasir dan air dapat secara efektif menarik dan menyejukan otak dan raga anak. Anak mendapat manfaat paling banyak dari permaian pasir dan air apabila guru – guru membimbing interaksi mereka. Dengan membuat pola–pola pengajaran yang spesifik bagi anak – anak, anda dapat mengasuh pertumbuhan dan perkembangan mereka. Daftar berikut ini menunjukan beberapa sasaran yang dianjurkan bagi permaianan anak – anak di area.
Kompetensi pembelajaran dalam permainan area dan pasir adalah
Kompetensi Pengembangan Sosial Emosional
a) Bermain secara bekerja sama (berbagi alat – alat yang di gunakan untuk permainan air bersama dengan anak – anak yang lain)
b) Menjajaki peran social (memandikan boneka dan mencuci piring)
c) Mengembangkan rasa bangga atas karya yang dibuatnya (meminta agar bangunan benteng yang dibuat didalam bak pasir tidak dirobohkan pada akhir permainan)
d) Mengawasi anak yang bermain sampai selesai (mengaduk dan menggunakan
gelembung dan kemudian membersihkannya)
Kompetensi Pengembangan Kognitif
a) Perhatikan bahan – bahan untuk bagaimana mereka membandingkan dan mempertentangkan (menambahkan air pada pasir kering untuk melihat bagaimana itu berubah)
b) Mengerti hubungan sebab dan akibat (memperkirakan apa yang terjadi bila
serpihan sabun ditambahkan ke air)
c) Memperhatikan konserpasi dari isi suatu benda (tuangkan pasir, air atau pasir basah ke dalam wadah yang tidak sama bentuknya dan membandingkannya)
d) Pengembangan kemahiran penyelesaian masalah (bayangkan bagaimana caranya menggali terowongan pada pasir basah dengan tidak runtuh)
e) Pengembangan kreativitas (mencetak pasir basah menjadi berbagai bentuk)
Kompetensi Pengembangan Fisik:
a) Memperkuat pengontrol motorik yang baik (dengan menggunakan pasir membuat angka delapan di atas pasir)
b) Mengembangkan gerakan mata dan tangan (memperhatikan gerakan pasir melalui saringan)
c) Meningkatkan koordinasi kemahiran (mengisi cangkir ukur dan sendok)
5). Area Rumah Tangga
Area rumah tangga (house corner) merupakan sebuah area pada ruang kelas yang
diperuntukkan untuk “bermain rumah-rumahan.” Pekerjaan yang anak-anak lakukan di area rumah tangga dinamakan permainan aksi, permainan berpura- pura, atau khayalan; hal ini melibatkan pengambilan peran dan terlibat dalam perilaku meniru. Permainan aksi-sosial, permainan dengan level yang lebih tinggi, menggabungkan interaksi verbal dengan paling tidak seorang anak yang lain dalam sebuah episode permainan. Anak-anak menggunakan area rumah tangga untuk mengambil peran jauh lebih luas di balik adegan keluarga yang familiar dan untuk menciptakan lingkungan seasing dan semenarik ruang angkasa atau setipe dengan gudang sepatu. Meskipun lingkungan rumah familiar adalah sebuah tema yang masuk akal untuk permainan aksi, anak-anak juga melakukan peran karakter nyata dan imajinasi. Dinosaurus dan setan dapat ditemukan di area rumah tangga semudah menemukan peran ibu, ayah, dokter, dan penjaga toko. Anak-anak suka bermain “khayalan.” Kami telah melihat kesenangan anak ketika berakting sebagai orang tua, memperlihatkan perbuatan super seperti pahlawan di televisi, atau menjadi bayi. Kenyataannya, anak-anak terlihat sangat membutuhkan aktivitas ini. Pada satu penelitian mengenai topik ini, peneliti menghilangkan area rumah tangga dari sebuah kelas pra sekolah dan mengamati bagaimana reaksi anak-anak. Dalam tiga hari, anak-anak telah membentuk area mereka sendiri untuk permainan aksi menggunakan kubus-kubus, meja, dan benda-benda kelas lain untuk menciptakan sebuah seting untuk permainan berpura-pura. Anak-anak sangat merindukan area rumah tangga yang mereka hilangkan hingga mereka sendiri membangunnya kembali.
Mengapa permainan aksi sangat penting bagi anak-anak kecil? Ketika anak-anak mengambil sebuah peran di area rumah tangga, mereka mengembangkan banyak ketrampilan baru. Mereka belajar mengenai diri mereka sendiri, keluarga mereka, dan masyarakat di sekitar mereka. Dengan ikut serta dalam permainan aksi, mereka mengumpulkan dan menampilkan pengalaman masa lalu mereka. Mereka belajar untuk memutuskan dan memilih informasi yang relevan dalam memainkan sebuah episode permainan. Ini adalah sebuah ketrampilan esensial untuk pengembangan intelektual. Anak-anak juga belajar satu sama lain ketika mereka berinteraksi dalam permainan aksi-sosial. Mereka belajar untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dan bekerja sama untuk memecahkan persoalan. Mereka mengembangkan kemampuan mereka untuk konsentrasi ketika mereka mengambil tema permainan yang sama dalam periode waktu yang terus meningkat. Area rumah tangga mengandung banyak kesempatan untuk pengembangan sosio-emosional. Permainan aksi menawarkan anak-anak sebuah forum untuk menunjukkan peran takut dengan aman dan menghidupkan pengalaman hidup. Melalui permainan aksi, anak-anak dapat mengambil peran yang mereka takuti dan belajar mengendalikan kecemasan mereka. Sebagai contoh, seorang anak yang takut pergi ke rumah sakit untuk melakukan operasi
dapat berpura-pura menjadi dokter. Dengan mengira-ngira peran seorang dokter,
ia dapat merasakan secara langsung dan menampilkan kesannya menjadi seorang dokter. Dengan cara ini anak tersebut memperoleh kontrol untuk mengendalikan ketakutan mereka yang sebenarnya. Anak-anak juga belajar menjadi fleksibel dan bekerja sama dengan yang lain dengan merundingkan peran dan bermain bersama. Tahu bagaimana berpura-pura membantu anak menjadi perencana yang lebih baik. Itu membolehkan mereka untuk mengantisipasi bagaimana mereka akan merasa dan bertingkah laku di situasi kehidupan nyata.
Kompetensi pembelajaran dalam permainan area rumah tangga adalah keuntungan anak-anak dari permainan mereka di house corner ketika anak-anak menset dugaan realistis bagi mereka didasarkan pada tingkat perkembangan mereka. Ketika guru ikut serta dalam permainan peran anak-anak, permainan khayalan, dan permainan aksi-sosial, mereka dapat memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
Kompetensi bagi Perkembangan Sosio-Emosional:
a) Berinteraksi satu sama lain (mengambil peran dan berakting)
b) Mengekspresikan individualitas dan kreativitas (mengembangkan tema permainan berdasarkan rujukan dan pengalaman individual)
c) Bermain kerja sama dengan yang lain (saling menukar dan berbagi material).
d) Menunjukkan sebuah pemahaman dari dugaan dan sikap sosial bagi yang lain
(bermain peran dan beraksi pengalaman hidup).
e) Mengantisipasi bagaimana harus bertingkah dalam situasi baru
(mengembangkan kemampuan berimajinasi).
f) Mengendalikan ketakutan dan kecemasan (mencoba peran dan memainkan pengalaman sulit dan menakutkan).
g) Menunjukkan empati kepada yang lain (mengembangkan peran lebih kompleks
dan menunjukkan perhatian bagi yang lain dalam peran tersebut).
Kompetensi bagi Perkembangan Kognitif:
a) Menggunakan simbol untuk mewakili benda-benda dan situasi nyata (menggunakan kotak untuk mewakili telepon atau sebuah tali untuk menggantikan selang pemadam).
b) Mengidentifikasi dan merencanakan episode permainan dengan yang lain. (“Ayo bermain toko-tokoan. Kamu yang jadi penjaga toko, saya yang akan berbelanja.”)
c) Menampilkan informasi dan pengalaman masa lalu untuk memecahkan masalah. (“Apa yang akan kita lakukan untuk memberi makan bayi ini? Tidak ada sereal di dalam rumah! Kita harus pergi ke toko.”)
d) Mengelompokkan properti menurut karakteristik umum. (“Kamu simpan peralatan memasak dan saya menyimpan perlengkapan makan.”)
e) Menyusun benda-benda menurut ukurannya (membereskan properti dan mengembalikannya ke tempat yang berlabel).
f) Bertekun dalam tugas (memainkan keterlibatan dalam episode permainan dalam jangka waktu yang terus bertambah).
Kompetensi bagi Perkembangan Fisik:
a) Meningkatkan kontrol otot kecil (mengenakan pakaian, mengancing, dan meresleting).
b) Menggunakan koordinasi mata-tangan (memakaikan pakaian pada boneka dan mencocokkan panci-panci dengan tempat cetakkan pada rak di mana benda tersebut disimpan).
c) Menggunakan keterampilan membedakan secara visual (mencocokkan dan mengelompokkan benda-benda seperti peralatan dan perlengkapan makan).
6). Area Perpustakaan
Sentra perpustakaan meliputi ruangan untuk melihat buku-buku, ruangan untuk mendengarkan musik/rekaman dan ruangan untuk menulis. Ada yang menempatkan ketiga kegiatan ini dalam satu ruangan yang sama; ada juga yang menggabungkan kegiatan menulis di dalam area seni dan mendengarkan rekaman atau kaset menjadi bagian dari area musik. Lepas dari penempatan tadi yang paling penting adalah bagaimana nanti guru menata ruangan dengan perlengkapannya. Sebagaimana di area – area lain, penataan area perpustakaan memainkan peranan besar dalam memfasilitasi pembelajaran anak.
Kompetensi pembelajaran dalam permainan Area Perpustakaan:
Sentra perpustakaan dapat membantu anak dalam mengembangkan aspek kognitif dan fisik. Penjelasannya dijabarkan dalam butir-butir berikut ini:
Kompetensi bagi Perkembangan Kognitif:
a) Mengembangkan suatu pemahaman terhadap symbol – symbol
(menghubungkan gambar anak laki – laki dengan kata yang tertulis “anak laki
– laki”).
b) Menambah perbendaharaan kata (mempelajari nama-nama binatang yang ada
di Afrika).
c) Memperkirakan suatu kejadian (memperkirakan apa yang terjadi selanjutnya dalam suatu cerita yang dibacakan dengan keras).
d) Mengenalkan objek, warna dan bentuk (menunjuk pada objek di papan flannel
dan menggambarkan ciri – cirinya)
e) Menerapkan pengetahuan pada situasi baru (mengarang sebuah sajak setelah mendengarkan puisi – puisi sejenisnya dalam sebuah rekaman).
f) Mengembangkan kemampuan menceritakan cerita (mendiktekan cerita kepada
guru atau membuat tulisan tangan).
Kompetensi bagi Perkembangan Fisik:
a) Meningkatkan kemampuan otot kecil/halus (menulis dengan spidol).
b) Menguatkan otot mata (melihat gambar dan kata dalam buku ketika dibacakan).
c) Mengkoordinasikan antara gerakan mata dengan tangan (menempatkan objek pada papan flannel).
d) Memperhalus kemampuan membedakan secara visual (mencari objek atau orang dalam sebuah ilustrasi yang rumit seperti dalam buku dimana Waldo)
Guru bisa mengunakan area perpustakaan untuk mendapatkan lebih banyak lagi sasaran/kompetensi pembelajaran. Tidak semua sasaran yang disebutkan tadi tepat untuk setiap anak, anda bisa memilih sasaran mana yang paling tepat digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak – anak dalam kelompok anda. Model pembelajaran aktif dalam kegiatan sehari-harinya mendesain agar setiap kejadian merupakan suatu perencanaan harian yang memungkinkan anak-anak mengantisipasi apa yang akan terjadi kemudian. Kunci sentralnya adalah merencanakan, melakukan, menilai ulang (plan-do-review). Asesmen yang digunakan High/scope adalah sistem Child Observation Record (COR) untuk memantau kemajuan perkembangan anak. Hal-hal yang diobservasi oleh guru adalah Inisiatif (cara anak mengekspresikan pilihannya), hubungan sosial (cara
berhubungan dengan teman), representasi kreatif (membangun, berpura-pura), musik dan gerakan (memiliki inisiatif gerakan saat mendengarkan tempo lagu), bahasa dan literatur (menghitung objek, menjabarkan jarak waktu).
c. Model Pembelajaran Montessori
Model pembelajaran Montessori mengacu pada pembelajaran yang dikembangkan Maria Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama yang lahir di Chiaravalle, sebuah propinsi kecil di Ancona, Italia pada thaun 1870. Reputasinya di bidang pendidikan anak dimulai setelah Montessori lulus dari sekolah kedokteran dan mulai bekerja di sebuah klinik psikiatri Universitas Roma. Perkerjaan tersebut membuat Montessori sering berinteraksi langsung dengan masalah cacat mental. Montessori meyakini bahwa definisi mental lebih merupakan masalah pedagogik daripada gangguan medis dan merasa bahwa dengan latihan pendidikan khusus, orang-orang cacat tersebut dapat terbantu. Pemikiran Montessori tersebut sangat membantu dan memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam pengembangan kemampuan anak yang memiliki cacat mental. Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental dilanjutkan dengan pendirian Casai Dei Bambini atau children’s house di daerah-daerah kumuh Roma pada tahun 1907.
Model pembelajaran Montessori meyakini bahwa pendidikan sudah dimulai ketika anak lahir. Model pembelajaran Montessori mempunyai landasan pemikiran bahwa bahwa dalam tahun-tahun awal seorang anak mempunyai “sensitive periods” (masa peka). Masa peka dapat digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi yang akan berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi ini akan mati dan tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, tepat pada waktunya. Montessori memberikan panduan periode sensitif atau masa peka ini dalam sembilan tahapan sebagai berikut:
USIA PERKEMBANGAN
Lahir – 3 tahun • Masa penyerapan toral (absorbed mind), perkenalan dan pengalaman sensoris/ panca indera.
1, 5 - 3 tahun • Perkembangan bahasa
1, 5 - 4 tahun • Perkembangan dan koordinasi antara mata dan otot- ototnya.
• Perhatian pada benda-benda kecil.
2 - 4 tahun • Perkembangan dan penyempurnaan gerakan- gerakan.
• Perhatian yang besar pada hal-hal yang nyata.
• Mulai menyadari urutan waktu dan ruang
2, 5 - 6 tahun • Penyempurnaan penggunaan panca indera.
3 - 6 tahun • Peka terhadap pengaruh orang dewasa
3, 5 - 4, 5 tahun • Mulai mencorat-coret.
4 - 4, 5 tahun • Indera peraba mulai berkembang
4, 5 - 5, 5 tahun • Mulai tumbuh minat membaca
Dasar pendidikan model pembelajaran Montessori menekankan pada tiga hal, yaitu:
1) Pendidikan sendiri (pedosentris)
Menurut Montessori, anak-anak memiliki kemampuan alamiah untuk berkembang sendiri. Anak-anak mempunyai hasrat alami untuk belajar dan bekerja, bersamaan dengan keinginan yang kuat untuk mendapatkan kesenangan. Selain itu, anak juga memiliki keinginan untuk mandiri. Keinginan untuk mandiri tersebut tidak muncul atas perintah dari orang dewasa melainkan muncul dari dalam diri anak sendiri. Dorongan-dorongan alamiah tersebut akan terpenuhi dengan memfasilitasi anak dengan aktivitas-aktivitas yang penuh kesibukan. Namun dalam kegiatan tersebut sebaiknya anak tidak dibantu melainkan harus berlatih sendiri.
2) Masa Peka
Masa peka merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan seorang anak. Ketika masa peka datang, maka anak harus segera difasilitasi dengan alat- alat permainan yang mendukung aktualisasi potensi yang dimiliki. Guru memiliki kewajiban untuk mengobservasi munculnya masa peka dalam diri anak agak dapat memberikan tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi anak.
3) Kebebasan
Model pembelajaran Montessori memberikan kebebasan kepada anak untuk berpikir, berkarya dan menghasilkan sesuatu. Hal ini dkarenakan masa peka anak tidak dapat diketahui kapan kepastian kemunculannya. Kebebasan ini bertujuan agar anak dapat mengaktualkan potensi anak sebebas-bebasnya. Model pembelajaran Montessori memfokuskan pada pengembangan aspek motorik, sensorik dan bahasa. Penekanan utamanyaditempatkan melalui pengambangan alat-alat indera. Model pembelajaran Montessori membebaskan anak untuk bergerak, menyentuh, memanipulasi dan bereksplorasi secara bebas. Langkah pembelajaran dalam model pembelajaran Montessori terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) langkah menunjukkan, (2) langkah mengenal, dan (3) langkah mengingat. Contoh: langkah menunjukkan: Seraya memperlihatkan kertas berwarna merah, guru mengakatan, “Ini merah!” begitu juga warna yang lainnya, langkah mengenal: guru mengacaukan kertas-kertas berwarna dan berkata kepada anak, “Ambillah merah!”, langkah mengingat: dari kertas-kertas berwarna yang telah dikacaukan, guru mengambil sehelai kertas dan bertanya, “Ini warna apa?”
d. Model Pembelajaran Reggio Emilia
Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan contoh model pembelajaran anak usia dini yang dicetuskan oleh Loris Mallaguzzi. Model pembelajaran Reggio Emilia membantu anak-anak untuk belajar dengan membangun konstruksi pembelajarn mereka sendiri, dimana anak-anak dapat belajar sesuai dengan tingkatan usianya yang semuanya dilakukan dengan cara berpikir yang rkspresif, komunikatif dan ilmiah. Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan sebuah model pembelajaran yang mengarah kepada kepentingan dari anak itu sendiri secara seutuhnya. Model pembelajaran Reggio Emilia menerapkan pembelajaran proyek yang merupakan pengkajian yang lebih mendalam mengenai topik atau konsep yang sangat berarti bagi anak. Proyek dapat dilakukan oleh anak-anak selama beberapa hari atau beberapa minggu. Proyek yang diambil oleh anak-anak berdasarkan pada pengalaman dan konsep nyata kehidupan. Perencanaan berdasarkan model pembelajaran proyek berusaha meningkatkan proses berpikir anak, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan negosiasi-sosial. Prinsip model pembelajaran Reggio Emilia adalah sebagai berikut:
i. Kurikulum emergent
Kurikulum dibangun berdasarkan minat anak-anak. Topik untuk pembelajaran diperoleh melalui pembicaraan dengan anak-anak, sampai kepada masyarakat atau peristiwa keluarga, seperti halnya minat atau kesukaan anak-anak. Perencanaan kelompok merupakan suatu komponen penting dalam pembelajaran.
ii. Proyek (pekerjaan)
Proyek merupakan suatu pembelajaran mengenal konsep secara lebih mendalam terhadap gagasan dan minat yang muncul dalam kelompok.Proyek dapat dilaksanakan selama satu minggu atau dapat berlanjut sepanjang tahun pelajaran. Sepanjang proyek, guru membantu anak-anak untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran, seperti tata cara meneliti topik dalam pembelajaran dalam kelompok anak.
iii. Kerja sama/kolaborasi
Kerja sama/kolaborasi dipertimbangkan dalam model pembelajaran Reggio Emilia untuk membantu pemahaman koksep pada anak. Anak-anak diarahkan untuk melaksanakan diskusi, dialog, kritik, membandingkan, membuat hipitesis dan memecahkan masalah. Model pembelajaran Reggio Emilia memfokuskan pada keseimbangan antara pengembangan kemampuan idividu dan keanggotaan kelompok.
iv. Guru sebagai peneliti
Peran guru dalam model pembelajaran Reggio Emilia sangat kompleks. Selain aktif sebagai pendidik, peran guru yang bertama dan utama adalah sebagai pembelajar bersama anak-anak. Selain itu, guru juga merupakan peneliti dan sebagai peneliti guru harus dengan seksama menyimak/mendengarkan, mengamati, dan mendokumentasikan pekerjaan anak-anak dan pertumbuhan komunitas agar dapat merangsang proses berpikir dan kerja sama anak-anak dengan sebayanya.
v. Dokumentasi
Serupa dengan portofolio, dokumentasi merupakan perekaman semua bukti proses pembelajaran yang memberikan gambaran ketika anak-anak sedang terlibat dalam pembelajaran atau ketika sedang melakukan sesuatu, penggunaan kata-kata yang mereka ucapkan, perasaan dan pemikiran anak-anak. Dokumentasi digunakan sebagai asesmen dan pertimbangan bagi guru untuk melakukan sesuatu.
vi. Lingkungan
Dalam model pembelajaran Reggio Emilia, lingkungan dipertimbangkan sebagai guru yang ketiga. Para guru sangat berhatihati dalam menata ruangan untuk pembelajaran anak baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, sekaligus ruangan untuk penataan hasil karya anak. Kompetensi pembelajaran dalam model pembelajaran Reggio Emilia adalah:
a) Mengkomunikasikan kekuatan ide-ide dan hak-hak anak, potensi, dan sumber-
seumber yang seringkali terabaikan
b) Mempromosikan studi, penelitian, eksperimen dalam pembelajaran dengan konteks pembelajaran yang aktif, konstruktif dan kreatif.
c) Meningkatkan profesionalisme guru, mendukung suatu kesadaran yang tinggi terhadap nilai-nilai kerjasama dan kebermaknaan hubungan antara anak dan keluarganya.
d) Menjadikan topik utama dari nilai-nilai penelitian, observasi, interpretasi dan dokumentasi dari pengetahuan yang dibangun dari proses berpikir anak.
e) Mengorganisasikan kunjungan terbimbing ke dalam program pendidikan, pameran budaya, seminar, dan kursus-kursus dalam isu pendidikan dan budaya anak usia dini.
Peranan guru dalam pendidikan dengan model pembelajaran Reggio Emilia adalah untuk membantu bagi anak dalam pengalaman belajar anak, mendorong agar anak mengeluarkan ide-ide, cara pemecahan masalah dan konflik, mengatur kelas dan benda-benda yang ada di kelas agar menjadi tempat yang menyenangkan, mengatur jenis barang-barang di kelas agar dapat membantu anak membuat keputusan mengenai benda-benda yang akan digunakan, mendokumentasikan perkembangan anak melalui visual, videotape, tape recorder, dan portfolio, membantu anak melihat hubungan yang ada antara pembelajaran dan pengalaman yang didapatnya, membantu anak mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapatkan atau miliki melalui bentuk-bentuk presentasi, membentuk hubungan yang baik dengan guru-guru lainnya dan para orang tua, membuat dialog dan diskusi mengenai projek-projek yang dilakukan dengan para orang tua dan guru lainnya, menjaga bentuk hubungan yang sudah terbentuk dalam diri anak antara rumahnya, sekolah, dan komunitas lainnya.
Pandangan model pembelajaran Reggio Emilia terhadap suatu proyek pembelajaran adalah:
a) Memunculkan ide-ide yang diberikan anak atau dari minat anak.
b) Projek dapat diprovokasi oleh guru untuk membantu perkembangan anak.
c) Projek dapat diperkenalkan oleh guru melalui hal-hal yang menjadi minat anak.
Misalnya: gedung-gedung tinggi, bentuk bangunan.
d) Projek harus merupakan sesuatu yang membutuhkan banyak waktu dalam pengerjaannya agar dapat berkembang dalam pengerjaannya, sehingga anak dapat mendiskusikan ide-ide baru untuk melanjutkan pengerjaan projek, untuk bernegosiasi (dengan teman kelompok atau teman-teman sekelas mengenai bagaimana mengerjakan projek tersebut), dan untuk melatih anak mengurangi konflik.
e) Projek harus memiliki bentuk yang kongkrit, menyangkut pengalaman yang ditemui anak dalam kehidupannya, penting bagi anak untuk lebih mengetahuinya, dan harus cukup ‘besar’ untuk memuat perbedaan pendapat. Selain itu, projek juga harus kaya akan ekspresi dalam penyajiannya.
3. Latihan
a. Lakukanlah observasi pada salah satu lembaga pendidikan anak usia dini untuk melihat model pembelajaran yang diterapkan.
b. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran aktif.
c. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model
pembelajaran keterampilan hidup.
d. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran berbasis masyarakat
e. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran proyek.
MODEL- MODEL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
a. Model Pembelajaran High/scope
Pendekatan high scope pada awalnya dikembangkan untuk anak anak luar biasa dari lingkungan miskin di Ypsilanti, Michingan. Pada tahun 1962, David P. Weikart, direktur
pelayaan khusus dari Ypsilanti Public School, yang menamakan Perry Preschool Project (yang kemudian dikenal sebagai High/Scope Preschool Project). Weikart mendesain proyek ini untuk merespon kegagalan yang senantiasa terjadi pada murid SMA dari lingkungan miskin Ypisilanti. Sepanjang tahun tersebut, anak- anak secara konsisten dinilai dalam tingkat bawah dalam te kecerdasaan dan tes prestasi akademik. Ditandai oleh tren atau situasi ini, Weikart mencari penyebab dan penyelesaiannya. Weikart menyimpulkan bahwa rendahnya skor IQ direfleksikan oleh terbatasnya kesempatan bagi sekolah untuk melakukan persiapan daripada karena kecerdasaan bawaan anak. Weikart juga menyimpulakan bahwa pencapaian siswa yang rendah di sekolah menengah berkorelasi dengan keadaanya di sekolah dasar.
Weikart kemudian mencoba untuk memberikan intervensi bagi anak usia 3-4 tahun,
dengan tujuan untuk menyiapkan anak anak pra sekolah dari lingkungan miskin ini agar bisa sukses di sekolah. Untuk mendukung gagasan ini, Weikart meminta ijin untuk menyelenggarakan program pendidikan pra sekolah yang berlokasi disebuah pusat komunitas kemudian pindah ke Perry Elementary School. Pada tahun 1970, Weikart meninggalkan sekolah umum tersebut dan mendirikan High/scope EducationalResearch Foundation. Program pendidikan High/Scope merupakan salah satu model pembelajaran yang merujuk pada teori Piaget Pendekatan ini menekankan identifikasi terhadap keadaan anak berdasarkan pada tingkatan perkembangan dengan menguji pada pemenuhan kekuatannya. Proyek High/scope memandang jarn dalam keampuan dan ketidakmampuan perilaku anak seusia dalam kelompoknya sebagai keterlambatan perkembangan, bukan sebagai penyimpangan. Berdasarkan pada tugas mereka dalam tujuan ini, guru kemudian berinisatif menggunakan pendeatan yang sesuai dengan perkembangan (DAP=Developmentally appropriate Practice)dalam pembelajaran dalam kelas DAP merupakan tujuan jangka panjang dalam proyek ini. Tujuan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan anak dengan menggunakan berbagai macam kegiatan seni dan gerak; untuk mengembangkan kemampuan mereka terhadap objek bedasarkan konsep pendidikan; untuk mengembangkan kemampuan berbicara mereka, dramatisi, dan kemampuan grafikal yang dipresentasikan melalui pengalaman dan mengkomunikasaikan pengalaman mereka terhadap sesama teman atau orang dewasa; untuk mengembangkan kemampuan bekerjasama dengan orang lain; membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukan sesuatu; dan merencanakan penggunaan waktu dan energi mereka; dan untuk mengembangkan mereka dalam menerapkan perolehan kemampuan pemikiran baru mereka dalam jangkauan yang luas dan natural berdasarkan situasi dan dengan menggunakan berbagai macam material.
Kurikulum High/scope akan membantu anak-anak prasekolah menjadi lebih independen, bertanggung jawab dan menjadi pembelajar yang percaya diri. Selain itu dalam pembelajaran di High/Scope anak-anak akan dilibatkan pada pembelajaran melalui keterlibatan yang aktif terhadap alat alat permainan yang ada. Orang orangyang terlibat dalam pembelajaran dan gagasan gagasan yang muncul, anak-anak pra sekolah akan belajar juga membuat perencanaan sendiri dan berlatih menerapkannya untuk mencapai pengetahuan dan kemempuan yang dibutuhkan oleh mereka untuk membangun landasan yang kuat bagi pembelajaran mereka selanjutnya.
Kurikulum High/Scope harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1) Belajar aktif
Anak anak terlibat secara langsung dalam pembelajaran, pengalaman bersentuhan langsung dengan orang orang, benda benda gagasan gagasan dan peristiwa. Pengalaman pembelajaran aktif akan membantu anak anak membengun pengetahuan mereka, seperti: belajar konsep, membentuk gagasan, menciptakansimbol dan abstraksi mereka sendiri. Sebagai fasilisator, yang akan mengobservasi dalam berpartisipasi dalam
kegiatan anak anak, guru akan dipandu oleh beberapa kunci pengalaman bahwa seluruh anak perlu untuk memiliki bagian dari kecerdasan motorik, fisik sosial dan perkembangan emosi.
Terdapat 10 kunci kategori, antara lain:
a) Representasi kreatif,
b) Bahasa dan Keaksaraan,
c) Hubungn Sosial dan Inisiatif, d) Gerak,
e) Musik,
f) Klasifikasi, g) Serasi,
h) Angka,
i) ruang, dan j) Waktu
Kunci pengalaman ini akan sangat berperan dalam pemerolehan sosial saat ini
dan yang akan datang serta kemampuan akademik yang dibutuhkan agar sukses
di sekolah.
2) Interaksi dengan Orang Dewasa
Orang dewasa mengamati dan berinteraksi dangan anak- anak pada level mereka untuk menemukan bagaimana setiap anak berpikir dan mencari alasan. Orang dewasa mengzinkan anak untuk mengambil kontrol dalam pembelajarn individual mereka. Mereka juga mendukung motivasi dari dalam diri anak dalam pembelajaran dengan cara: Mengatur jadual dan lingkungan Memperhatikan iklim sosial yang kondusif Mendukung penyelesaian konflik yang konstruktif Menginterpretasi tindakan anak anak dalam bagian kunci pengalaman Merencanakan pendalaman pembelajaran aktif yang berdasarkan pada minat dan kemampuan anak.
3) Lingkungan Pembelajaran
Ruang kelas disusun dalam lima atau lebih pusat minat. Area area ditandai dengan nama sederhana sehingga dapat memberikan pengertian kepasa anak, seperti ”area buku”,
”area rumah” dan didefinisikan secara jelas. Variasi bahan bahan dalam menemukan jalan anak, menggunakan, dan menggembalikan apa yang telah mereka selesaikan. Pengaturan seperti ini akan mendukung anak untuk menemukan dan menggunakan bahan untuk bereksplorasi, menemukan dan belajar tentang dunia mereka. Secara terperinci, lingkungan pembelajaran dalam pembelajaran High/ Scope Curriculum harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain:
a. Sekolah harus menyediakan lingkungan fisik pembelajaran yang kondusif untuk belajar dan merefleksikan tahapan yang berbeda dalam perkembangan masing- masing anak.
b. Seolah harus menyediakan ruang yang layak untuk melakukan seluruh program kegiatan.
c. Pusat ruang harus disusun dalam area yang fungsional yang dapat dikenali oleh anak dan mengizinkan terjadinya interaksi sosial dan aktifitas individual.
Selain itu, peralatan, permainan anak dan furniture dalam sekolah High/ Scope harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
Harus menyediakan/ mengatur peralatan yang cukup, baik mainan anak, alat-alat, dan furniture untuk memfasilitasi partisipasi antara anak dan orang dawasa. Karena itu sekolah harus: (a) mendukung objeksivitas pendidikan yang spesifk dan program lokal, (b) mendukung latar belakang budaya dan etnis anak, (c) sesuai dengan usia, aman, dan mendukung kemampuan dan perkembangan setiap anak, (d) mudah dijangkau, atraktif, dan mendorong minat penemuan anak, (e) didesain untuk menyediakan berbagai jenis pegalaman
belajar dan menyemangati setiap anak untuk melakukan eksperimen dan eksplorasi, (f) aman, tahan lama, dan tetap terjaga dalam kondisi yang baik, (g) disimpan dalam tempat yang aman dan tetap dalam petunjuk yang rapi dalam kondisi yang baik.
Sasaran jangka panjang kurikulum High/Scope adalah keseimbangan akademik, sosial, emosional dan aspek fisik. Yang termasuk dalam aspek sosial-emosional adalah kemampuan interpersonal dan kemampuan intrapersonal.
Kemampuan interpersonal:
• Kemampuan mengertiorang lain
• Kemampuan berempati
• kemampuan bekerjasama
• kemampuan berkomunikasi
• Kemampuan rasa tanggung jawab
Kemampuan intrapersonal:
• Percaya diri
• Kreatif
• Jiwa sosial kebijakan
• Kemandirian
• Kritis
Untuk membantu anak anak agar mereka sukses dalam pembelajaran dan belajar bertanggung jawab terhadap sekolah dan kehidupannya maka sekolah High/scope akan menyediakan suatu daftar kegiatan harian yang seimbang antara kegiatan yang merupakan atas inisiatif anak dangan aktivitas yang melbatkan orang dewasa secara langsung termasuk kegiatan yang bersifat individual maupun kegiatan kelompk. Kegiatan kelompok juga harus mendukung perkembangan sosial-emosi anak dengan merencanakan kegiatan rutin dan transisi yang tepat sehingga anak- anak dapat memperkiran cara yang akan dilakukan. Setiap harinya program High/Scope memiliki perencanaan kegiatan yang sama, menyediakan kerangka kerja yang kosisten untuk orang dewasa dan anak. Rangkaian perencanaan-tindakan- review (plan-do- review) harian adalah sebuah kegiatan inti High/Scope yang memberikan kebebasan kepada anak untuk:
• mempertimbangkan minatnya
• membuat rencana
• mengikuti kehendaknya
• menggambarkan pengalaman
Dibalik rangkaian rencana-pelaksanaan-review di atas, pengaturan jadwal sehari hari juga mengizinkan anak beertemu dan berkumpul dalam sebuah kelompok kecil atas inisatif orang dewasa yang didasari oleh minat anak, kebutuhan, dan tingkat perkembangan mental anak dan melibatkannya dalam sebuah aktivitas berdasarkan kelompok dalam berinteraksi sosial, musik dan pergerakan fisik.
Assesmen adalah kunci praktisi, ini memungkinkan mereka untuk:
• memahami tingkat perkembangan mental anak
• mengidentifikasi minat yang dinyatakan
• mengamati kunci pengalaman yang melibatkan setiap anak
Guru-guru dalam kelas High. Scope mencatat perilaku anak, pengalaman, dan minat.Merekamenggunakancatatan-catatannyauntukmenilaiperkembangan dan merencanakan aktivitas yang akan datang guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Proses assesmen ini memerlukan:
• perencanaan kelompok
• catatan pengamatan harian
• kumpulan catatan rekaman tiap semester
Catatan - catatan ini juga digunakan sebagai keterangan orang tua untuk membantu agar lebih baik mengerti perkembangan anak.
b. Model pembelajaran Bermain Kreatif
Model pembelajaran bermain kreatif mulai dikembangkan pada tahun 1985 di Universit y
of Tnnessee, Knoxville yang dilandasi oleh teori Piaget dengan pendekatan konstruktivis. Model pembelajaran bermain kreatif dengan pendekatan pembelajaran konstruktivis merupakan sebuah konsep pembelajaran dengan dasar teori perkembangan anak dimana anak akan membangun pengetahuannya sendiri. Pendekatan konstruktivis memberikan pendidikan yang menyeluruh pada anak usia dini. Konsep model pembelajaran bermain kreatif tersebut terdiri dari praktek pembelajaran untuk anak, konten area untuk anak, seperangkat asesmen untuk mengukur tingkah laku dan kemajuan anak, dan model pelatihan untuk membantu orang dewasa dalam mendukung perkembangan anak. Pembelajaran disusun berdasarkan kepercayaan bahwa anak belajar dengan baik melalui pembelajaran yang aktif (active learning), pengalaman langsung, interaksi dengan orang dewasa, kejadian dan ide-ide. Ruang-ruang kelas ditata sedemikian rupa dengan sangat selektif, berhati-hati agar pembelajaran aktif pada anak dapat terjadi. Area dibagi berdasarkan area minat anak yang diatur dalam permainan yang spesifik, seperti area balok, area perpustakaan, area rumah tangga, area memasak, area pasir dan air, area seni.
1) Area Balok
Balok adalah peralatan yang standar untuk kelas anak-anak yang pertama dan itu penting untuk mengimplementasikan Kurikulum Kreatif. Balok-balok kosong cocok untuk anak-anak yang menyukai permainan dramatik. Dalam waktu yang singkat balok- balok yang besar ini menjadi sebuah boneka, rumah, sebuah bis, atau alat pemadam kebakaran. Unit balok-balok ini menyediakan sebuah kekayaaan dalam belajar aktivitas
ini yang mengizinkan anak-anak untuk mendapatkan konsep-konsep dalam matematika,
pengetahuan alam, geometri, ilmu sosial, dan banyak lagi. Balok kayu adalah kebutuhan yang alami untuk anak kecil karena balok-balok itu halus, keras dan simetris. Anak- anak suka untuk mengembangkan karakter fisik balok-balok itu dengan menyentuhnya, mengusapnya, dan memukul balok-balok itu bersama untuk mendengarkan suara balok- balok itu. Balok kayu adalah permaianan material yang mengajak anak-anak untuk menciptakansesuatu yang mau. Di sini tidak ada cara yang benar atau salah untuk meciptakansesuatu dengan balok-balok itu-anak-anak dapat membuatnya semau mereka.Kadang-kadang anak-anak memulai dengan sebuah idea apa yang mereka inginbuat, dan juga desain tiga dimensi ini berkembang sesuai bagaimana anak-anak menempatkan balok bersama secara acak atau dengan pola. Seperti senilainnya, kreasi anak-anak menghasilkan dengan balok- balok tersebut seringmengingatkan mereka pada apa yang pernah mereka lihat, jadi mereka mulaiuntuk menamakan apa yang mereka ciptakan: rumah, jala, atau pesawat roket.
Membangun balok penting untuk perkembangan kognitif (kemampuan untuk memandang sesuatu). Seperti pengalaman anak-anak dengan dunia sekelilingnya, mereka membentuk gambaran di pikiran mereka dari apa yang mereka lihat. Bermain dengan balok memberi mereka sebuah kesempatan unutk menciptakan kembali gambar- gamabar ini dalam bentuk nyata. Kemampuan menciptakan ini yang mewakilkan pengalaman pengalaman mereka adalah sesuatu kemampuan penting dimulai dari pikiran yang abstrak. Terlebih lagi, karena balok-balok didesain dalam unit matematika, anak-anak bermain dengan itu mendapat pengertian yang nyata dari konsep yang penting untuk berpikir logis. Mereka belajar tentang ukuran, bentuk, jumlah, jenis, area, panjang, dan berat sebagai apa yang mereka pilih, ciptakan, dan membersihkan balok- balok.
Balok-balok permainan yang bernilai untuk perkembangan fisikal. Anak anak menggunakan otot-otot besar mereka untuk membawa balok-balok dari satu tempat yang satu ke tempat yang lain. Mereka menempatkan balok-balok bersam dengan cermat untuk membentuk sebuah jembatan atau desain yang rumit, mereka menyempurnakan otot-otot kecil di tangan mereka, yang penting untuk menulis.
Kompetensi Pembelajaran
Anak-anak dapat merealisasikan banyak keuntungan dari permainan balok saat guru mereka menetapakan Kompetensi yang realistik dan cocok untuk perkembangan mereka. Urutan di bawah adalah contoh Kompetensi yang dapat anda tempatkan sebagai anak-anak yang bermain dengan balok-balok.
a) Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosi
• Bekerja dengan bebas dan dalam sebuah kelompok (memutuskan kapan, bagaimana, dan dengan siapa mereka bermain.)
• Menunjukkan kebutuhan, konsentrasi, dan ketakutan dalam jalan social yang dapat diterima (menciptakan rumah sakit atau gua dengan monster dan bermain membuat kepercayaan)
• Berbagi dan bekerjasama dengan yang lain (menjual barang dan tiang dan merencanakan proyek pembangunan bersama)
• Mendemonstrasikan kebanggaan dalam menyelesaikan dan sebuah konsep diri sendiri yang positif (membagikan bangunan mereka dengan berbicara mengenai apa yang mereka ciptakan)
b) Kompetensi dari perkembangan kognitif:
• Mengembangkan sebuah pengertian tentang konsep, berat, dan area (membawa balok dan menggunakan balok-balok dalam konstruksi)
• Mengklasifikasikan dan menyusun objek dengan ukuran, bentuk, dan fungsi
(menempatkan balok-balok dalam ukuran yang sama)
• Membuat kegunaan prinsip-prinsip fisikal (mengembangkan berat, stabilitas, persamaan, keseimbangan, dan kekuatan untuk mengungkit )
• Memprediksikan penyebab dan efek persahabatan (melihat seberapa tinggi mereka
dapat membangun mereka sebelum balok balok itu jatuh)
• Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konstruksi (membuat jembatan atau langkah-langkah membuat rumah)
• Mengorganisasikan dalam sebuah baris (membuat balok dari rendah ke tinggi dan
menghitung dengan benar)
• Menggunakan tambahan, dasar dan pecahan (menetapkan berapa banyak balok yang diperlukan untuk mengisi jarak yang kosong)
• Mengembangkan kemampuan membaca dan menulis (membuat tanda untuk bangunan)
c) Kompetensi dari Perkembangan Fisikal:
• Menggunakan kemampuan otot kecil dan besar (memegang, mengangkat, menempatkan dan menyeimbangkan balok-balok)
• Mengembangkan koordinasi antara mata dan tangan (menempatkan balok pada pola yang benar)
• Mengontrol tempat objek-objek (bawah, atas, di atas, di bawah, di atas, dari, dan di sebelah saat berkontraksi dengan balok-balok)
2) Area Seni
• Sebagian besar anak kecil biasanya menyenangi seni. Mereka menyukai proses penggunaan cat ke kertas, menempel-nempelkan, memukul-mukul lilin. Bekerja dengan material seni menawarkan anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan warna, bentuk, rancangan, dan tektur. Menggunakan material seni seperti lukisan, lilin, spidol, krayon, kanji dari tepung jagung, dan susunan benda- benda potongan kertas, anak-anak
mengekspresikan ide dan perasaan pribadi. Dengan mereka memperlihatkan kreasi dan anak-anak yang lain, mereka belajar menghargai perbedaan. Untuk anak kecil, proses menciptakan adalah yang paling penting, bukan apa yang mereka buat.
• Karya seni menguntungkan semua aspek perkembangan anak. Saat anak menggambar, melukis, dan potongan kertas. Mereka bereksperimen dengan warna, garis, bentuk dan ukuran. Mereka menggunakan cat, bahan-bahan dan kapur untuk membuat pilihan, mencoba ide, rencana, dan eksperimen.
• Mereka mempelajari tentang sebab-akibat saat mencampur warna, melalui mencoba dan gagal, mereka belajar menyumbangkan. Melalui seni mereka, anak belajar mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangan mereka terhadap dunia. Seni merupakan media yang membiarkan anak-anak merubah apa yang mereka tidak bisa ucapkan dengan kata-kata dengan terlihat dengan berbagai seni memberikan percaya diri dan kebanggaan.
• • Seni juga memberikan kesempatan untuk pembentukan fisik. Saat anak-anak merobek kertas untuk mengguntuing kertas, mereka menyempurnakan otot-otot kecil membuat garis dan bentuk-bentuk dengan spidol dan pinsil warna membantu anak- anak membentuk otot-otot motorik yang diperlukan untuk menulis. Seni menyenangkan dan melegakan untuk anak-anak. Seni membuat mereka belajar banyak keahlian, mengekspresikan diri, menghargai keindahan, dan bersenang-senang semua pada saat yang sama.
Kompetensi Pembelajaran
Guru dapat memilih berbagai Kompetensi untuk anak bekerja sambil menjelajah dan menggunakan materi-materi. Kompetensi pembelajaran dapat membantu guru merencanakan pengalaman seni yang sesuai. Dengan menentukan kompetensi, guru dapat lebih mudah menentukan media seni dan kegiatan yang akan membantu anak memperluas dan meningkatkan kemampuan mereka.
Meskipun Kompetensi pilihan harus merefleksikan usia dan minat anak, Anda perlu mempertimbangkan Kompetensi- Kompetensi berikut ini :
a) Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosional
• Mengekspresikan perasaan (memilih warna terang untuk lukisan agarsesuai mood)
• Belajar menyalurkan frustasi dan amarah yang dapat diterima di lingkungan (memukul lilin)
• Melepas Individualitas (menggambar labu yang beda dengan warna dan desain orisinal)
• Merasakan kebanggaan (membuat mobil yang digantung di kelas)
• Berbagi dan bekerja sama dengan sesama (bekerja sama dalam membuat lukisan dinding)
b) Kompetensi Untuk Perkembangan Kognitif
• Mengembangkan kreatifitas (memadukan materi dan tekstur)
• Membentuk pemahaman tentang sebab-akibat (observasi apa yang terjadi saat cat biru +
kuning)
• Melabel bentuk dan benda (melukis lingkaran kuning dan menamakannya matahari)
• Memecahkan masalah
• Membentuk kemampuan merencanakan (menentukan warna apa yang didahulukan)
c) Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik
• Membentuk otot kecil (mewarnai dengan spidol)
• Menyempurnakan koordinasi mata-tangan
• Belajar arah (melukis lingkaran dengan 1x sapuan kuas)
3) Area Memasak
Memasak memperkenalkan anak-anak kepada pengalaman di dunia makanan untuk pertama kalinya. Mereka tidak hanya mempelajari bagaimana makanan disiapkan tetapi juga bagaimana makanan itu mempengaruhi kesehatan dan kebahagiaannya. Kegiatan memasak menawarkan kepada anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan makanan, kesempatan menjadi kreatif dan kesempatan untuk menyiapkan makanan ringan bernutrisi. Hal ini dapat menjadi pemikiran tentang “Kemampuan Bertahan Hidup” yang menjadi dasar bagi pendidikan semua anak-anak baik lagi-laki ataupun perempuan.
Memasak dapat menjadi salah satu aktifitas yang paling menyenangkan di dalam kelas.
Tidak hanya dalam menyiapkan makanan yang menyenangkan, tetapi juga sebagai laboratorium nyata untuk belajar. Sebagai anak-anak yang baru mengerti, mereka belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan. Pada saat mereka mengukur secangkir susu untuk sebuah resep membuat puding, mereka belajar tentang pengukuran dan isi. Mereka mengaduk mentega kacang, mencampur adonan biskuit, dan mengupas wortel. Mereka mengembangkan kemampuan fisik dan menambah kosa kata mereka. Membuat humus akan mengajarkan kepada anak-anak tentang nutrisi dan kebudayaan yang baik. Ketika anak-anak membuat makanan ringan mereka di pagi hari, anak-anak memulai pekerjaan hingga selesai dan bisa berbangga hati dengan penyelesaian itu. Memasak mempengaruhi penginderaan anak-anak dan menambah kekayaan dalam mendapat kesempatan. Salah satu aspek yang paling mempengaruhi dalam memasak bagi anak-anak adalah ternyata dalam memasak anak-anak diizinkan melakukan kegiatan lebih sedikit dibandingkan dengan kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang dewasa. Pada sudut balok, mereka membuat jalan dan jembatan bohongan. Pada sudut rumah mereka membayangkan menjadi orang tua, guru, dan dokter. Dalam memasak mereka hanya memiliki kesempatan untuk bertingkah laku hanya seperti anak-anak yang dalam masa pertumbuhan- sebuah perlakuan yang jarang bagi anak-anak.
Banyak guru anak-anak usia dini merasa bahwa pengalaman memasak merupakan program
yang alami dan mereka memasukkan kegiatan memasak sebagai suatu pilihan kreatifitas secara reguler. Ada pula guru yang lainnya yang meniadakan kegiatan memasak sampai mereka merasa bahwa anak anak sudahterbiasa dengan kegitan rutin di dalam kelas, dapat memilih kegiatan-kegiatannya dan bekerja dengan bebas. Dikarenakan pengawasan adalah sesuatu yang penting untuk memastikan keamanan anak, anda mungkin menginginkan untuk mempertimbangkan jadual memasak pada hari-hari tertentu ketika seorangsukarelawan bersedia memberikan bantuan di dalam kelas. Faktor yang paling penting dalam membuat keputusan untuk memasukkan kegiatan memasak ke dalam program anda adalah tingkat kesenangan anda dan kemampuan anda untuk menentukan waktu yang dibutuhkan dalam merencanakan dan menyiapkan kegiatan memasak tersebut.Jagalah agar anak-anak sehat dan aman adalah yang utama. Prioritaskan untuk memulai program memasak dengan mengetahui dengan baik tentang alergi makanan yang diidap anak-anak, sebaik anda mempercayai dan memilih keluargauntuk ikut terlibat dalam program ini. Konsultasikan data anak dan orang tua untuk informasi ini. Ulangi semangat dalam modul ini ketika anda memiliki waktu dan menemukan satu atau dua ide yang anda rasa siap untuk dicoba.
Keberhasilan anda dalam mengimplementasikan sebuah pengalaman memasak atau mendirikan sebuah area memasak , dan antusias anak-anak untuk memilih kegiatan ini, mungkin memberi anda inspirasi untuk menjadikan kegiatan lebih berambisi.
Kompetensi Pembelajaran
Ketika berpikir tentang memasak, Kompetensi utama kita mungkin untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang pentingnya sebuah ketrampilan menoling diri sendiri atau untuk memasang sebuah pondasi untuk lingkungan dengan nutrisi yang baik. Tetapi memasak
merupakan kegiatan yang menarik untuk membantu anak-anak tumbuh dalam semua aspek social-emosional, kognitif, dan fisiknya. Saat kita memilih kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dengan anak-anak di dalam kelas, perhatikan hal-hal dibawah ini:
a) Kompetensi untuk Perkembangan Sosio Emosional
• Bekerjasama dalam kelompok kecil (membuat roti)
• Mengembangkan ketrampilan menolong diri sendiri (menyediakan makanan ringan untuk diri sendiri)
• Menyelesaikan sebuah perintah (menyediakan sebuah resep dari mulai hingga selesai, termasuk bersih-bersih)
• Mengembangkan kemandirian (mengikuti sebuah resep melalui gambar tanpa bantuan orang dewasa)
• Menunjukkan perhatian (berbagi dan bergiliran ketika bekerja dengan teman yang lain)
• Mengembangkan kebanggaan terhadap diri sendiri dan kebudayaan yang kita warisi
(menyiapkan dan menyediakan sebuah resep keluarga)
b) Kompetensi untuk Perkembangan Kognitif
• Belajar tentang nutrisi (menyiapkan sebuah makanan ringan yang sehat) Memecahkan masalah (menjelaskan seberapa tinggi mengisi cetakan muffin yang diperbolehkan dengan adonan agar bertambah tinggi)
• Mengembangkan ketrampilan membaca awal (menghubungkan gambar dalam kartu resep dengan tulisan dibawahnya)
• Membangun pondasi untuk mengenal konsep matematika seperti mengurutkan dan pengukuran (mengisi sebuah teko dengan empat cangkir air)
• Belajar tentang menggunakan makanan secara ilmiah (memutar cream ke dalam mentega dengan penuh semangat akan menggoncangkan cream tersebut)
• Mengekspresikan kreatifitas (membuat kue kering yang asin dengan bentuk- bentuk yang
tidak tradisional)
c) Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik
• Mengembangkan kontrol motorik halus (mengambil seledri, mengaduk mentega, dan memeras lemon)
• Menyeimbangkan koordinasi mata-tangan (memecahkan telur)
• Belajar tentang petunjuk /tanda-tanda (menggunakan sebuah kocokan)
4) Area Pasir dan air
Hampir setiap orang menyukai rasa santai berjalan telanjang kaki diatas pantai berpasir atau berendam di dalam bak mandi berair hangat. Anak – anak sebagaimana juga orang dewasa hampir secara naluri tertarik pada pasir dan air. Daya tarik alami yang dimiliki anak akan bahan - bahan ini menjadikan anak- anak sempurna untuk kelas anak usia dini. Karena kebanyakan anak-anak telah terbiasa dengan bahan- bahan ini, mereka suka sekali menelitinya. Dengan air yang menyegarkan pada kulit mereka atau rasa senang mengayak pasir dengan jari-jari mereka sulit untuk dicegah.
Permainan anak-anak dengan pasir dan air ini tentu saja membantu dalam pembentukan macam-macam keterampilan mereka. Dengan menciduk air dan menapis pasir, anak memperbaiki keterampilan fisik mereka. Secara bersama-sama meniup gelembung- gelembung air atau membuat benteng pasir, mereka mengembangkan keterampilan sosialnya. Pada waktu yang sama, mereka meningkatanketerampilanpengenalan, karenamerekamemeriksamengapabenda- benda tertentu tenggelam dalam air dan yang lain terapung. Main pasir dan air bisa berupa dua aktivitas yang berbeda atau terpisah. Masing- masing memberikan anak banyak kesempatan belajar. Sebagai benda cair, air bisa dipercikan, dituang, dan dibekukan. Sebagai benda padat/kering, pasir dapat disaring,
digaruk, dan disekop. Permainan terpisah atas masing-masing benda itu dapat mempertebal rasa sosio emosional anak, kognitif dan pertumbuhan fisik.
Namun bagaimanapun, permainan pasir dan air penting karena dua alasan. Pertama, pasir dan air adalah keduanya benda alam yang menjadi kesukaan bagi anak, yang menimbulkan jenis ekplorasi dan belajar. Kedua, permaina pasir dan permaian air meningkat ketika keduanya menjadi satu untuk membentuk tiga tipe permainan - permainan pasir basah. Anda tentunya dapat menggunakan permainan air dan pasir sebagai aktivitas tersendiri. Namun bagaimanapun, dengan menggabungkan kedua tipe permainan dalam satu area bisa mengembangkan manfaat terpisah dari keduanya. Permainan pasir basah membuat anak - anak mengalami dasar matematika dan sains tangan pertama. Ketika anak - anak mencampurkan pasir dan air, mereka mendapatkan bahwa mereka telah mengubah sifat keduanya, pasir yang kering menjadi kuat dan airnya terserap. Tekstur/ bentuk kedua benda itu berubah juga. Tidak seperti pasir yang kering atau air cair, pasir yang kering bisa
di bentuk. Secara individual dan bersama - sama permainan pasir dan air dapat secara efektif menarik dan menyejukan otak dan raga anak.
Anak mendapat manfaat paling banyak dari permaian pasir dan air apabila guru-guru membimbing interaksi mereka. Dengan membuat pola – pola pengajaran yang spesifik bagi anak-anak, anda dapat mengasuh pertumbuhan dan perkembangan mereka. Daftar berikut ini menunjukan beberapa sasaran yang dianjurkan bagi permaianan anak - anak di area.
Kompetensi Pembelajaran
a) Kompetensi Pengembangan Sosial Emosional
• Bermain secara bekerja sama (berbagi alat - alat yang di gunakan untuk permainan air bersama dengan anak - anak yang lain)
• Menjajaki peran social (memandikan boneka dan mencuci piring)
• Mengembangkan rasa bangga atas karya yang dibuatnya (meminta agar bangunan benteng yang dibuat didalam bak pasir tidak dirobohkan pada akhir permainan)
• Mengawasi anak yang bermain sampai selesai (mengaduk dan menggunakan gelembung dan kemudian membersihkannya)
b) Kompetensi Pengembangan Kognitif
• Perhatikan bahan - bahan untuk bagaimana mereka membandingkan dan mempertentangkan (menambahkan air pada pasir kering untuk melihat bagaimana itu berubah)
• Mengerti hubungan sebab dan akibat (memperkirakan apa yang terjadi bila serpihan
sabun ditambahkan ke air)
• Memperhatikan konserpasi dari isi suatu benda (tuangkan pasir, air atau pasir basah ke dalam wadah yang tidak sama bentuknya dan membandingkannya)
• Pengembangan kemahiran penyelesaian masalah (bayangkan bagaimana caranya menggali terowongan pada pasir basah dengan tidak runtuh)
• Pengembangan kreativitas (mencetak pasir basah menjadi berbagai bentuk)
c) Kompetensi Pengembangan Fisik
• Memperkuat pengontrol motorik yang baik (dengan menggunakan pasir membuat angka delapan di atas pasir)
• Mengembangkan gerakan mata dan tangan (memperhatikan gerakan pasir melalui saringan)
• Meningkatkan koordinasi kemahiran (mengisi cangkir ukur dan sendok)
5) Area Rumah Tangga
Area rumah tangga (house corner) merupakan sebuah area pada ruang kelas yang diperuntukkan untuk ”bermain rumah-rumahan.” Pekerjaan yang anak-anak lakukan di area rumah tangga dinamakan permainan aksi, permainan berpura- pura, atau khayalan; hal
ini melibatkan pengambilan peran dan terlibat dalam perilaku meniru. Permainan aksi-
sosial, permainan dengan level yang lebih tinggi, menggabungkan interaksi verbal dengan paling tidak seorang anak yang lain dalam sebuah episode permainan. Anak-anak menggunakan area rumah tangga untuk mengambil peran jauh lebih luas di balik adegan keluarga yang familiar dan untuk menciptakan lingkungan seasing dan semenarik ruang angkasa atau setipe dengan gudang sepatu. Meskipun lingkungan rumah familiar adalah sebuah tema yang masuk akal untuk permainan aksi, anak-anak juga melakukan peran karakter nyata dan imajinasi. Dinosaurus dan setan dapat ditemukan di area rumah tangga semudah menemukan peran ibu, ayah, dokter, dan penjaga toko.
Anak-anak suka bermain ”khayalan.” Kami telah melihat kesenangan anak ketika berakting sebagai orang tua, memperlihatkan perbuatan super seperti pahlawan di televisi, atau menjadi bayi. Kenyataannya, anak-anak terlihat sangat membutuhkan aktivitas ini. Pada satu penelitian mengenai topik ini, peneliti menghilangkan area rumah tangga dari sebuah kelas pra sekolah dan mengamati bagaimana reaksi anak-anak. Dalam tiga hari, anak-anak telah membentuk area mereka sendiri untuk permainan aksi menggunakan kubus-kubus, meja, dan benda- benda kelas lain untuk menciptakan sebuah seting untuk permainan berpura-pura.
Anak-anak sangat merindukan area rumah tangga yang mereka hilangkan hingga mereka sendiri membangunnya kembali. Mengapa permainan aksi sangat penting bagi anak-anak kecil? Ketika anak- anak mengambil sebuah peran di area rumah tangga, mereka mengembangkan banyak ketrampilan baru. Mereka belajar mengenai diri mereka sendiri, keluarga mereka, dan masyarakat di sekitar mereka. Dengan ikut serta dalam permainan aksi, mereka mengumpulkan dan menampilkan pengalaman masa lalu mereka. Mereka belajar untuk memutuskan dan memilih informasi yang relevan dalam memainkan sebuah episode permainan. Ini adalah sebuah ketrampilan esensial untuk pengembangan intelektual. Anak-anak juga belajar satu sama lain ketika mereka berinteraksi dalam permainan aksi-sosial. Mereka belajar untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dan bekerja sama untuk memecahkan persoalan. Mereka mengembangkan kemampuan mereka untuk konsentrasi ketika mereka mengambil tema permainan yang sama dalam periode waktu yang terus meningkat. Area rumah tangga mengandung banyak kesempatan untuk pengembangan sosio-emosional. Permainan aksi menawarkan anak-anak sebuah forum untuk menunjukkan peran takut dengan aman dan menghidupkan pengalaman hidup.
Melalui permainan aksi, anak-anak dapat mengambil peran yang mereka takuti dan belajar mengendalikan kecemasan mereka. Sebagai contoh, seorang anak yang takut pergi ke rumah sakit untuk melakukan operasi dapat berpura-pura menjadi dokter. Dengan mengira- ngira peran seorang dokter, ia dapat merasakan secara langsung dan menampilkan kesannya menjadi seorang dokter. Dengan cara ini anak tersebut memperoleh kontrol untuk mengendalikan ketakutan mereka yang sebenarnya. Anak-anak juga belajar menjadi fleksibel dan bekerja sama dengan yang lain dengan merundingkan peran dan bermain bersama. Tahu bagaimana berpura-pura membantu anak menjadi perencana yang lebih baik. Itu membolehkan mereka untuk mengantisipasi bagaimana mereka akan merasa dan bertingkah laku di situasi kehidupan nyata.
Kompetensi Pembelajaran
Keuntungan anak-anak dari permainan mereka di house corner ketika anak-anak menset dugaan realistis bagi mereka didasarkan pada tingkat perkembangan mereka. Ketika guru
ikut serta dalam permainan peran anak anak, permainan khayalan, dan permainan aksi- sosial, mereka dapat memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
a) Kompetensi bagi Perkembangan Sosio-Emosional
• Berinteraksi satu sama lain (mengambil peran dan berakting)
• Mengekspresikan individualitas dan kreativitas (mengembangkan tema permainan berdasarkan rujukan dan pengalaman individual)
• Bermain kerja sama dengan yang lain (saling menukar dan berbagi material).
• Menunjukkan sebuah pemahaman dari dugaan dan sikap sosial bagi yang lain (bermain peran dan beraksi pengalaman hidup).
• Mengantisipasi bagaimana harus bertingkah dalam situasi baru
(mengembangkan kemampuan berimajinasi).
• Mengendalikan ketakutan dan kecemasan (mencoba peran dan memainkan pengalaman sulit dan menakutkan).
• Menunjukkan empati kepada yang lain (mengembangkan peran lebih kompleks dan menunjukkan perhatian bagi yang lain dalam peran tersebut).
b) Kompetensi bagi Perkembangan Kognitif
• Menggunakan simbol untuk mewakili benda-benda dan situasi nyata (menggunakan kotak untuk mewakili telepon atau sebuah tali untuk menggantikan selang pemadam).
• Mengidentifikasi dan merencanakan episode permainan dengan yang lain. (“Ayo bermain toko-tokoan. Kamu yang jadi penjaga toko, saya yang akan berbelanja.”)
• Menampilkan informasi dan pengalaman masa lalu untuk memecahkan masalah. (”Apa yang akan kita lakukan untuk memberi makan bayi ini? Tidak ada sereal di dalam rumah! Kita harus pergi ke toko.”)
• Mengelompokkan properti menurut karakteristik umum. (”Kamu simpan peralatan memasak dan saya menyimpan perlengkapa makan.”)
• Menyusun benda-benda menurut ukurannya (membereskan properti dan mengembalikannya
ke tempat yang berlabel).
• Bertekun dalam tugas (memainkan keterlibatan dalam episode permainan dalam jangka waktu yang terus bertambah).
c) Kompetensi bagi Perkembangan Fisik
• Meningkatkan kontrol otot kecil (mengenakan pakaian, mengancing, dan meresleting).
• Menggunakan koordinasi mata-tangan (memakaikan pakaian pada boneka
dan mencocokkan panci-panci dengan tempat cetakkan pada rak di mana benda tersebut disimpan).
• Menggunakan keterampilan membedakan secara visual (mencocokkan dan mengelompokkan benda-benda seperti peralatan dan perlengkapan makan).
6) Area Perpustakaan
Sentra perpustakaan meliputi ruangan untuk melihat buku-buku, ruangan untuk mendengarkan musik/ rekaman dan ruangan untuk menulis. Ada yang menempatkan ketiga kegiatan ini dalam satu ruangan yang sama; ada juga yang menggabungkan kegiatan menulis
di dalam area seni dan mendengarkan rekaman atau kaset menjadi bagian dari area musik. Lepas dari penempatan tadi yang paling penting adalah bagaimana nanti guru menata ruangan dengan perlengkapannya. Sebagaimana di area - area lain, penataan area perpustakaan memainkan peranan besar dalam memfasilitasi pembelajaran anak.
Kompetensi Pembelajaran
Sentra perpustakaan dapat membantu anak dalam mengembangkan aspek kognitif dan fisik. Penjelasannya dijabarkan dalam butir-butir berikut ini:
a) Pengembangan Kognitif
• Mengembangkan suatu pemahaman terhadap symbol-symbol (menghubungkan gambar anak laki - laki dengan kata yang tertulis “anak laki - laki”).
• Menambah perbendaharaan kata (mempelajari nama-nama binatang yang ada di Afrika).
• Memperkirakan suatu kejadian (memperkirakan apa yang terjadi selanjutnya dalam suatu cerita yang dibacakan dengan keras).
• Mengenalkan objek, warna dan bentuk (menunjuk pada objek di papan flannel dan
menggambarkan ciri - cirinya)
• Menerapkan pengetahuan pada situasi baru (mengarang sebuah sajak setelah mendengarkan puisi - puisi sejenisnya dalam sebuah rekaman).
• Mengembangkan kemampuan menceritakan cerita (mendiktekan cerita kepada guru atau
membuat tulisan tangan). b) Pengembangan Fisik
• Meningkatkan kemampuan otot kecil/halus (menulis dengan spidol).
• Menguatkan otot mata (melihat gambar dan kata dalam buku ketika dibacakan).
• Mengkoordinasikan antara gerakan mata dengan tangan (menempatkan objek pada papan flannel).
• Memperhalus kemampuan membedakan secara visual (mencari objek atau orang dalam sebuah ilustrasi yang rumit seperti dalam buku dimana Waldo)
Guru bisa mengunakan area perpustakaan untuk mendapatkan lebih banyak lagi sasaran/kompetensi pembelajaran. Tidak semua sasaran yang disebutkan tadi tepat untuk setiap anak, anda bisa memilih sasaran mana yang paling tepat digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak - anak dalam kelompok anda.
Model pembelajaran aktif dalam kegiatan sehari-harinya mendesain agar setiap kejadian
merupakan suatu perencanaan harian yang memungkinkan anak- anak mengantisipasi apa yang akan terjadi kemudian. Kunci sentralnya adalah merencanakan, melakukan, menilai ulang (plan-do-review). Asesmen yang digunakan High/scope adalah sistem Child Observation Record (COR) untuk memantau kemajuan perkembangan anak. Hal-hal yang diobservasi oleh guru adalah :
• Inisiatif (cara anak mengekspresikan pilihannya)
• Hubungan sosial (cara berhubungan dengan teman)
• Representasi kreatif (membangun, berpura-pura)
• Musik dan gerakan (memiliki inisiatif gerakan saat mendengarkan tempo lagu)
• Bahasa dan literatur (menghitung objek, menjabarkan jarak waktu).
c. Model Pembelajaran Montessori
Model pembelajaran Montessori mengacu pada pembelajaran yang dikembangkan Maria Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama yang lahir di Chiaravalle, sebuah propinsi kecil di Ancona, Italia pada thaun 1870. Reputasinya di bidang pendidikan anak dimulai setelah Montessori lulus dari sekolah kedokteran dan mulai bekerja di sebuah klinik psikiatri Universitas Roma. Perkerjaan tersebut membuat Montessori sering berinteraksi langsung dengan masalah cacat mental. Montessori meyakini bahwa definisimental lebih merupakan masalah pedagogik daripada gangguan medis dan merasa bahwa dengan latihan pendidikan khusus, orang-orang cacat tersebut dapat terbantu. Pemikiran Montessori tersebut sangat membantu dan memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam pengembangan kemampuan anak yang memiliki cacat mental. Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental dilanjutkan dengan pendirian Casai Dei Bambini atau children’s house di daerah- daerah kumuh Roma pada tahun 1907.
Model pembelajaran Montessori meyakini bahwa pendidikan sudah dimulai ketika anak lahir. Model pembelajaran Montessori mempunyai landasan pemikiran bahwa bahwa dalam tahun- tahun awal seorang anak mempunyai ”sensitive periods” (masa peka). Masa peka dapat digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi yang akan berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi ini akan mati dan tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, tepat pada waktunya. Montessori memberikan panduan periode sensitif atau masa peka ini dalam sembilan tahapan sebagai berikut:
Tabel 15. Tahapan Perkembangan Anak
USIA PERKEMBANGAN
Lahir – 3 tahun • Masa penyerapan toral (absorbed mind),
perkenalan dan pengalaman sensoris/ panca indera.
1, 5 - 3 tahun • Perkembangan bahasa
1, 5 - 4 tahun • Perkembangan dan koordinasi antara mata dan otot-ototnya.
• Perhatian pada benda-benda kecil.
USIA PERKEMBANGAN
2 - 4 tahun • Perkembangan dan penyempurnaan gerakan- gerakan.
• Perhatian yang besar pada hal-hal yang nyata.
• Mulai menyadari urutan waktu dan ruang
2, 5 - 6 tahun • Penyempurnaan penggunaan panca indera.
3 - 6 tahun • Peka terhadap pengaruh orang dewasa
3, 5 - 4, 5 tahun • Mulai mencorat-coret.
4 - 4, 5 tahun • Indera peraba mulai berkembang
4, 5 - 5, 5 tahun • Mulai tumbuh minat membaca
Dasar pendidikan model pembelajaran Montessori menekankan pada tiga hal, yaitu:
1) Pendidikan sendiri (pedosentris)
Menurut Montessori, anak-anak memiliki kemampuan alamiah untuk berkembang sendiri. Anak-anak mempunyai hasrat alami untuk belajar dan bekerja, bersamaan dengan keinginan yang kuat untuk mendapatkan kesenangan. Selain itu, anak juga memiliki keinginan untuk mandiri. Keinginan untuk mandiri tersebut tidak muncul atas perintah dari orang dewasa melainkan muncul dari dalam diri anak sendiri. Dorongan- dorongan alamiah tersebut akan terpenuhi dengan memfasilitasi anak dengan aktivitas- aktivitas yang penuh kesibukan. Namun dalam kegiatan tersebut sebaiknya anak tidak dibantu melainkan harus berlatih sendiri.
2) Masa Peka
Masa peka merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan seorang anak. Ketika masa peka datang, maka anak harus segera difasilitasi dengan alat- alat permainan yang mendukung aktualisasi potensi yang dimiliki. Guru memilikikewajiban untuk mengobservasi munculnya masa peka dalam diri anak agak dapatmemberikan tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi anak.
3) Kebebasan
Model pembelajaran Montessori memberikan kebebasan kepada anak untuk berpikir, berkarya dan menghasilkan sesuatu. Hal ini dkarenakan masa peka anak tidak dapat diketahui
kapan kepastian kemunculannya. Kebebasan ini bertujuan agar anak dapat mengaktualkan potensi anak sebebas-bebasnya.
Model pembelajaran Montessori memfokuskan pada pengembangan aspek motorik, sensorik dan bahasa. Penekanan utamanya ditempatkan melalui pengambangan alat-alat indera. Model pembelajaran Montessori membebaskan anak untuk bergerak, menyentuh, memanipulasi dan bereksplorasi secara bebas. Langkah pembelajaran dalam model pembelajaran Montessori terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) langkah menunjukkan.
Contoh:
(1) Langkah menunjukkan
Seraya memperlihatkan kertas berwarna merah, guru mengakatan, “Ini merah!” begitu juga warna yang lainnya.
(2) Langkah mengenal
Guru mengacaukan kertas-kertas berwarna dan berkata kepada anak, “Ambillah merah!”
(3) Langkah mengingat
Dari kertas-kertas berwarna yang telah dikacaukan, guru mengambil sehelai kertas dan bertanya, “Ini warna apa?”
d. Model Pembelajaran Reggio Emilia
Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan contoh model pembelajaran anak usia dini yang dicetuskan oleh Loris Mallaguzzi. Model pembelajaran Reggio Emilia membantu anak- anak untuk belajar dengan membangun konstruksi pembelajaran mereka sendiri, dimana anak-anak dapat belajar sesuai dengan tingkatan usianya yang semuanya dilakukan dengan cara berpikir yang ekspresif, komunikatif dan ilmiah.
Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan sebuah model pembelajaran yang mengarah kepada kepentingan dari anak itu sendiri secara seutuhnya. Model pembelajaran Reggio Emilia menerapkan pembelajaran proyek yang merupakan pengkajian yang lebih mendalam mengenai topik atau konsep yang sangat berarti bagi anak. Proyek dapat dilakukan oleh anak- anak selama beberapa hari atau beberapa minggu. Proyek yang diambil oleh anak-anak berdasarkan pada pengalaman dan konsep nyata kehidupan. Perencanaan berdasarkan model pembelajaran proyek berusaha meningkatkan proses berpikir anak, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan negosiasi-sosial.
Prinsip model pembelajaran Reggio Emilia adalah sebagai berikut:
• Kurikulum emergent
Kurikulum dibangun berdasarkan minat anak-anak. Topik untuk pembelajaran diperoleh melalui pembicaraan dengan anak-anak, sampai kepada masyarakat atau peristiwa keluarga, seperti halnya minat atau kesukaan anak-anak. Perencanaan kelompok merupakan suatu komponen penting dalam pembelajaran.
• Proyek (pekerjaan)
Proyek merupakan suatu pembelajaran mengenal konsep secara lebih mendalamterhadap gagasan dan minat yang muncul dalam kelompok. Proyek dapat dilaksanakan selama satu minggu atau dapat berlanjut sepanjang tahun pelajaran. Sepanjang proyek, guru membantu anak-anak untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran, seperti tata cara meneliti topik dalam pembelajaran dalam kelompok anak.
• Kerja sama/kolaborasi
Kerja sama/kolaborasi dipertimbangkan dalam model pembelajaran Reggio Emilia untuk membantu pemahaman koksep pada anak. Anak-anak diarahkan untuk melaksanakan diskusi, dialog, kritik, membandingkan, membuat hipitesis dan memecahkan masalah. Model pembelajaran Reggio Emilia memfokuskan pada keseimbangan antara pengembangan kemampuan idividu dan keanggotaan kelompok.
• Guru sebagai peneliti
Peran guru dalam model pembelajaran Reggio Emilia sangat kompleks. Selain aktif sebagai pendidik, peran guru yang bertama dan utama adalah sebagai pembelajar bersama anak-anak. Selain itu, guru juga merupakan peneliti dan sebagai peneliti guru harus dengan seksama menyimak/mendengarkan, mengamati, dan mendokumentasikan pekerjaan anak-anak dan pertumbuhan komunitas agar dapat merangsang proses berpikir dan kerja sama anak-anak dengan sebayanya.
• Dokumentasi
Serupa dengan portofolio, dokumentasi merupakan perekaman semua bukti proses pembelajaran yang memberikan gambaran ketika anak-anak sedang terlibat dalam pembelajaran atau ketika sedang melakukan sesuatu, penggunaan kata-kata yang mereka ucapkan, perasaan dan pemikiran anak anak. Dokumentasi digunakan sebagai asesmen dan pertimbangan bagi guru untuk melakukan sesuatu.
• Lingkungan
Dalam model pembelajaran Reggio Emilia, lingkungan dipertimbangkan sebagai guru yang ketiga. Para guru sangat berhatihati dalam menata ruangan untuk pembelajaran anak baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, sekaligus ruangan untuk penataan hasil karya anak.
Kompetensi pembelajaran dalam model pembelajaran Reggio Emilia adalah:
Mengkomunikasikan kekuatan ide-ide dan hak-hak anak, potensi, dan sumber- seumber yang seringkali terabaikan
Mempromosikan studi, penelitian, eksperimen dalam pembelajaran dengan konteks
pembelajaran yang aktif, konstruktif dan kreatif.
Meningkatkan profesionalisme guru, mendukung suatu kesadaran yang tinggi terhadap nilai-nilai kerjasama dan kebermaknaan hubungan antara anak dan keluarganya.
Menjadikan topik utama dari nilai-nilai penelitian, observasi, interpretasi dan
dokumentasi dari pengetahuan yang dibangun dari proses berpikir anak.
Mengorganisasikan kunjungan terbimbing ke dalam program pendidikan, pameran budaya, seminar, dan kursus-kursus dalam isu pendidikan dan budaya anak usia dini.
Peranan guru dalam pendidikan dengan model pembelajaran Reggio Emilia adalah untuk:
• membantu bagi anak dalam pengalaman belajar anak.
• mendorong agar anak mengeluarkan ide-ide, cara pemecahan masalah dan konflik.
• Mengatur kelas dan benda-benda yang ada di kelas agar menjadi tempat yang menyenangkan.
• Mengatur jenis barang-barang di kelas agar dapat membantu anak membuat keputusan mengenai benda-benda yang akan digunakan.
• Mendokumentasikan perkembangan anak melalui visual, videotape, tape recorder, dan portfolio.
• Membantu anak melihat hubungan yang ada antara pembelajaran dan pengalaman yang didapatnya.
• Membantu anak mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapatkan atau miliki melalui bentuk-bentuk presentasi.
• Membentuk hubungan yang baik dengan guru-guru lainnya dan para orang tua.
• Membuat dialog dan diskusi mengenai projek-projek yang dilakukan dengan para orang tua dan guru lainnya.
• Menjaga bentuk hubungan yang sudah terbentuk dalam diri anak antara rumahnya, sekolah, dan komunitas lainnya.
Pandangan model pembelajaran Reggio Emilia terhadap suatu proyek pembelajaran adalah:
• Memunculkan ide-ide yang diberikan anak atau dari minat anak.
• Projek dapat diprovokasi oleh guru untuk membantu perkembangan anak.
• Projek dapat diperkenalkan oleh guru melalui hal-hal yang menjadi minat anak.
Misalnya: gedung-gedung tinggi, bentuk bangunan.
• • Projek harus merupakan sesuatu yang membutuhkan banyakwaktu dalampengerjaannya agar dapat berkembang dalam pengerjaannya, sehingga anak dapatmendiskusikan ide-ide baru untuk melanjutkan pengerjaan projek, untuk bernegosiasi (dengan teman kelompok atau teman-teman sekelas mengenai bagaimana mengerjakan projek tersebut), dan untuk melatih anak mengurangi konflik.
• Projek harus memiliki bentuk yang kongkrit, menyangkut pengalaman yang ditemui anak dalam kehidupannya, penting bagi anak untuk lebih mengetahuinya, dan harus cukup ‘besar’ untuk memuat perbedaan pendapat. Selain itu, projek juga harus kaya akan ekspresi dalam penyajiannya.
3. Evaluasi
1) Lakukanlah observasi pada salah satu lembaga pendidikan anak usia dini untuk melihat model pembelajaran yang diterapkan.
2) Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaranaktif.
3) Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran keterampilan hidup.
4) Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran berbasis masyarakat
5) Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaranproyek.
4. Daftar Pustaka
Ann S. Epstein. Is the High/Scope Educational Approach Compatible With the Revised
Head
Start Performance Standart. High/Scope Educational Research Foundation.
Catron, CE., JA (1999). Early Childhood Curriculum A Creative-Play Model. New jersey: Prentice-Hall.Inc
Dodse, Diane Tister (et.all). (2001). The Creative Curriculum for Family Childcare. Washington D.C: Teaching Strategies.
Hainstock, Elizabeth G. (1999). Metode Pengajaran Montessori untuk Anak Pra-sekolah. Jakarta: Pustaka Delapratasa.
Amir, Antarina S.F. The High/Scope Early Childhood Edicational Model. Makalah yang disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung, 10 September 2003.
C. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan mempelajari perkembangan kognitif anak adalah untuk membantu paraguru anak usia dini dalam memberikan stimulasi kognitif yang sesuai dengan DAP(Developmentally Appropriate Practice) memperhatikan usia, tahapan perkembangandan konteks sosial budaya dimana anak dibesarkan. Hal ini juga mencakup cara yangtepat dalam berinteraksi dengan anak, memberikan panduan dalam merencanakan
program yang sesuai dengan anak.Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang pendidikanak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut:
Tujuan Pembelajaran materi perkembangan kognitif anak usia dini adalah:Peserta PLPG
mampu menguasai konsep dasar perkembangan kognitif anak usia 0 – 8 tahun.
Peserta PLPG mampu menguasai karakteristik perkembangan kognitif anak usia 0 – 8 tahun
Peserta PLPG mampu menguasai tahapan perkembangan kognitif anak usia 0 – 8 tahun Peserta PLPG Dapat Melakukan Deteksi Dini Dan Memberikan Rujukan Kepada Para Ahli Terkait Untuk Anak Yang Memiliki Kebutuhan Khusus.
Peserta PLPG Mempu Merancang Pembelajaran Yang Sesuai (Appropriate) Dan Efektif
Untuk Anak
2. Isi/Paparan Materi
Pendahuluan
Masa usia dini adalah periode penting yang memberikan pengalaman awal dalam rentang kehidupan manusia. Pengalaman awal yang diperoleh anak pada masa tersebut akan mempengaruhi sikap, perasaan, pikiran dan perilaku anak pada tahap selanjutnya. Pelatihan dan pengkondisian yang diberikan pada anak secara berkelanjutan akan membantu anak mencapai berbagai tugas perkembangannya secara optimal. Pemahaman terhadap perkembangan anak adalah faktor penting yang harus dimiliki guru dalam rangka optimalisasi potensi anak. Pemahaman terhadap perkembangan anak meliputi berbagai aspek diantaranya fisik-motorik, emosi-sosial, kognitif/intelektual, bahasa, dan pemahaman nilai-nilai moral dan agama. Guru yang memiliki pemahaman terhadap perkembangan anak diharapkan dapat memberikan stimulasi yang sesuai dengan karakteristik anak dan memiliki harapan yang realistis terhadap anak didiknya. Pemahaman terhadap perkembangan anak juga perlu diiringi dengan pemahaman guru terhadap perkembangan dirinya sendiri yang berperan sebagai tauladan bagi anak didik. Salah satu tugas perkembangan yang perlu dimiliki anak adalah ketrampilan dalam belajar untuk menghasilkan gagasan melalui eksplorasi terhadap lingkungan. Tugas perkembangan tersebut terkait erat dengan perkembangan kognitif anak yang mencakup perkembangan intelektual dan pertumbuhan mentalnya. Perkembangan kognitif perlu didukung oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kematangan fisik, pengalaman dan interaksi anak dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, proses berpikir yang melibatkan berbagai aktivitas mental kepada anak seperti memerhatikan, mengingat, merencanakan, menalar, memecahkan masalah sederhana dan sebagainya, sangat dibutuhkan. Untuk mendukung hal tersebut, maka keterlibatan anak secara fisik, intelektual, dan emosional diperlukan untuk mengoptimalkan proses belajar. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO yang menyatakan bahwa pendidikan adalah serangkaian aktivitas untuk menanamkan kecakapan hidup (life skills), kecakapan untuk bertindak (to do), kecakapan untuk hidup (to be), kecakapan belajar (to learn), dan kecakapan hidup bersama. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan kecakapan kognitif, afektif (emosi, sosial, spiritual) dan psikomotorik.
Gagasan pada anak dapat ditumbuhkan dengan memberi kesempatan belajar dengan berbagai gaya. Anak belajar dengan bermacam cara, diantaranya belajar melalui bermain, belajar dengan melakukan kegiatan (learning by doing), belajar melalui stimulasi panca indra, dan belajar dengan segenap kecerdasan majemuknya. Anak dapat belajar dengan optimal jika ditunjang situasi yang aman dan nyaman, secara fisikmaupun psikologis. Dalam hal ini, situasi belajar harus bersifat kolaboratif, eksploratif, dimana anak terlibat langsung dalam kegiatan belajar, dan dapat saling berkomunikasi. Situasi belajar di mana anak usia dini ditekankan untuk mengerjakan berbagai soal calistung (baca-tulis-hitung), tidak sesuai dengan karakteristik perkembangan anak. Jika penekanan belajar calistung yang bersifat akademik diberikan pada anak usia dini, maka anak tidak mendapat pelajaran yang bermakna dan kontekstual Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
Pengertian
Kognisi adalah proses dan produk yang terjadi dalam otak sehingga menghasikan pengetahuan. Kognisi mencakup berbagai aktivitas mental seperti memperhatikan, mengingat,
melambangkan, mengelompokkan, merencanakan, menalar,
memecahkan masalah, menghasilkan dan membayangkan. (Cognition refers to the inner processes and products of the mind that leads to “knowing”. It includes all mental activities- attending, remembering, symbolizing, categorizing, planning, reasoning, problem solving, creating and fantasizing).
Perkembangan kognitif anak melibatkan ketrampilan belajar pada anak yang teradi melalui proses elaborasi di dalam otak (mind), dan kegiatan mental internal yang kompleks. Dengan demkian ketrampilan belajar bukan hanya diperoleh karena perubahan perilaku atau sekedar karena proses kematangan.
Teori tenang Perkembangan Kogniif
Teori perkembangan kognitif menyatakan bahwa pertumbuhan mental individu adalah bagian terpenting dalam perkembangan anak. Anak yang berkembang baik aspek kognitifnya, akan dapat belajar mengembangkan proses berpikir, merespon objek di lingkungannya, dan merefleksikan pengalamannya. Seiring dengankematangan anak, akan terjadi strukturisasi yang progresif dalam proses kognitif anak, dimana proses berpikir anak berkembang menjadi lebih kompleks. Ketrampilan belajar pada anak terjadi melalui proses elaborasi di dalam otak (mind), bukan di luar otak. Sebagai contoh, ketrampilan anak seperti membaca atau menghitung, melibatkan kegiatan mental internal yang kompleks, jadi bukan hanya diperoleh karena perubahan perilaku (pendapat para ahli behavioristik), atau sekedar karena proses kematangan (pendapat para ahli maturationist). Ada beberapa teori yang memberikan kontribusi besar dalam menjelaskan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah teori konstruktivist, sosiokultural dan kecerdasan jamak (multiple intelligences). Teori perkembangan kognitif menyatakan bahwa pertumbuhan mental individu adalah bagian terpenting dalam perkembangan anak. Menurut teori ini, hampir semua aspek kehidupan individu misalnya yang berkaitan dengan sosialisasi, emosi dan lainnya secara langsung dipengaruhi oleh proses berpikir dan bahasa. Sebagai contoh, anak dapat memiliki teman bermain karena anak memiliki pengetahuan cara berteman dan cara bersikap terhadap dengan teman.
Banyak pendidik anak usia dini yang berpedoman pada pandangan konstruktivist dalam melihat perkembangan kognitif pada anak. Prinsip dasar teori ini adalah bahwa anak membangun pemahamannya melalui interaksi dengan lingkungan sepanjang waktu. Dalam tiap tahapan, anak sebagai individu, terlibat dalam proses menerima, mengorganisasi, dan menginterpretasi informasi baru. Seiring dengan pertumbuhan
dan perkembangannya, maka anak akan dapat mengembangkan ketrampilan kognitifnya, dan membangun pemahamannya tentang konsep maupun proses sepertimemasangkan benda
(matching), mengelompokkan (grouping), melihat hubunganantar benda (seeing common relationship), seriasi, urutan, hubungan sebab akibat, dan penalaran logis.
M Salah satu ahli perkembangan kognitif yang terkemuka adalah Jean Piaget (1896-1980), yang mengintegrasikan elemen-elemen psikologi, biologi, filosofi, dan logika dalam memberikan penjelasan yang menyeluruh tentang bagaimana pengetahuan bisa diperoleh individu. Salah satu prinsip mendasar dalam teorinya adalah bahwa pengetahuan dibangun melalui kegiatan/aksi individu (knowledge is constructed through the action of the learner).
Piaget mengemukakan pendapatnya tentang perubahan perkembangan natural pada anak yang bukan ditentukan oleh faktor genetik, tetapi hanya merepresentasikan cara berpikir anak yang menyeluruh. Menurut Piaget, anak secara konstan mengeksplor, memanipulasi lingkungan, dan membangun struktur baru yang lebih elaboratif. Namun, Piaget juga mengkarakterisasi aktivitas anak-anak berdasarkan tendensi-tendensi biologis yang terdapat pada semua organisme. Tendensi tersebut adalah asimilasi, akomodasi, dan organisasi. Asimilasi berarti
’memasukkan/menerima’. Dalam lingkup intelektual, kita butuh mengasimilasi objek atau informasi ke dalam struktur kognitif kita. Sebagai contoh, orang dewasa mengasimilasi informasi dengan membaca buku. Pada awalnya, seorang bayi mungkin mencoba mengasimilasi sebuah objek dengan menggenggamnya, mencoba meraihnya ke dalam skema genggamannya. Akomodasi berarti merubah struktur kita.Beberapa objek yang kita lihat, belum tentu dengan struktur yang ada, sehingga kita harus melakukan akomodasi. Sebagai contoh, seorang bayi mendapati bahwa dia dapat menggenggam sebuah balok hanya dengan memindahkan sebuah rintangan. Untuk mencapai akomodasi demikian, bayi-bayi mulai membangun efisiensi dan elaborasi. Organisasi ide-ide ke dalam sistem yang koheren (masuk akal) dilakukan dengan mengkombinasikan kedua tendensi sebelumnya. Sebagai contoh, seorang anak laki-laki berusia 4 bulan, memiliki kapasitas untuk memperhatikan objek-objek
di sekitarnya dan menggenggamnya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada bayi bermula saat bayi belajar untuk mempercayai lingkungan sekitarnya. Pada usia sekitar 4 bulan, bayi mengembangkan intentionality, yaitu kemampuan melakukan sesuatu agar keinginannya terpenuhi. Sebagai contoh bayi ’belajar’ bahwa jika menangis, maka ibu atau pengasuhnya akan datang. Pada usia sekitar 6 bulan, bayi mulai menyadari bahwa suatu benda tetap ada sekalipun tak terlihat
di hadapannya. Awalnya mereka akan mencari benda tersebut ke tempat terakhir mereka
melihat keberadaan benda itu. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya, bayi akan mencari benda itu dengan menyingkirkan penghalangnya ataupun mencoba mencari ke tempat lain. Dalam kondisi tertentu, bayi akan ’protes’ saat orang-orang terdekatnya tidak tampak dihadapannya, atau mainan yang disukainya, tidak bisa dia peroleh.
Pada usia sekitar 18 bulan, kemampuan permanensi objek pada anak (usia toddler) sudah relatif mantap. Imajinasi mental (mental imagery) dan penalaran deduktif mulai berkembang. Anak sudah memiliki kemampuan untuk mencari benda-benda yang disembunyikan di beberapa tempat.Mereka juga dapat mengingat perilaku orang di sekitarnya , mengingat kejadian yang lalu, dan mulai meniru. Pada usia 3 sampai 4 tahun, anak pra sekolah sudah bisa memanipulasi lingkungan dan senang menemukan hal-hal baru. Mereka mulai menggeneralisasi satu situasi ke situasi lain. Pada usia TK, (4-5 tahun) anak sudah memahami bahwa simbol –simbol di sekitarnya memiliki arti. Usia 6 tahun, anak sudah belajar membaca tulisan, tertarik pada angka-angka, dimana dalam kegiatan ini, aktivitas fisik dan mental terlibat. Usia 7 sampai 8 tahun anak sudah mulai belajar berpikir logis. Usia 8 tahun, ketrampilan dasar seperti membaca dan menulis sudah relatif mantap.
1) Tahap Perkembangan Kognitif anak usia dini (lahir-8 tahun) menurut Piaget: Tahap Sensorimotor (lahir-18 bulan)
Pada tahap ini, bayi hanya bergantung pada gerak dan indera dalam mengetahui sesuatu. Berpikir pada bayi dalam tahap ini, sangat berbeda dengan berpikir pada orang dewasa. Pada tahap ini, berpikir terkait erat dengan gerakan fisik dan indera bayi. Inteligensi adalah kemampuan untuk memperoleh apa yang diinginkan melalui gerakan dan persepsi. Piaget menyebut struktur aksi bayi dengan istilah skema. Sebuah skema dapat berupa pola aksi untuk menghadapi lingkungan, seperti melihat, menggenggam, memukul, atau menendang. Seperti telah disebutkan, meskipun bayi membentuk skema dan kemudian membentuk struktur aktivitas sendiri, skema pertama bayi terdiri dari reflek-reflek bawaan. Reflek yang paling menonjol adalah reflek menghisap; bayi-bayi secara otomatis menghisap saat bibir bayi disentuh. Reflek-reflek menunjukkan kepasifan tertentu. Dengan demikian skema pun perlu diaktifkan dan distimulasi.
Di usia 0-1 bulan, gerakan bayi sangat terbatas, namun bayi mengalami perkembangan yang signifikan, dimana terjadi proses dan pengaturan refleks-refleks. Di usia 1-4 bulan, bayi melakukan gerakan yang terjadi secara kebetulan, kemudian dilakukan berulang-ulang karena menimbulkan kesan yang menarik bagi bayi. Gerakan vokalisasi juga dilakukan berulang- ulang. Di usia 4-8 bulan, gerakan bayi sudah melibatkan objek di luar dirinya , seperti mainan, pakaian, dan juga orang-orang di dekatnya. Di usia 8 -12 bulan, terjadi perkembangan yang signifikan, dimana bayi mengkombinasikan gerakan-gerakan pada tahap sebelumnya . Bayi sudah mulai mengerti bahwa gerakan tertentu dapat menyebabkan terjadinya konsekuensi tertentu. Perilaku bayi sudah memiliki tujuan dimana bayi melakukan suatu tindakan agar menyebabkan atau menghasilkan sesuatu. Di usia 12-18 bulan, bayi bukan saja mengkombinasikan gerakan-gerakan yang telah dipelajarinya, namun mencoba berbagai cara untuk mencapai keinginannya. Pada tahap ini, bayi secara aktif, mencoba-coba cara baru (trial
& error) untuk mendapatkan benda yang menarik perhatiannya tapi berada di luar jangkauannya.
Reaksi sirkuler terjadi sewaktu bayi mendapat pengalaman baru dan mencoba untuk mengulanginya. Sebagai contoh adalah saat tangan bayi secara kebetulan menyentuh mulut, bayi kemudia menghisap ibu jarinya. Ketika tangan terlepas dari mulut, bayi mencoba mengembalikannya lagi ke dalam mulut. Terkadang bayi tidak dapat melakukannya. Mereka memukul wajahnya dengan tangan tetapi tidak dapat menangkapnya. Mereka menggerakan lengannnya tak beraturan; atau mereka berusaha meraih tangannya dengan mulut tetapi tidak dapat menangkapnya karena seluruh tubuhnya, termasuk tangan dan lengannya, bergerak sebagai satu kesatuan dengan arah yang sama. Dalam bahasa Piaget, mereka tidak mampu membuat akomodasi yang diperlukan untuk mengasimilasi tangan menjadi skema menghisap. Setelah mengalami kegagalan berulang kali, mereka mengorganisir hisapan dan gerakan tangannya dan menjadi lebih terampil menghisap ibu jari. Reaksi sirkuler ini terkait erat dengan pendapat Piaget yang mengatakan bahwa perkembangan intelektual merupakan sebuah ”proses konstruksi”. Bayi secara aktif ”menyatukan” gerakan-gerakan dan skema- skema yang berbeda. Bayi dapat mengkoordinasi gerakan-gerakan yang terpisah setelah mengalami kegagalan berulang kali.Perkembangan tahap kedua disebut reaksi sirkuler primer karena reaksi ini melibatkan koordinasi bagian-bagian tubuh bayi sendiri.
Reaksi sirkuler sekunder terjadi apabila bayi menemukan dan mereproduksi suatu kejadian menarik di luar dirinya. Sebagai contoh, saat bayi membuat gerakan dengan kakinya yang menyebabkan mainan mainan yang menggantung di atas bayi menjadi bergerak pula. Piaget
menyebut reaksi sirkuler sekunder sebagai ”making interesting sights last”. Dia bespekulasi bahwa bayi-bayi senyum dan tertawa pada saat mengenali kejadian yang baru.. Pada saat yang sama, bayi tampak menikmati kekuatan dan kemampuannya sendiri untuk membuat suatu peristiwa terjadi berulang-ulang.
Tahap sensori motor terbagi menjadi beberapa tahapan sebagaimana dalam tabel berikut ini: Tabel 16. Sub tahapan perkembangan kognitif usia 0- 18 bulan:
Sub tahapan Usia Keterangan
Refleks-refleks 0 – 1 bulan Bayi melakukan gerakan sederhana dan refleks refleks spontan , contoh : refleks
hisap
Reaksi-reaksi
sirkular primer 1 – 4 bulan Bayi melakukan reaksi yang berulang-
ulang dengan bagian tubuh mereka. Contoh: mengepak-ngepakan tangan, memegang-megang rambut dan sebagainya Pada sub tahap ini bayi belum paham sebab akibat..
Reaksi-reaksi
sirkular sekunder 4 – 8 bulan Bayi melakukan reaksi berulang yang
melibatkan objek lain di luar dirinya. Contoh: menggoyang-goyangkan mainannya yang berbunyi gemerutuk, Pada sub tahap ini, bayi masih belum mengerti sebab-akibat.
Koordinasi
reaksi-reaksi sirkular sekunder 8 – 12 bulan Bayi melakukan berbagai macam gerakan
yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Contoh: menggoyangkan mainan, membanting, dan menggigit mainannya.
Reaksi-reaksi
sirkular tertier 12 – 18 bulan Bayi mencoba berbagai cara baru, yang
belum pernah dicoba sebelumnya, untuk memecahkan masalah. Contoh: menarik kursi untuk mengambil sesuatu yang tinggi, mengetuk-ngetuk meja yang agak tinggi dengan mainannya, agar benda di atas meja jatuh dan bisa diperolehnya.
b). Tahap Pra operasional (18 bulan -6/7 tahun)
Usia 18-24 bulan ini ditandai dengan internalized thought. Anak pada tahap ini mulanya memecahkan masalah dengan memikirkannya terlebih dahulu melalui kesan mental. Pada tahap ini anak mempelajari masalah sebelum bertindak dan terlibat dalam kegiatan trial dan error secara fisik. Pada anak usia pra sekolah, mereka dapat menggunakan simbol dan pikiran internal dalam memecahkan masalah. Pikiran mereka masih terkait dengan objek konkret saat ini dan sekarang.
Tabel 17.Kogniif Pra Operasional
Sub tahapan Usia Keterangan
Kombinasi- kombinasi Mental 18 – 24 bulan Bayi dapat memecahkan beberapa masalah dengan menggunakan mental image.
Mereka melakukan suatu tindakan dengan berpikir, sekalipun tidak selalu pernah dilakukan. Mereka dapat belajar meniru perilaku orang lain.
Tabel 18. Karakteristik berpikir pra operasional pada anak pra sekolah
Karakteristik Contoh
Berpikir berdasarkan
persepsi (Perception-based thinking) Seorang anak melihat dua buah mangkuk yang
masing-masing berisi 10 biji salak. Pada salah satu mangkuk, biji-biji itu letaknya tersebar. Anak tersebut berpendapat bahwa di dalam mangkuk itu terdapat biji salak yang lebih banyak.
Berpikir Unidimensi
( Unidimensional thinking) Seorang bapak sedang membuat kolam ikan dan
meminta anaknya untuk mencari batu besar berbentuk persegi. Anak itu berusaha mencari batu yang diinginkan, dan datang ke bapaknya dengan membawa batu kecil berbentuk persegi. Bapaknya mengatakan bahwa batu yang diberikan anaknya terlalu kecil, dan menyuruhnya mencari yang besar. Tak lama kemudian sang anak kembali membawa batu yang besar tapi dengan bentuk yang bundar.
Irreversibilitas
(Irreversibility) Seorang anak TK membongkar proyek sains milik
kakaknya. Sang ayah marah padanya dan memintanya untuk memasang kembali potongan- potongan yang telah dia bongkar. Namun anak tersebut tidak tahu cara mengembalikan dan menempatkan potongan-potongan itu seperti semula.
Penalaran transduktif
(Transductive reasoning) Seorang anak mendorong adiknya kemudian
mengambil boneka beruang yang sedang dimainkan adiknya. Sang anak mencium boneka beruang tersebut dan kemudian bersin-bersin. Tak lama ibunya datang dan marah padanya, lalu mengambil boneka beruang tersebut dari pelukan sang anak, dan mengembalikannya pada adiknya. Anak tersebut menyangka bahwa dia dihukum ibunya karena telah bersin.
Egosentrisme Seorang anak yang memakai sepatu baru berpapasan
dengan teman sebayanya yang memakai sepatu dengan model dan warna yang sama. Anak tersebut sangat marah dan meminta temannya untuk memberikan sepatu yang dipakainya kepadanya. Anak tersebut berpendapat bahwa sepatu yang dikenakan temannya adalah sepatu miliknya juga, sekalipun anak itu tahu bahwa dirinya sedang mengenakan sepatu tersebut.
Tabel 19. Eksperimen Piaget tentang kemampuan berpikir pra operasional pada anak
Tugas Deskripsi dan Performansi Anak
pada tahap Praoperasional
Konservasi angka Seorang anak diperlihatkan dua set benda yang sama jumlahnya, tetapi disusun dengan pola yang berbeda.
Anak akan mengatakan satu set benda yang satu lebih banyak dari yang lainnya.
Konservasi kuantitas yang berkesinambungan
(Conservation of
Continuous Quantity) Seorang anak diperlihatkan dua kontainer yang berbeda bentuknya, namun berisi sejumlah air yang
sama. Anak itu akan mengatakan konteiner yang satu berisi air yang lebih banyak daripada yang lainnya.
Pengelompokkan Seorang anak diberikan benda-benda yang ber-atribut
ganda yang memiliki variasi bentuk warna dan ukuran. Anak tersebut diminta meletakkan “benda- benda yang serupa dalam kelompok yang sama’..Anak akan menggunakan hanya satu atribut – misalnya, warna – untuk mengkategorikannya. Contoh: semua bentuk yang berwarna kuning, hijau, biru akan diletakkan bersama-sama, tanpa menghiraukan bentuk dan ukurannya.
Eksperimen Piaget tentang kategorisasi, anak diminta untuk mengelompokkan
objek yang memiliki warna, bentuk dan ukuran yang berbeda. Anak pra sekolah biasanya hanya menyeleksi satu atribut dalam mensortir bentuk. Sebagai contoh adalah anak meletakkan objek berwarna hijau di satu tempat, sedangkan warna merah dan biru di tempat yang berbeda. Dalam gambar ini, anak hanya mengelompokkan dari segi bentuk, dan tidak melihat dari segi ukuran maupun warna.
Piaget berkeyakinan bahwa pada masing-masing periode perkembangan, terdapat hubungan antara berpikir ilmiah dan sosial.. Sebagai contoh, saat anak yang berada pada tahap pra operasional gagal memperhitungkan dua dimensi pada tugas-tugas konservasi, mereka juga tidak memikirkan perspektif lainnya saat
berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak preoperasional seringkali egosentris, dimana mereka mempertimbangkan segala sesuatu hanya dari sudut pandang mereka sendiri
c). Tahap Operasional konkret (8-12 tahun)
Anak sekolah dasar lebih abstrak dalam berpikir. Mereka sudah dapat berpikir logis tahap awal dalam memecahkan masalah. Mereka masih butuh objek konkret dalam belajar.
Teori tentang Mind pada Anak Pra sekolah
Teori Keterangan
Kondisi emosi internal Anak-anak pra-sekolah dapat menginterpretasi
dengan tepat emosi mereka dan emosi anak lainnya. Lebih jauh, mereka mengetahui bahwa emosi datang dari dalam dan mungkin disembunyikan orang lain.
Motif dan maksud Anak-anak pra-sekolah dapat menginterpretasi motif- motif yang lain, sepanjang motif tersebut jelas. Mereka juga dapat mengidentifikasi maksud perilaku seseorang. Sebagai contoh ; anak mengatakan” dia tidak sengaja mendorong temannya”
Mengetahui dan
mengingat Anak-anak prasekolah memiliki pemahaman umum
terhadap proses pemikiran internal. Mereka memahami bahwa kata-kata “tahu”, “ingat”, “kira”, “lupa”, dan “Perhatian” adalah hal-hal yan terjadi dalam pikiran, meskipun mereka mempunyai kesulitan dalam membedakan konsep-konsep tsb.
Outcome Perkembangan kognitif dan belajar anak usia 6 tahun antara lain:
(1) Mengenali warna-warna (minimal 6 warna)
(2) Mengenal bentuk-bentuk geometri (minimal 6 bentuk)
(3) Memahami dimensi dan hubungan (seperti atas bawah, dalam luar, depan belakang) dan waktu yang berbeda ( pagi, sore, siang, malam)
(4) Memahami perbedaan ukuran (besar kecil, pendek tinggi, tipis tebal, lebar
sempit)
(5) Memahami konsep sains sederhana (contoh: apa yang terjadi jika warna dicampur)
(6) Memahami perbedaan rasa ( manis, asam, pahit, pedas, asin)
(7) Memahami perbedaan bau/aroma (harum, wangi, apek, busuk) (8) Dapat mengekspresikan pikiran dan ide
(9) Dapat membedakan antara laki –laki dan perempuan
(10) Dapat bernyanyi
(11) Senang bertanya
(12) Memahami angka dan bisa menghitung angka (minimal sampai 10) (13) Dapat menggambar sederhana
(14) Dapat menulis kata-kata sederhana (15) Dapa membuat kalimat sederhana (16) Dapat bermain pura-pura
(17) Memahami fungsi uang
Alat Penilai Aspek Kognitif untuk Umur 3 – 6 Tahun
Nama Anak:_ Umur Anak : __ _- Tgl.Lahir:_ Jenis Kelamin:
Nama Guru : _ _
PERKEMBANGAN
KOGNITIF Tidak
teramat i Tahap
awal Berkem
bang Konsis
ten KOMENTAR
Motivasi dan Memecahkan
Masalah
1. Mengamati dan menyelidiki
• Menyelidiki bahan- bahan mainan dan benda-benda lain yang baru
• Memanipulasi benda untuk memahami
fungsinya
• Menggunakan lebih dari satu indera untuk memperoleh informasi tentang proyek
2. Menunjukkan
keingintahuan dan hasrat untuk memecahkan masalah
• Menunjukkan minat terhadap apa yang terjadi di kelas
• Mencoba untuk menemukan penyebab dan akibat
• Bertanya tentang lingkungan, kejadian/peristiwa dan bahan-bahan
• Mengulang kegiatan yang pernah dilakukan sebelunya
• Tekun memecahkan masalah sampai selesai (contoh: permainan logika dan puzzle)
3. Menunjukkan pikiran
yang konstruktif
• Menggunakan
pengetahuan dan
pengalaman di
berbagai pusat kegiatan
• Menerapkan informasi atau pengalaman baru ke konteks baru
• Mencari benda-benda dengan cara yang sistematis
• Menemukan lebih dari satu cara dalam memecahkan sebuah masalah
4. Membuat perkiraan dan
rencana
• Menyatakan apa yang akan direncanakan
dan dilakukan
• Menggunakan perencanaan dalam melakukan sebuah tugas atau kegiatan
• Mencoba membuat dugaan dan perkiraan
• Memperkirakan serangkaian kejadian
Cara Berpikir Logis dan
Matematis
1. Mengklasifikasikan sesuai atribut
• Mengklasifikasikan benda sesuai warna, bentuk, ukuran dan lain-lain
• Mengumpulkan sekumpulan benda menurut fungsi dan label kelompok
• Mengklasifikasikan benda-benda ke dalam dua atau lebih subkelompok menurut bentuk,
• warna, ukuran, dan lain-lain dan memberi label pada kelompok
• Menemukan satu benda dalam sebuah
kelompok yang tidak pada tempatnya dan
memberikan komentar
2.Mengurutkan benda
• Melihat adaya kesalahan dalam suatu penyusunan
• Mengatur benda dari yang terkecil sampai yang terbesar
• Menyisipkan sebuah benda baru d iantara benda-benda yang telah diurutkan
3. Memproduksi kembali
pola-pola dalam berbagai cara
• Mengulang pola, dan menambah pola
sederhana dari sebuah irama, balok-balok dan lain-lain
• Menggambarkan pola ketika diminta dengan
menggunakan kata- kata deskriptif
• Menciptakan pola-pola sendiri dengan menggunakan berbagai bahan
4. Merekonstruksi dan
mengingat kembali urutan kejadian
• Mengingat kembali lebih dari 3 langkah
dalam melakukan kegiatan rutin
• Merekonstruksi urutan kejadian yang telah
lalu
• Mengatur 4-5 gambar dalam sebuah urutan yang logis & menceritakan sebuah cerita
5. Memahami hubungan
kuantitatif
• Menghitung dari satu sampai _ _ di luar kepala
• Menggunakan hubungan satu-satu
• Membandingkan yang lebih besar dan yang
lebih kecil, yang
banyak dan yang sedikit
• Menggunakan kata-kata perbandingan untuk menjelaskan ukuran
• Menggunakan peralatan untuk mengukur panjang, berat atau isi
• Menambah dan mengurangi di bawah
10
• Menghitung kelipatan 2
dan kelipatan 3 sampai
20
6. Menunjukkan kesadaran
akan bentuk-bentuk geometris dan menggunakannya dengan benar
• Mengenali, memberi label dan menggambar bentuk-bentuk dasar geometris
• Mengenali bentuk- bentuk di lingkungan sekitarnya
• Dapat menyelesaikan puzzle sederhana
7. Memahami hubungan
ruang dasar
• Mengerti kata-kata yang menunjukkan posisi dan arah dengan mengi-
• kuti instruksi
• Menggunakan kata- kata yang menunjukkan posisi dan arah secara tepat
• Menyelesaikan
berbagai macam puzzle
8.Menunjukkan kesadaran
akan konsep waktu
• Mengetahui jadwal harian
• Mengetahui konsep- konsep waktu
(siang/malam, pagi/sore)
• Mengerti kata-kata kemarin, besok, bulan lalu, sebelum, sesudah, pertama, nanti dll.
• Mengetahui urutan hari dalam seminggu,
musim dan bulan
Pengetahuan dan
Informasi
1. Menunjukkan pengetahuan umum
• Mengetahui warna dan sebutannya
• Menyebutkan nama banyak benda di lingkungan sekitarnya
• Menceritakan tentang rumahnya, sekolah, mesjid dan lokasi- lokasi lainnya di sekitarnya
• Menerangkan pokok pikiran dari profesi- profesi yang berbeda di lingkungannya
• Menunjukkan kesadaran akan beberapa tradisi
nasional (perayaan hari
kemerdekaan)
2. Mencari informasi dari
berbagai sumber
• Bertanya
c) Tahap Operasional konkret (8-12 tahun)
Anak sekolah dasar lebih abstrak dalam berpikir. Mereka sudah dapat berpikir logis tahap awal dalam memecahkan masalah. Mereka masih butuh objek konkret dalam belajar
2) Perilaku Kognitif Anak Usia Dini
a) 0 - 6 bulan
• Apakah anak meniru ekspresi wajah orang dewasa?
• Apakah anak mengulang perilaku-perilaku tertentu yang memberikan kesenangan untuk anak?
• Dapatkah anak mengenali orang-orang dan tempat?
• Apakah perhatian menjadi lebih fleksibel dengan usia anak?
• Apakah anak bisa berceloteh pada akhir periode ini?
b) 6 - 12 bulan
• Apakah anak memiliki tujuan tertentu dan perilaku disengaja?
• Dapatkah anak menemukan benda-benda yang tersembunyi?
• Dapatkah anak meniru aksi-aksi orang dewasa?
• Dapatkah anak mengkombinasikan antara aktivitas sensori dan motornya?
• Apakah anak berceloteh, termasuk suara-suara dalam bahasa bicara anak?
• Apakah anak memperlihatkan gestur pra-verbal, seperti menunjuk?
c) 12 - 18 bulan
• Apakah anak memilih benda-benda ke dalam kategori tertentu?
• Dapatkah anak menemukan benda-benda tersembunyi dengan mencarinya lebih dari satu tempat?
• Apakah anak dalam bermain memperlihatkan belajar ’trial & eror’?
• Apakah anak memiliki rentang perhatian yang bertambah baik?
• Dapatkah anak berbicara, paling tidak mengatakan kata-kata pertama?
• Apakahanak-anakmenggunakan kata-kata ‘overextension’ dan ‘under extension’ yang dia ketahui?
• Dapatkah anak mengambil bagian ketika bermain game interaktif (ciluk ba)
• Apakah anak melakukan eksperimen dengan perilaku yang berbeda untuk menghasilkan dan menemukan cara-cara baru dalam memecahkan masalah?
d) 18 - 24 bulan
• Apakah anak dapat menemukan benda-benda yang hilang dari pandangan?
• Apakah anak mencoba meniru sepenuhnya aksi-aksi orang dewasa?
• Apakah anak ikut serta dalam permainan ’make-believe’?
• Apakah anak memindahkan benda-benda ke dalam kategori tertentu selamabermain?
• Apakah anak menggunakan frase dua kata?
• Apakah anak menulis (cakar ayam) dengan krayon dan pensil?
• Dapatkah anak menunjukkan dan memberi nama bagian-bagian tubuh?
e) 24 - 36 bulan
• Apakah permainan ‘make-believe’ kurang berpusat pada diri dan lebih kompleks?
• Apakah anak mempunyai pengenalan ingatan yang berkembang dengan baik?
• Apakah anak memiliki perbendaharaan kata yang lebih berkembang?
• Apakah anak menggunakan kalimat-kalimat dengan penggunaan tata bahasa yang semakin bertambah?
• Apakah anak memperagakan kemampuan bercakap-cakap?
• Apakah anak mampu mengikuti arah-arah sederhana?
• Dapatkah anak menceritakan cerita-cerita sederhana?
• Apakah anak mampu menjawab pertanyaan?
f) 3 - 4 tahun
• Apakah anak menggunakan kata-kata untuk menyampaikan keinginannya?
Dalam memecahkan masalah, apakah anak fokus pada keberadaan sebuah benda semata- mata tanpa memperhatikan kriteria yang lain?
• Apakah anak melakukan kesalahan gramatikal (melebihi atauran)
• Apakah anak semakin memperhatikan penggunaan tata bahasa dalam berbicara?
g) 4 - 5 tahun
• Apakah perbendaharaan kata yang dimiliki anak semakin bertambah?
• Apakah anak menggunakan tata bahasa yang lebih baik dan kata-kata untuk berkomunikasi?
h) 5 - 6 tahun
• Apakah anak memiliki perbendaharaan kata sekitar 1.000 kata?
• Apakah anak mengerti tata bahasa lebih baik daripada sebelumnya dan melakukan kesalahan gramatikal lebih sedikit?
3) Kemampuan Perkembangan Kognitif dan Belajar Anak usia 6 tahun
Adapun kemampuan (outcome) perkembangan kognitif dan belajar anak usia 6 tahun antara lain:
• Mengenali warna-warna (minimal 6 warna)
• Mengenal bentuk-bentuk geometri (minimal 6 bentuk)
• Memahami dimensi dan hubungan (seperti atas bawah, dalam luar, depan belakang) dan waktu yang berbeda ( pagi, sore, siang, malam)
• Memahami perbedaan ukuran (besar kecil, pendek tinggi, tipis tebal, lebar sempit)
• Memahami konsep sains sederhana (contoh: apa yang terjadi jika warna dicampur)
• Memahami perbedaan rasa ( manis, asam, pahit, pedas, asin)
• Understans smells
• Dapat mengekspresikan pikiran dan ide
• Dapat membedakan antara laki -laki dan perempuan
• Dapat bernyanyi
• Senang bertanya
• Memahami angka dan bisa menghitung angka (minimal sampai 10)
• Dapat menggambar sederhana
• Dapat menulis kata-kata sederhana
• Dapat membuat kalimat sederhana
• Dapat bermain pura-pura
• Memahami fungsi uang
4) Perkembangan Kognitif dan Kemampuan Calistung
NAEYC (National Association for the Education of Young Children) memberikan pernyataannya yang senada tentang kesiapan sekolah : “School must be able to respond to a diverse range of abilities within any group of children, and the curriculum in the early grades must provide meaningful contexs for children learning rather than focusing primarily on isolated skills acquisition.” (sekolah harus dapat merespon berbagai kemampuan anakdalam kelompoknya, dan kurikulum di usia dini harus memberikan konteks yang bermaknabagi anak, bukan menekankan pada perolehan ketrampilan yang sulit dijangkau).
Kesiapan membaca, menulis dan berhitung, sudah dapat dimulai sejak anak berusia pra sekolah. Kesiapan membaca pada anak dapat terlihat antara lain dari kemampuan anak untuk
(1) mendengar dan membedakan bunyi bahasa; (2) memahami konsep tulisan; (3) memberi arti pada bacaan; (4) memahami dan menginterpretasi tulisan sederhana dan sebagainya. Kegiatan membaca merupakan sebuah proses berpikir yang perlu dipelajari dan dilatih, karena tidak terjadi secara otomatis. Dalam mengajarkan anak membaca, diperlukan bimbingan yang bersifat individual, waktu yang tidak sedikit, dan kesabaran pendidik dalam memotivasi anak. Kesiapan membaca dapat mengembangkan pemahaman anak tentang hubungan antara bahasa lisan dan simbol-simbol tulisan.
Dengan memiliki kesiapan membaca, anak dapat meningkatkan kemampuannya dalam menggunakan berbagai kosa kata. Kesiapan menulis berawal dari ide/gagasan yang muncul, yang akan dituliskan di atas kertas. Dalam melatih anak kesiapan menulis, pendidik perlu memberikan kebebasan pada anak untuk mengutarakan idenya secara alamiah, sebagaimana ketika anak berbicara. Anak perlu dimotivasi agar tidak perlu cemas atau khawatir saat menulis. Pendidik perlu menjelaskan secara eksplisit bahwa jika ada tulisan yang salah, anak memiliki kesempatan untuk menghapus atau merubahnya. Ide-ide yang muncul juga masih dapat disusun kembali, demikian pula jika ada pengejaan yang salah. Anak perlu dijelaskan pula tentang manfaat memiliki ketrampilan menulis yang akan sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Kesiapan menulis dapat membantu anak untuk menulis dengan tujuan yang jelas, menulis kalimat secara benar, menggunakan tanda baca yang tepat, menulis dengan jelas dan relative rapi, merangkai ide dengan baik serta memilih kata-kata yang tepat. Kesiapan berhitung terkait erat dengan kemampuan anak dalam matematika. Anak perlu dijelaskan bahwa matematika sangat penting dalam kehidupan , dan kita membutuhkan ketrampilan ini dalam kehidupan sehari hari misalnya untuk membaca jam, membeli barang atau mainan, menghitung skor saat bermain game dan sebagainya. Pendidik perlu menjadi contoh bagi anak sebagai pribadi yang menyukai kegiatan berhitung. Anak pun perlu dimotivasi untuk menganggap dirinya sebagai ’ahli matematika’ yang dapat menyelesaikan masalah dan memiliki ketrampilan bernalar. Materi dalam pembelajaran matematika mencakup banyak hal, diantaranya berkaitan dengan bentuk, symbol angka, penjumlahan, pengurangan dan pengelompokkan.
c. Peran Pendidik dalam Mengajarkan Kesiapan Calistung pada Anak
1) Peran pendidik dalam memfasilitasi anak agar senang membaca:
• Menjadikan kegiatan membaca sebagai hobi yang menyenangkan bagi anak, misalnya dengan mencari buku bacaan/majalah yang menarik dan membacanya bersama, membacakan anak tulisan di kotak makanan atau minuman anak, label atau petunjuk di jalan dan sebagainya
• Membaca puisi atau sajak bersama dengan anak. Saat membaca, orang tua dapat membantu anak dengan menunjuk bacaan, dengan menggerakkan jari dari arah yang tepat
• Menyimak saat anak belajar membaca
• Mengajak anak secara rutin mengunjungi toko buku atau perpustakaan
• Menjadikan buku sebagai alternatif hadiah yang istimewa di saat –saat tertentu
• Menyediakan buku, majalah, dan kertas di rumah agar bisa diakses dengan mudah oleh anak
• Memotivasi anak yang lebih tua untuk membacakan cerita untuk adiknya
• Mendampingi anak belajar membaca dan menuliskan apa yang telah dibaca
2) Peran pendidik dalam memfasilitasi anak agar senang menulis:
• Memberi contoh pada anak bahwa kita senang menulis surat, menuliskan pesan singkat untuk anggota keluarga, menulis daftar belanjaan dan sebagainya
• Mengirim surat atau kartu ucapan untuk anak
• Memotivasi anak untuk senang membuat gambar dan merancang huruf huruf
• Bermain ejaan misalnya crossword puzzles, scrabble, atau bermain peran sebagai pelayan restoran yang mencatat menu yang dipesan pelanggan
• Berbincang dengan anak tentang motivasi orang menulis
3) Peran pendidik dalam memfasilitasi anak agar senang berhitung:
• Motivasi anak bahwa matematika adalah kegiatan yang mudah danmenyenangkan
• Memberitahu anak bahwa matematika ada di mana-mana, misalnya berat dantinggi badan anak memerlukan hitungan matematika; membeli kue memerlukan kemampuan berhitung, dan juga menentukan waktu sekolah
• Membantu anak berhitung dengan menghapal, atau memikirkannya di luar kepala
• Melatih anak tentang angka, jumlah, perbandingan dan sebagainya
• Bermain tebakan dengan menggunakan berbagai angka
• Mengelompokkan benda-benda misalnya berdasarkan ukuran, warna atau bentuk
4) Peran pendidik terkait dengan strategi mengajar calistung:
• Membuat perencanaan mengajar yang sesuai dengan tahapan perkembangan, kebutuhan dan minat anak
• Menciptakan lingkungan belajar yang nyaman bagi anak dan memberikan kesempatan pada anak untuk melatih kemampuannya dalam calistung
• Menggunakan berbagai metode dan pendekatan dalam mengajarkan anak calistung dengan melibatkan seluruh potensi inteligensi anak/multiple inteligensi
• Mengajarkan anak variasi teknik yang tepat dalam calistung
• Menyediakan media/peralatan yang dapat mendukung anak untuk meningkatkanpemahamannya (bisa menggunakan bahan yang ada di lingkungan sekitar atau membuat media sederhana)
d. Kegiatan yang Dapat Diberikan Guru untuk Menstimulasi Kemampuan Kognitif / IntelektualAnak
Matematika/berhitung
• Membuat kantung (dari kain) dan batang es krim
• Mengumpulkan tutup botol
• Membuat kartu berisi bulatan
• Membuat kartu bentuk berpasangan
• Membuat pola ikan berwarna dan alat pancing
• Menyusun kepingan logam
• Membuat grafik buah-buahan dan binatang
• Membuat kartu jahit
IPA
• Bermain dengan magnit (logam, gabus, kayu, tali, kancing, tutup botol, kertas, dll)
• Eksplorasi benda terapung, tenggelam atau melayang
• Mengukur volume air, minyak dsb (kertas corong, botol, gelas yang transparan dll)
• Mengenal larutan (gula, pasir, garam, pasir, tepung, potongan kertas, plastik dsb)
• Mengenal berat/timbangan
• Mencampur warna
• Bermain balon, kelereng dsb
• Pasir dan air
• Bermain busa sabun (ember lebar, sabun, pengocok telur dll)
• Meniup gelembung
• Menyaring air dan pasir
• Bermain kapal layar
• Menyusun gelas yang berisi air dengan volume berbeda
Drama peran
• Membuat telepon dari kaleng, misal dalam tema keluargaku (kaleng, benang/talipancing, isolasi, paku)
• Membuat teropong, misal: dalam tema alat transportasi di laut (gulungan tisue toilet, kabel, kertas tisue warna, pelubang kertas)
• Bermain bayangan (anak berdiri, jongkok, melompat dll)
• Membuat celengan
• dll
Membaca dan menulis
• Membuat kotak misteri (berisi batuan, buah, ranting, daun, kerang, tali, bulu dsb)
• Membuat buku tentang ‘aku’; tentang binatang, tumbuhan, benda langit dengan berbagai bentuk
• Membuat kartu huruf, kartu kata dsb
Seni
• Menempel biji bijian
• Mencetak motif
• Melukis dengan jari
• Membuat gambar berlapis lilin (krayon dilapisi cat air)
• dll
Berikut ini beberapa refleksi yang harus dipikirkan oleh para pendidik anak usia dini, antara lain:
1. Seberapa pentingkah bagi guru untuk menerapkan variasi metode untuk merangsang perkembangan kognitif pada anak?
2. Sependapatkah Anda bahwa anak usia dini diberikan pelajaran nyang menekankan pada aspek akademi?
3. Apakah selama ini guru di lapangan banyak menuntut anak untuk memahami hal-hal yang sebenarnya sulit bagi mereka untuk dijangkau?
4. Bagaimanakah pengalaman Anda sebagai guru ketika anak akan masuk SD dan harus mengikuti seleksi yang bersifat akademik?
5. Bagaimanakah pengalaman Anda sebagai guru ketika harus memberikan tes yang menekankan pada kemampuan intelektual pada anak anak yang baru saja menyelesaikan TK?
2). Bagaimana Anak Usia Dini Belajar
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat adanya pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget mengenai terjadinya belajar didasari atas 4 konsep dasar, yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan. Piaget memandang belajar itu sebagai tindakan kognitif, yaitu tindakan yang menyangkut pikiran. Tindakan kognitif menyangkut tindakan penataan dan pengadaptasian terhadap lingkungan.
Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan menggunakan diagram berikut : Berdasarkan diagram tersebut dimulai dengan meninjau anak yang sudah memiliki
pengalaman yang khas, yang berarti anak sudah memiliki sejumlah skemata yang khas. Pada suatu keadaan seimbang sesaat ketika ia berhadapan dengan stimulus (bisa berupa benda, peristiwa, gagasan) pada pikiran anak terjadi pemilahan melalalui memorinya. Dalam memori anak terdapat 2 kemungkuinan yang dapat terjadi yaitu :
Terdapat kesesuaian sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada dalam pikiran anak. Terdapat kecocokan yang tidak sempurna, antara stimulus dengan skema yang ada dalam pikiran anak. Kedua hal itu merupakan kejadian asimilasi.
Menurut diagram, kejadian kesesuaian yang sempurna itu merupakan penguatan terhadap skema yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang) tidak sepenuhnya dapat diasimilasikan ke dalam skemata yang ada. Di sini terjadi semacam gangguan mental atau ketidakpuasan mental
seperti keingintahuan, kepedulian, kebingungan, kekesalan, dsb. Dalam keadaaan tidak seimbang ini anak mempunyai 2 pilihan :
Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau menyerah dan tidak berbuat aa-apa (jalan buntu)
Memberi tanggapan terhadap stimulus baru itu baik berupa tanggapan secara fisik maupun
mental. Bila ini dilakukan anak mengubah pandangannya atau skemanya sebagai akibat dari tindakan mental yang dilakukannya terhadap stimulus itu. Peritiwa ini disebut akomodasi.
Suatu komponen terpenting dalam teori perkembangan intelektual Piaget adalah melibatkan partisipasi anak. Artinya bagaimana anak mempelajari sesuatu sekaligus mengalami sesuatu yang dipelajari tersebut melalui lingkungan. Pengetahuan bukan semata- mata berarti memindahkan secara verbal, melainkan harus dikonstruksi dan bahkan direkonstruksi oleh anak. Piaget menyatakan bahwa anak-anak yang ingin mengetahui dan mengkonstruksi pengetahuan tentang objek di dunia, mereka mengalami dan melakukan tindakan tentang objek yang diketahuinya dan mengkonstruksi objek itu berdasarkan pemahaman mereka. Karena pengertian anak terhadap objek itu dapat mengatur realitas dan tindakan mereka. Anak harus aktif, dalam pengertian bahwa anak bukanlah suatu bejana yang harus diisi penuh dengan fakta. Pendekatan belajar Piaget merupakan pendekatan kesiapan. Pendekatan kesiapan dalam psikologi perkembangan menekankan bahwa anak-anak tidak dapat belajar sesuatu sampai kematangan memberikan kepada mereka prasyarat-prasyarat.
Kemampuan untuk mempelajari konten kognisi selalu berhubungan dengan tahapan dalam perkembangan intelektual anak. Dengan demikian, anak yang berada pada tahapan dan kelompok umur tertentu tidak dapat diajarkan materi pelajaran yang lebih tinggi dari pada kemampuan umur anak itu sendiri. Pertumbuhan intelektual melibatkan tiga proses fundamental; asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi melibatkan penggabungan pengetahuan baru dengan struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Akomodasi berarti perubahan struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya untuk mengakomodasi hadirnya informasi baru. Penyatuan dua proses asimilasi dan akomodasi inilah yang membuat anak dapat membentuk schema. Seperti yang dipahami dalam teori schema, istilah schema (tunggal) merujuk pada representasi pengetahuan umum. Sedangkan jamaknya schemata tertanam dalam suatu komponen atau ciri ke komponen lain pada tingkat abstraksi yang berbeda. Hubungannya lebih mendekati kemiripan dalam web dari pada hubungan hirarki. Artinya, setiap satu komponen dihubungkan dengan komponen-komponen lain (SIL International, 1999).
Lebih jauh, yang dimaksud dengan equilibrasi adalah keseimbangan antara pribadi seseorang dengan lingkungannya atau antara asimilasi dan akomodasi. Ketika seorang anak melakukan pengalaman baru, ketidakseimbangan hampir mengiringi anak itu sampai dia mampu melakukan asimilasi atau akomodasi terhadap informasi baru yang pada akhirnya mampu mencapai keseimbangan (equilibrium). Ada beberapa macam equilibrium antara asimilasi dan akomodasi yang berbeda menurut tingkat perkembangan dan perbagai persoalan yang diselesaikan. Bagi Piaget, equilibrasi adalah faktor utama dalam menjelaskan mengapa beberapa anak inteligensi logisnya berkembang lebih cepat dari pada anak yang lainnya.
3). Implikasi Pandangan Piaget dalam Pendidikan
Jika ada kurikulum yang menekankan pada filosofi pendidikan yang berorientasi pada pembelajar (murid) sebagai pusat, learner-centered, maka model kurikulum seperti itulah yang diinspirasi dari pandangan Piaget. Sedangkan, beberapa metode pengajaran yang diterapkan pada kebanyakan sekolah di Amerika waktu itu seperti metode ceramah, demonstrasi, presentasi audi-visual, pengajaran dengan menggunakan mesin dan peralatan, pembelajaran terprogram, bukanlah merupakan metode yang dikembangkan oleh Piaget. Piaget mengembangkan model pembelajaran discovery yang aktif dalam lingkungan kelas.
Inteligensi tumbuh dan berkembang melalui dua proses asimilasi dan akomodasi. Dengan demikian, pengalaman harus direncanakan untuk membuka kesempatan untuk melakukan asimilasi dan akomodasi.
Anak-anak harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk untuk mencari, memanipulasi, melakukan percobaan, bertanya, dan mencari jawaban sendiri terhadap berbagai pertanyaan yang muncul. Namun demikian, bukan berarti pembelajar dapat melakukan apa saja yang mereka inginkan. Kalau demikian halnya, apa peranan guru dalam ruangan kelas? Guru seharusnya mampu mengukur kemampuan, kelebihan, dan kekurangan yang dimiliki siswa. Pembelajaran harus dirancang untuk menfasilitasi keberbedaan siswa dan dapat memberikan kesempatan yang luas untuk membangun komunikasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya, untuk berdebat, dan saling menyanggah terhadap isu-isu aktual yang diberikan kepada siswa. Keberadaan guru harus mampu menjadi fasilitator pengetahuan, mampu memberikan semangat belajar, membina, dan mengarahkan siswa.
Seharusnya tidak menekankan kepada benar-salah, melainkan bagaimana menfasilitasi siswa agar dapat mengambil pelajaran dari kesalahan yang diperbuat. Pembelajaran harus lebih bermakna dengan memberi peluang kepada siswa untuk melakukan percobaan sendiri dari pada harus mendengarkan lebih banyak dari hasil ceramah dari guru. Guru harus mampu menghadirkan materi pelajaran yang membawa murid kepada suatu kesadaran untuk mencari pengetahuan baru. Dalam bukunya yang berjudul To Understand Is to Invent, Piaget mengatakan bahwa prinsip dasar dari metode aktif dapat dijelaskan sebagai berikut: Untuk memahami harus menemukan atau merekonstruksi melalui penemuan kembali dan kondisi seperti ini harus diikuti jika menginginkan seseorang dibentuk guna mampu memproduksi dan mengembangkan kreativitas dan bukan hanya sekedar mengulangi. Dalam pembelajaran aktif, guru harus memiliki keyakinan bahwa siswa akan mampu belajar sendiri.
c. Latihan
Amatilah perilaku salah satu anak yang sedang bermain di TK dari awal masuk sekolah hingga pulang sekolah!
Rekam dan catatlah perkembangan kognitif anak secara detail menggunakan berbagai teknik asesmen!
Buatlah laporan perkembangan anak secara lengkap mencakup aspek dan indicator perkembangan kognitif, komentar dan kesimpulan, dan tindak lanjut/stimulasi!
Perkembangan Motorik Anak Usia Dini
Tujuan Pembelajaran
Modul ini akan membahas tentang perkembangan motorik yang meliputi: batasan perkembangan motorik dan ruang lingkup perkembangan motorik. Setelah mempelajari modul pertama ini, anda diharapkan dapat:
(1) Menjelaskan batasan perkembangan motorik,
(2) Menjelaskan ruang lingkup perkembangan motorik, (3) Menjelaskan batasan perkembangan motorik halus,
(4) Menjelaskan keterampilan yang berkaitan dengan motorik halus,
(5) Mendeskripsikan perkembangan motorik halus.
Anda perlu membaca rangkuman yang disajikan dalam tiap akhir modul untuk membantu Anda mengingat kembali pokok-pokok pembahasan yang telah Anda pelajari sebelumnya. Selain itu, diharapkan Anda juga mengerjakan latihan soal yang telah disiapkan, sehingga pemahaman Anda akan lebih komprehensif. Latihan soal dikembangkan dengan maksud membantu Anda mengukur tingkat pemahaman Anda terhadap materi yang dipaparkan. Akhirnya selamat belajar, semoga kesuksesan selalu menyertai Anda!
Isi/Paparan Materi
Pendahuluan
Anak usia dini (lahir-8 tahun) yang sehat fisiknya adalah anak yang aktif atau banyak bergerak. Saat terjaga hampir seluruh waktu anak dipergunakan untuk bergerak – gerak kasar yang menggunakan sebagian besar tubuhnya seperti berlari, memanjat, melompat, melempar atau gerakan yang hanya melibatkan sebagian kecil tubuh seperti mendorong mobil-mobilan, menggunting, menempelkan kertas, memakaikan baju boneka atau menggambar. Gerakan yang pertama dikenal sebagai ketrampilan gerakan/ motorik kasar atau gross motor skills dan yang kedua adalah gerakan/motorik halus atau fine motor skills. Kedua macam gerakan ini memungkinkan anak untuk bermain
sepanjang waktu, karena itu pulalah masa ini merupakan masa bermain. Pada awal usia dini
(lahir - 3 tahun), koordinasi fisik setiap bagian tubuh anak belum sempurna. Dalam hal melakukan aktivitas motorik, anak masih menggerakkan otot-otot yang tidak diperlukan. Misalnya ketika anak menendang, maka ia akan menggerakkan tangannya ke depan secara berlebihan. Hal ini terlihat pula ketika anak memegang benda, yang terlihat asal memegang bukan dengan cara yang seharusnya. Anak juga masih menggerakkan otot- otot tubuhnya dengan tujuan yang belum jelas, yang disebabkan karena belum matangnya otot-otot tubuh anak. Semakin sering anak berlatih menggunakan otot- ototnya – melalui bermain- maka ia akan semakin terampil dalam menggunakan anggota tubuhnya secara efektif.
Kemajuan yang pesat akan dicapai anak baik aspek gross motor skills maupun fine motor skills-nya, sehingga perkembangan motorik anak semakin matang pada usia 4-5 tahun. Ketika mencapai usia 6-8 tahun, anak telah dapat menggunakan fisiknya secara baik. Koordinasi mata dengan tangan dan antar tiap-tiap anggota tubuh telah berjalan dengan sempurna. Anak memiliki kemampuan untuk menjaga keseimbangan tubuh dan menggunakan otot-otot tubuhnya secara efektif.
Perkembangan motorik sangat berpengaruh terhadap aspek-aspek perkembangan lainnya. Anak yang kondisi fisiknya terlatih akan memiliki kesempatan lebih banyak dalam mengeksplorasikan lingkungannya sehingga dapat lebih mengenal dan memahami lingkungannya. Hal ini menggambarkan mengapa perkembangan fisik (motorik) berkaitan erat dengan perkembangan mental intelektual anak. Perkembangan sosial emosional anak juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan fisiknya. Anak yang fisiknya lemah akan memiliki kepercayaan diri yang kurang, terutam ketika ia membandingkan dirinya dengan anak-anak lain yang sebayanya. Kegagalan untuk menguasai ketrampilan motorik akan membuat anak kurang menghargai dirinya sendiri. Oleh karena itu agar anak dapat mencapai dan melewati perkembangannya dengan optimal, perlu diperhatikan tahap-tahap perkembangan motorik anak dengan stimulasinya yang tepat dan sesuai dengan usia perkembangannya. Disamping
itu perlu kiranya dilakukan evaluasi terhadap perkembangan fisik anak agar dapat terdeteksi secara dini jika dalam proses perkembangannya terjadi penyimpangan atau hambatan yang akan mengganggu optimalisasi perkembangannya.
Modul ini membahas tentang landasan dan tahap perkembangan motorik anak usia dini,
teknik analisis perkembangan motorik motorik anak usia dini serta berbagai strategi dalam mengemas perangkat pengembangan motorik anak usia dini melalui kegiatan menyusun perencanaan dan mengembangkan kegiatan serta media pengembangan motorik anak usia dini.
HAKIKAT DAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA DINI
1. Tujuan Pembelajaran
Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik anak usia dini melalui modul ini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut:
a. Memahami perkembangan motorik anak usia dini
1) Memahami landasan dan tahap perkembangan motorik anak usia dini
2) Melakukan analisis perkembangan motorik anak usia dini
b. Membuat perangkat pengembangan aspek perkembangan motorik anak usia dini
1) Menyusun perencanaan pengembangan aspek perkembangan motorik anak usiadini
2) Mengembangkan kegiatan dan media pengembangan aspek perkembangan motorik anak usia dini
3) Pengemasan perangkat pengembangan motorik anak usia dini
Untukmemudahkanmempelajarimodulinisehinggapendidikdapatmempraktekkannya di lapangan maka pendidik sebaiknya melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Baca dan pahami secara mendalam kompetensi dan indikator yang tercantu di atas
b. Bacalah uraian materi secara seksama dan berurutan.
c. Jangan berpindah kepada materi berikutnya sebelum materi awal dapat dipahami oleh anda dengan baik.
d. Diskusikan atau konsultasikan materi-materi yang belum dipahami dengan teman/ sumber belajar atau orang yang dianggap ahli dalam bidang ini.
e. Carilah sumber atau bacaan lain yang relevan untuk menunjang pemahaman danwawasan tentang materi ini.
f. Lakukan tugas yang diperintahkan dalam modul ini sebagai tindak lanjut untuk mengukur tingkat pemahaman dan ketrampilan dari hasil pembelajaran.
2. Uraian Materi
Pendahuluan
Anak usia dini (lahir-8 tahun) yang sehat fisiknya adalah anak yang aktif atau banyak bergerak. Saat terjaga hampir seluruh waktu anak dipergunakan untuk bergerak – gerak kasar yang menggunakan sebagian besar tubuhnya seperti berlari, memanjat, melompat, melempar atau gerakan yang hanya melibatkan sebagian kecil tubuh seperti mendorong mobil-mobilan, menggunting, menempelkan kertas, memakaikan baju boneka atau menggambar. Gerakan yang pertama dikenal sebagai ketrampilan gerakan/ motorik kasar atau gross motor skills dan yang kedua adalah gerakan/motorik halus atau fine motor skills. Kedua macam gerakan ini memungkinkan anak untuk bermain sepanjang waktu, karena itu pulalah masa ini merupakan masa bermain. Pada awal usia dini (lahir - 3 tahun), koordinasi fisik setiap bagian tubuh anak belum sempurna. Dalam hal melakukan aktivitas motorik, anak masih menggerakkan otot- otot yang tidak diperlukan. Misalnya ketika anak menendang, maka ia akan menggerakkan tangannya ke depan secara berlebihan. Hal ini terlihat pula ketika anak memegang benda, yang terlihat asal memegang bukan dengan cara yang seharusnya. Anak juga masih menggerakkan otot- otot tubuhnya dengan tujuan yang belum jelas, yang disebabkan karena belum matangnya otot-otot tubuh anak. Semakin sering anak berlatih menggunakan otot- ototnya – melalui bermain- maka ia akan semakin terampil dalam menggunakan anggota tubuhnya secara efektif.
Kemajuan yang pesat akan dicapai anak baik aspek gross motor skills maupun fine motor skills-nya, sehingga perkembangan motorik anak semakin matang pada usia 4-5 tahun. Ketika mencapai usia 6-8 tahun, anak telah dapat menggunakan fisiknya secara baik. Koordinasi mata dengan tangan dan antar tiap-tiap anggota tubuh telah berjalan dengan sempurna. Anak memiliki kemampuan untuk menjaga keseimbangan tubuh dan menggunakan otot-otot tubuhnya secara efektif.
Perkembangan motorik sangat berpengaruh terhadap aspek-aspek perkembangan lainnya. Anak yang kondisi fisiknya terlatih akan memiliki kesempatan lebih banyak dalam mengeksplorasikan lingkungannya sehingga dapat lebih mengenal dan memahami
lingkungannya. Hal ini menggambarkan mengapa perkembangan fisik (motorik) berkaitan erat dengan perkembangan mental intelektual anak. Perkembangan sosial emosional anak juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan fisiknya. Anak yang fisiknya lemah akan memiliki kepercayaan diri yang kurang, terutama ketika ia membandingkan dirinya dengan anak-anak lain yang sebayanya. Kegagalan untuk menguasai ketrampilan motorik akan membuat anak kurang menghargai dirinya sendiri. Oleh karena itu agar anak dapat mencapai dan melewati perkembangannya dengan optimal, perlu diperhatikan tahap-tahap perkembangan motorik anak dengan stimulasinya yang tepat dan sesuai dengan usia perkembangannya. Disamping
itu perlu kiranya dilakukan evaluasi terhadap perkembangan fisik anak agar dapat
terdeteksisecara dini jika dalam proses perkembangannya terjadi penyimpangan atau hambatan yang akan mengganggu optimalisasi perkembangannya.
Modul ini membahas tentang landasan dan tahap perkembangan motorik anak usia dini, teknik analisis perkembangan motorik motorik anak usia dini serta berbagai strategi dalam mengemas perangkat pengembangan motorik anak usia dini melalui kegiatan menyusun perencanaan dan mengembangkan kegiatan serta media pengembangan motorik anak usia dini.
HAKIKAT DAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA DINI
a. Pengertian
Motorik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan gerakan-gerakan tubuh. Secara umum, kemampuan motorik terbagi menjadi dua macam, yaitu ketrampilan motorik kasar atau gross motor skills dan ketrampilan motorik halus atau fine motor skills. Motorik kasar adalah gerakan yang dilakukan dengan melibatkan sebagian besar bagian tubuh. Gerakan motorik kasar memerlukan cukup tenaga dan dilakukan oleh otot- otot besar. Contoh gerakan motorik kasar adalah gerakan berjalan, berlari, melompat dan sebagainya. Sementara motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian- bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil. Karena itu, gerakan motorik halus tidak terlalu membutuhkan tenaga, akan tetapi membutuhkan koordinasi yang cermat serta ketelitian. Contoh gerakan motorik halus adalah gerakan mengambil sebuah benda dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan, menggunting, menyetir mobil, menulis, menjahit, menggambar dan sebagainya. Perkembangan motorik diartikan sebagai perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh. Dalam proses perkembangan anak, motorik kasar berkembang terlebih dahulu dibandingkan motorik halus. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa anak sudah dapat menggunakan otot-otot kakinya untuk berjalan sebelum ia mampu mengontrol tangan dan jari-jarinya untuk menggambar atau menggunting. Ketrampilan motorik kasar diawali dengan bermain yang merupakan gerakan kasar. Pada usia 3 tahun sesuai dengan tahap perkembangan, anak umumnya sudah menguasai sebagian besar ketrampilan motorik kasar. Sementara ketrampilan motorik halus baru mulai berkembang, yang diawali dengan kegiatan yang amat sederhana seperti memegang pensil, memegang sendok dan mengaduk. Ketrampilan motorik halus lebih lama pencapaiannya dari pada ketrampilan motorik kasar karena ketrampilan motorik halus membutuhkan kemampuan yang lebih sulit misalnya konsentrasi, kontrol, kehati-hatian dan koordinasi otot tubuh yang satu dengan yang lain. Seiring dengan pertambahan usia anak, kepandaian anak akan kemampuan motorik halusnya semakin berkembang dan maju pesat.
Kemampuan motorik anak usia 4-6 tahun mempunyai perbedaan dengan orang dewasa dalam hal: (1) cara memegang, (2) cara berjalan dan (3) cara menyepak/ menendang. Pada anak cara memegang dilakukan secara asal saja, sedangkan orang dewasa memegang benda dengan cara yang khas agar dapat dipergunakan secara optimal. Ketika orang dewasa berjalan, hanya mempergunakan otot-ototnya yang diperlukan saja sedangkan anak-anak berjalan seolah-olah seluruh tubuhnya ikut bergerak-gerak. Dalam hal menyepak/menendang, anak-anak
menyepak bola diikuti dengan kedua belah tangannya yang turut maju ke depan secara berlebihan.
Pengertian
Aktivitas sehari-hari, baik yang bersifat sederhana maupun yang kompleks, selalu berkaitan dengan gerak. Kegiatan seperti mengerjapkan mata, berjalan, berlari, menuang air, menyusun kepingan puzzle merupakan aktivitas yang berhubungan dengan gerak. Istilah gerak (movement) dalam bahasa Indonesia terkadang digabungkan dengan kata motorik (motor) sehingga terkadang muncul kata-kata “gerakan motorik”. Gallahue (1997: 17-18) menyatakan bahwa istilah motorik (motor) itu sendiri sebenarnya merujuk pada faktor biologis dan mekanis yang mempengaruhi gerak (movement). Sementara istilah gerak (movement) merujuk pada perubahan aktual yang terjadi pada bagian tubuh yang dapat diamati. Dengan demikian, motorik merupakan kemampuan yang bersifat lahiriah yang dimiliki seseorang untuk mengubah beragam posisi tubuh.
Perubahan yang terjadi pada anak, ketika mereka bertambah tinggi, sistem syaraf yang semakin kompleks, pertumbuhan tulang dan otot pada intinya mengacu pada perkembangan motorik. Menurut Meggitt (2002: 2), istilah perkembangan motorik merujuk pada makna perkembangan fisik. Perkembangan fisik memiliki arti bahwa anak telah mencapai sejumlah kemampuan dalam mengontrol diri mereka sendiri. Dodge (2002: 20) menyatakan bahwa pencapaian kemampuan motorik kasar dan motorik halus pada anak usia prasekolah merupakan tujuan dari pengembangan fisik anak. Pencapaian kontrol motorik kasar meliputi: memindahkan otot-otot besar dalam tubuh, khususnya lengan dan kaki secara sadar dan berhati-hati. Sedangkan pencapaian kontrol motorik halus mencakup penggunaan dan koordinasi otot kecil pada tangan, pergelangan tangan dengan tangkas. Gallauhe menjelaskan bahwa perkembangan motorik merupakan perubahan perilaku motorik yang terjadi terus- menerus sepanjang siklus kehidupan. Perilaku motorik (motor behavior) dapat diartikan sebagai perubahan pada pembelajaran dan perkembangan motorik dalam mewujudkan faktor pembelajaran dan proses kematangan yang berhubungan dengan performansi motorik. Studi dan penelitian tentang perilaku motorik akan berfokus pada kajian tentang pembelajaran motorik, kontrol motorik dan perkembangan motorik. Proses perkembangan motorik mengikuti suatu pola umum yang terdiri dari tiga arah utama, yaitu: (1) perkembangan dari otot kasar menuju ke otot kecil, (2) pertumbuhan dari kepala ke jari kaki, disebut dengan perkembangan cephalocaudal, (3) perkembangan dari sumbu tubuh menuju ke luar, disebut perkembangan proximoditsal.
Gb 1.1 Pola Perkembangan Motorik (Nilsen, 2004: 83)
Perkembangan dari otot besar menuju ke otot kecil mengacu pada penggunaan otot di dalam tubuh. Otot-otot besar (large muscles) meliputi perkembangan di leher, batang tubuh, lengan dan kaki. Sementara otot-otot kecil meliputi jari, tangan, pergelangan tangan. Hal ini dapat dilihat pada kondisi dimana bayi lebih mampu berjalan terlebih dahulu sebelum mereka dapat menjumput benda-benda yang berukuran kecil. Pola perkembangan cephalocaudal berasal dari bahasa Latin, from head to tail. Pada pola perkembangan cephalocaudal, perkembangan struktur dan fungsi tubuh berawal dari kepala, kemudian menuju badan dan akhirnya menyebar menuju ke kaki. Adapun pola perkembangan proximoditsal yang juga berasal dari bahasa Latin yang bermakna dari dekat ke jauh (near to far) menunjukkan bahwa perkembangan bergerak dari yang dekat mengarah ke luar sumbu pusat tubuh dan menyebar
ke ujung-ujungnya. Hal ini dapat diamati pada seorang bayi yang mampu membalikkan badannya sebelum tangannya siap untuk menopang berat tubuhnya. Proses tersebut terjadi
karena otot-otot yang berada di pusat tubuh berkembang lebih awal sehingga membalikkan badan akan dapat dilakukan oleh anak sebelum mereka dapat duduk.
Perkembangan motorik merupakan cara tubuh untuk meningkatkan kemampuan sehingga performanya menjadi lebih kompleks. Perkembangan motorik mencakup dua klasifikasi, yaitu: (1) kemampuan motorik kasar (gross motor skills) dan (2) kemampuan motorik halus (fine motor skills). Kemampuan motorik kasar adalah kemampuan untuk menggunakan otot- otot besar pada tubuh yang digunakan antara lain untuk berjalan, berlari dan mendaki.Kemampuan motorik halus mencakup kemampuan manipulasi kasar (gross manipulative skills) yang melibatkan satu gerakan anggota badan seperti melempar dan kemampuan manipulasi halus (fine manipulative skills) yang melibatkan penggunaan tangan dan jari secara tepat seperti dalam kegiatan menulis dan menggambar.
Terdapat tiga jenis gerakan dasar yang perlu dikembangkan kepada anak, yaitu: gerakan lokomotor, manipulatif dan stabilitas. Gerakan lokomotor mencakup gerakan berjalan, berlari, melompat, meloncat, melompat-lompat, mendaki. Sementara gerakan manipulatif mencakup gerakan melempar, menangkap, menendang, memasukkan. Selanjutnya gerakan stabilisasi mencakup mengayun, berguling, membalikkan badan dan berjalan di atas papan titian. Catron menjelaskan bahwa perkembangan motorik meliputi empat domain, yaitu: (1) koordinasi mata
– tangan/ mata-kaki, (2) kemampuan lokomotor, (3) kemampuan non lokomotor, (4) pengendalian dan pengaturan tubuh. Keempat domain tersebut perlu dikembangkan sejak dini. Koordinasi mata tangan perlu distimulasi agar anak dapat mempelajari kemampuan manipulasi objek, kemampuan memproyeksi objek (melempar, menangkap dan memukul), kemampuan motorik halus (mencoret-coret, menggambar dan menulis), serta kemampuan megikuti jejak secara visual. Kemampuan lokomotor perlu dikembangkan dengan tujuan membantu anak mengembangkan kemampuan menggunakan otot-otot besar untuk berpindah (menggunakan semua anggota tubuh) secara horizontal dan proykesi tubuh seperti melompat, meloncat, berlari cepat, berjingkrak dan meluncur. Kemampuan non lokomotor perlu dikembangkan dengan tujuan untuk membantu anak melatih kemampuan berpindah (dengan sebagian atau semua anggota tubuh) dan manipulasi seperti gerakan menarik, mengangkat, memutar, mengulurkan tangan, berguling, melipat dan membungkuk.Kemampuan pengendalian dan pengaturan tubuh perlu distimulasi dengan tujuan agar anak mampu mengatur kemampuan motorik setiap hari dan membantu anak mempelajari keseimbangan dan kesadaran temporal, ketangkasan dan koordinasi (berkaitan dengan kemampuan berhenti, memulai dan berpindah) serta mempelajari persepsi tubuh dan ruang.
b. Fungsi Lima Pusat Kontrol Otak
Masa lima tahun pertama (lahir-5tahun) adalah masa emas bagi perkembangan motorik anak. Perkembangan motorik diartikan sebagai perkembangan dari unsure kematangan dan pengendalian gerak tubuh. Ada tiga unsur yang menentukan dalam perkembangan motorik yaitu otak, syaraf dan otot. Ketika motorik bekerja, ketiga unsur tersebut melaksanakan masing-masing peranannya secara interasi positif, artinya unsur- unsur yang satu saling berkaitan, saling menunjang, saling melengkapi dengan unsur yang lainnya untuk mencapai kondisi motoris yang lebih sempurna keadaannya. Jadi ketiga unsur tersebut saling bekerja sama sehingga terbentuk suatu gerakan yang bertujuan, misalnya berbicara, berjalan, berlalri, menulis menggambar dan sebagainya.
Proses perkembangan motorik sangat erat kaitannya dengan perkembangan pusat motorik di otak. Ketrampilan motorik berkembang sejalan dengan kematangan syaraf dan otot. Oleh karena itu, setiap gerakan yang dilakukan anak, sesederhana apapun sebenarnya merupakan
hasil pola interaksi kompleks dari berbagai bagian dan system dalam tubuh yang dikontrol otak. Jadi otaklah, sebagai bagian dari susunan syaraf
pusat yang mengatur dan mengontrol semua aktivitas fisik dan mental. Dengan kata lain aktivitas anak terjadi di bawah control otak, secara simultan (berkesinambungan) otak terus mengolah informasi yang diterimanya. Bersamaan dengan itu, otak bersama jaringan syaraf yang membentuk sistem syaraf pusat yang mencakup lima pusat kontrol akan mendiktekan setiap gerakan anak.
Secara lebih jelas dapat dilihat pada bagan yang menggambarkan fungsi lima pusat kontrol di otak tersebut berikut ini :
Tabel 20. Fungsi Lima Pusat Kontrol di Otak
Otak dan
Pusat Kontrol Syaraf Fungsi
Cerebral Cortex
(Otak Besar) Merupakan pusat kontrol, yang menerima dan
memproses informasi penginderaan.
Basal Ganglia Kumpulan sel syaraf di dalam sistem syaraf
pusat yang menyebabkan gerakan tanpa direncanakan terlebih dahulu.
Cerebellum
(otak Kecil) Bagian yang mengatur pergerakan seluruh
tubuh dan koordinasi gerakan tubuh.
Batang Otak Merupakan bagian yang menghubungkan
otak dengan jaringan syaraf, memiliki fungsi menyeleksi informasi dan membiarkan otak
Jaringan Syaraf Merupakan jalur transmisi bagi pesan-pesan
yang dating menuju otak.
Fungsi Perkembangan Motorik
Adapun Hurlock menjelaskan bahwa keterampilan motorik dapat dikategorikan ke dalam empat bidang, yaitu: (1) keterampilan bantu diri, (2) keterampilan bantu sosial, (3) keterampilan bermain dan (4) keterampilan sekolah. Keterampilan bantu diri atau self help skills merupakan keterampilan yang berkaitan dengan keterampilan yang diperlukan oleh anak untuk melakukan aktivitas sehari-hari (activity daily living), seperti: menggunakan sendok dan garpu untuk makan, mengancingkan baju, dan menalikan sepatu. Keterampilan bantu sosial merupakan keterampilan yang dipergunakan oleh anak sebagai upaya agar dirinya dapat diterima oleh lingkungan keluarga, teman sebaya dan masyarakat, seperti: membereskan pekerjaan di rumah dan sekolah. Keterampilan bermain merupakan beragam keterampilan yang dipelajari oleh anak ketika dirinya bergabung dalam kelompok teman sepermainan sebagai usaha untuk dapat diterima dan menghibur dirinya sendiri, seperti: bermain layang-layang, menggambar, menggunakan alat-alat permainan lainnya. Keterampilan sekolah berkaitan dengan keterampilan yang harus dikuasai oleh anak agar dirinya mampu mengerjakan sejumlah tugas yang bersifat akademis, seperti: menulis, menggunting, dan melukis. Penguasaan yang baik terhadap keterampilan sekolah akan sangat
membantu anak dalam mencapai prestasi sekolahnya, baik dalam prestasi yang bersifat akademis maupun non akademis.
d. Klasifikasi/Tingkatan Kemampuan Motorik
Benyamin Bloom menyatakan bahwa rentangan penguasaan psikomotorik ditunjukkan oleh gerakan yang kaku sampai kepada gerakan yang lancer dan luwes. Dave (1970) memperjelasnya dengan mengklasifikasikan domain psikomotorik ke dalam lima kategori mulai dari tingkatan yang paling rendah sampai pada tingkatan yang paling tinggi sebagai berikut:
1) Imitation (Peniruan)
Peniruan yaitu suatu ketrampilan untuk menirukan sesuatu gerakan yang telah dilihat, didengar atau dialaminya. Jadi kemampuan ini terjadi ketika anak mengamati suatu gerakan, dimana ia mulai memberi respon serupa dengan apa yang diamatinya.
Gerakan meniru ini akan mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot syaraf, karena peniruan
gerakan umumnya dilakukan dalam bentuk global dan tidak sempurna.
Contoh gerakan ini adalah menirukan gerakan binatang, menirukan gambar jadi tentang suatu gerakan dan menirukan langkah tari.
2) Manipulation (Penggunaan Konsep)
Suatu ketrampilan untuk menggunakan konsep dalam melakukan kegiatan (gerakan). Ketrampilan manipulasi ini menekankan pada perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan gerakan-gerakan pilihan dan menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Jadi penampilan gerakan anak menurut petunjuk-petunjuk dan tidak hanya meniru tingkah laku saja. Contohnya adalah menjalankan mesin, menggergaji, melakukan gerakan senam kesegaran jasmani yang didemontrasikan.
3) Precition (Ketelitian)
Suatu ketrampilan yang berhubungan dengan kegiatan melakukan gerakan secara teliti dan benar. Ketrampilan ini sebenarnya hampir sama dengan gerakan manipulasi tetapi dilakukan dengan kontrol yang lebih baik dan kesalahan yang lebih sedikit. Ketrampilan ini selain membutuhkan kecermatan juga proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilannya. Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum. Contoh gerakan ini adalah gerakan mengendarai/menyetir mobil dengan terampil, berjalan di atas papan titian.
4) Articulation (Perangkaian)
Suatu ketrampilan untuk merangkaikan bermacam-macam gerakan secara berkesinambungan. Gerakan artikulasi ini menekankan pada koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal antara gerakan-gerakan yang berbeda. Contoh ketrampilan gerakan ini adalah mengetik dengan ketepatan dan kecepatan tertentu, menulis, menjahit.
5) Naturalization (Kewajaran/Pengalamiahan)
Suatu ketrampilan untuk melakukan gerakan secara wajar. Menurut tingkah laku yang ditampilkan, gerakan ini paling sedikit mengeluarkan energi baik fisik maupun psikis. Gerakan ini biasanya dilakukan secara rutin sehingga telah menunjukkan keluwesannya. Misalnya memainkan bola dengan mahir, menampilkan gaya yang benar dalam berenang, mendemonstrasikan suatu gerakan, pantomim dan sebagainya.
Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Dave, Anita Harrow membagi tingkatan keterampilan motorik menjadi 5 jenis gerakan, yaitu:
1) Gerakan refleks, yaitu tindakan yang ditunjukkan tanpa belajar dalam menanggapi
stimulus. Contoh: Merentangkan, melenturkan badan, menyesuaikan postur tubuh menurut keadaan.
2) Gerakan dasar, yaitu pola gerakan yang diwarisi yang terbentuk berdasarkan campuran gerak refleks dan gerakan yang lebih kompleks. Contoh : Menggenggam, mencengkram, mencekal, menyambar.
3) Gerakan tanggap perseptual. Merupakan penafsiran terhadap segala rangsang yang membuat seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Hasil belajarnya dapat berupa kewaspadaan berdasarkan perhitungan dan kecermatan.
Contoh : Bermain tali, menangkap, menyepak.
4) Kegiatan fisik, yaitu kegiatan yang memerlukan kekuatan-kekuatan mental, ketahanan, kecerdasan, kegesitan dan kekuatan suara. Contoh : Semua kegiatan fisik yang memerlukan usaha dalam jangkauan panjang dan berat, pengerahan otot, gerakan sendi yang cepat.
5) Komunikasi tidak berwacana. Merupakan komunikasi melalui gerakan tubuh. Gerakan tubuh merentang dari ekspresi mimik muka sampai gerakan koreografi yang rumit.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik Anak Usia Dini Perkembangan motorik seorang anak tidak selalu berjalan dengan sempurna. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik anak, baik factor internal maupun faktor eksternal. Berikut ini akan diuraikan faktor-faktor tersebut:
1) Sifat dasar genetic Faktor ini merupakan faktor internal yang berasal dari dalam diri anak dan merupakan sifat bawaan dari orangtua anak. Faktor ini ditandai dengan beberapa kemiripan fisik dan gerak tubuh anak dengan salah satu anggota keluarganya, apakah ayah, ibu kakek, nenek atau keluarga lainnya. Sebagai contoh anak yang memiliki bentuk tubuh tinggi kurus seperti ayahnya, padahal sang anak sangat suka makan (dianggap dapat membuat anak menjadi gemuk) tetapi kenyataannyaanak tidak menjadi gemuk.
2) Kondisi pra lahir ibu
Ketika anak berada dalam kandungan, pertumbuhan fisiknya sangat tergantung pada suplai gizi yang diperolehnya dari ibunya. Jika kondisi fisik seorang ibu yang sedang mengandung terganggu karena kurang gizi, maka anak yang dikandungnya pun akan mengalami pertumbuhan fisik yang tidak sempurna. Contohnya ibu hamil yang kekurangan asam folat akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan otak dan cacat pada janin.
3) Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan merupakan faktor internal atau faktor di luar diri anak. Kondisi lingkungan yang kurang kondusif dapat menghambat perkembangan motorik anak, dimana anak kurang mendapatkan keleluasaan dalam bergerak dan melakukan latihan-latihan. Misalnya ruangan bermain yang terlalu sempit, sedangkan jumlah anak banyak, akan mengakibatkan anak bergerak cepat dan sangat terbatas bentuk gerakan yang dilakukannya.
4) Kesehatan & gizi
Kesehatan dan gizi anak sangat berpengaruh terhadap optimalisasi perkembangan motorik anak, mengingat bahwa anak berada pada masa pertumbuhan dan perkembangan fisik yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan pertambah volume dan fungsi tubuh anak. Dalam pertumbuhan fisik/motorik yang pesat ini anak membutuhkan gizi yang cukup untuk membentuk sel-sel tubuh dan jaringan tubuhnya yang baru. Kesehatan anak yang terganggu karena sakit akan memperlambat pertumbuhan/perkembangan fisiknya dan akan merusak sel-sel serta jaringan tubuh anak.
5) IQ
Kecerdasan intelektual turut mempengaruhi perkembangan motorik anak. Kecerdasan intelektual yang ditandai dengan tinggi rendahnya skor IQ secara tidak langsung membuktikan tingkat perkembangan otak anak dan perkembangan otak anak sangat mempengaruhi kemampuan gerakan yang dapat dilakukan oleh anak, mengingat bahwa salah satu fungsi bagian otak adalah mengatur dan mengendalikan gerakan yang dilakukan anak. Sekecil apaun gerakan yang dilakukan anak, merupakan hasil kerjasama antara 3 unsur yaitu otak, urat saraf dan otot, yang berinteraksi secara positif.
6) Adanya stimulasi, dorongan dan kesempatan
Perkembangan motorik anak sangat tergantung pada seberapa banyak stimulasi dan dorongan yang diberikan. Hal ini disebabkan karena otot-otot anak baik otot halus maupun kasar belum mencapai kematangan. Gerakan otot yang dilakukan anak masih sangat kasar. Dengan latihan-latihan yang cukup akan membantu anak untuk mengendalikan gerakan ototnya sehingga mencapai kondisi motoris yang sempurna yang ditandainya dengan gerakan yang lancar dan luwes.
7) Pola asuh
Ada tiga pola asuh yang dilakukan oleh orangtua yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisif. Pola asuh otoriter cenderung tidak memberikan kebebasan kepada anak, dimana anak dianggap sebagai robot yang harus taat pada semua aturan dan perintah yang diberikan. Sedangkan Pola asuh permisif sangat berlawanan dengan otoriter, yaitu orangtua cenderung akan memberikan kebebasan tanpa batas padanak dan cenderung membiarkan anak untuk bertumbuh dan berkembang dengan sendirinya tanpa dukungan orangtua. Pola asuh yang terbaik adalah demokratisdimana orangtua akan memberikan kebebasan yang terarah artinya orang tuamemberikan arahan, bimbingan dan stimulasi sesuai dengan kebutuhan dankemampuan anak, jadi orang tua berusaha memberdayakan anak. Ketiga pola asuhini tentunya akan menentukan suasana kehidupan yang akan dialami anak dalam kesehariannya dan tentu saja akan sangat mempengaruhi proses perkembangannya diantarannya perkembangan motorik.
8) Cacat fisik
Kondisi cacat fisik yang dialami oleh anak akan mempengaruhi kemampuan gerak anak. Kecacatan ini akan menghambat kelancaran dan keluwesan anak dalam bergerak. Contoh sederhana seorang anak yang mengalami cacat tuna netra cenderung terlihat kaku dalam bergerak, atau anak yang mengalami kelumpuhan mengalami gangguan dalam keseimbangan badan.
f. Strategi Pengembangan Aspek Perkembangan Motorik Anak Usia Dini
1) Prinsip - Prinsip Pengembangan
Untuk mengembangkan motorik anak usia dini secara optimal, perlu diperhatikan prinsip- prinsip berikut :
a) Berikan kebebasan ekspresi pada anak.
Ekspresi adalah proses pengungkapan perasaan dan jiwa secara jujur dan langsung dari dalam diri anak.
b) Lakukan pengaturan waktu, tempat, media (alat dan bahan) agar dapat merangsang anak untuk kreatif.
Kreativitas merupakan kemampuan mencipta sesuatu yang baru yang bersifat orisinil/ asli dari dirinya sendiri. Kreativitas erat kaitannya dengan fantasi (daya khayal), karena itu
anak perlu diaktifkan dengan cara membangkitkan tanggapan melalui pengamatan dan pengalamannnya sendiri.
c) Berikan bimbingan kepada anak untuk menemukan teknik/cara yang baik dalam melakukan kegiatan dengan berbagai media.
Ketika melakukan kegiatan motorik halus, anak menggunakan berbagai macam media/alat
dan bahan, oleh karena itu perlu kiranya anak mendapatkan contoh dan menguasai berbagai cara menggunakan alat alat tersebut, sehinggaanak merasa yakin akan kemampuannya dan tidak mengalami kegagalan. Latihan menggunakan alat ini dapat dilakukan dengan berbagai gerakan sederhana misalnya bermain jari (finger plays).
d) Pupuk keberanian anak dan hindarkan petunjuk yang dapat merusak keberanian dan perkembangan anak.
Hindari komentar negatif ketika melihat hasil karya motorik halus anak, begitu pula kata- kata yang membatasi berupa larangan atau petunjuk yangterlalu banyak serta labeling kepada anak. Hal-hal tersebut dapat menyebabklan anak berkecil hati, kurang percaya diri dan frustasi dengan kemampuannya. Berikan motivasi dengan kata-kata positif, pujian, dorongan dan reward lainnya sehingga anak termotivasi untuk terus menungkatakan kemampuannnya.
e) Bimbing anak sesuai dengan kemampuan dan taraf perkembangan anak.
Dalam perkembangan anak terdapat karakteristik perkembangan yang berbeda-beda untuk tiap usia. Karena itu perlu kiranya memperhatikan apa dan bagaimana bimbingan dan stimulai yang dapat diberikan kepada anak sesuai dengan usia perkembangan anak.
f) Berikan rasa gembira dan ciptakan suasana yang menyenangkan pada anak.
Anak akan melakukan kegiatan dengan seoptimal mungkin jika ia berada dalam kondisi psikologis yang baik, yaitu dalam suasana yang menyenangkan hatinya tanpa ada tekanan. Karena itu ciptakan suasana yang memberikan kenyamanan psiklogis da anak dalam berkarya motorik halus.
g) Lakukan pengawasan menyeluruh terhadap pelaksanaan kegiatan.
Dalam mengembangkan kegiatan motorik halus orang dewasa perlu memberikan perhatian yang memadai pada anak, hal ini untuk memberikan dorongan pada anak dan sekaligus menghidari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti pertengkaran memperebutkan alat berkarya, atau kegagalan membuat karya atau bahkan kecelakaan ketika anak tidak berhati-hati mengguanakan alat, seperti gunting.
2) Teknik Pengembangan
Dalam melaksanakan pengembangan motorik anak usia dini, ada tiga teknik pelaksanaan yang dapat dilakukan guru yaitu pelaksanaan terpimpin, pelaksanaan setengan terpimpin dan pelaksanaan bebas. Berikut ini akan dipaparkan ketiga teknik pelaksanaan tersebut secara lebih rinci.
a) Pelaksanaan Terpimpin
Pelaksanaan terpimpin adalah pelaksanaan kegiatan yang dilakukan di bawah bimbingan guru atau atas bimbingan guru untuk menghasilkan keterampilan motorik halus yang sudah ditentukan. Pelaksanaan ini terdiri dari 3 macam cara yaitu :
• Klasikal
Setiap anak dalam kelas melakukan bentuk kegiatan yang sama yang telah ditentukan guru secara individual.
• Kerja Kelompok Kecil
Kelas dibagi dalam kelompok-kelompok kecil (5-7 anak perkelompok). Setiap kelompok mengerjakan tugas/kegiatan yang berbeda-beda, yang satudengan lainnya tidak ada hubungan.
• Kerja Kelompok Besar
Guru memberikan satu tugas besar kegiatan motorik halus, yang dikerjakan bersama- sama dengan cara kelas dibagi dalam beberapa kelompok besar (10-20 anak perkelompok), masing-tugas saling berhubungan.
b) Pelaksanaan Setengah Terpimpin
Prinsip pelaksanaan setengah terpimpin adalah “bebas tapi terikat”, artinya anak bebas dalam memilih kegiatan dan cara melaksanakan tugasdengan caranya sendiri, tetapi terikat kepada tugas yang sudah dipilih untukdikerjakan sampai selesai.
c) Pelaksanaan Bebas
Pada teknik ini anak melakukan kegiatan-kegiatan motorik halus dengan berbagai media kreatif menurut minat masing-masing secara bebas, anak boleh memilih alat/bahannya sendiri, memilih tempat melakukannya serta memilih bentuk-bentuk kegiatan yang disukainya.
Keterangan:
Ketiga teknik pelaksanaan tersebut tidak dilaksanakan secara mutlak, tetapi disesuaikan dengan kemampuan anak, waktu pelaksanaan, jenis tugas yang diberikan serta metode pembelajaran yang diterapkan.
Pada saat awal pembelajaran biasanya guru menerapkan teknik pelaksanaan kegiatan terpimpin dan setengah terpimpin, dengan tujuan mengkondisikan dan membantu anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru ditemuinya. Setelah itu (karena anak sudah mengetahui kegiatan motorik yang telah dilaksanakan sebelumnya), maka guru dapat menerapkan teknik pelaksanaan bebas. Dalam hal ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan memberikan kebebasan anak berkreasi untuk menumbuhkan minat dan inisiatifnya
c. Berbagai Pandangan Mengenai Perkembangan Motorik Anak
Fisik atau tubuh manusia merupakan system organ yang komples dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode prenatal (dalam kandungan). Kuhlen dan Thomshon.
1956 (Yusuf, 2002) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat
aspek, yaitu (1) system syaraf yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) otot-otot yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik;
(3) kelenjar endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) struktur fisik/tubuh yang meliputi tinggi, berat dan proposi.
Usia emas dalam perkembangan motorik adalah middle childhood atau masa anak-anak, seperti yang diungkapkan Petterson (1996) During middle childhood, the body and brain undergo important growth changes, leading to better motor coordinator, greater strength and more skilfull problem-solving. Health and nutrition play an important part in these biological developments. Pada usia ini, kesehatan fisik anak mulai stabil. Anak tidak mengalami sakit seperti uasia sebelumnya. Hal ini menyebabkan perkembangan fisik jadi lebih maskimal dari pada usia sebelumnya.
The period of middle childhood, from age six to age twelve is, also remarkably free from desease. The average child suffers fewer bouts of illness than during the years before school entry, and the risk of death for a contemporary Australian or New Zealand child is lower than
at any earlier or later period during the life span. (Petterson, 1996).
Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak. Motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir
antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord. Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga dan sebagainya. Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya. Kedua kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang dengan optimal. Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otak lah yang mensetir setiap gerakan yang dilakukan anak.Semakin matangnya perkembangan system syaraf otak yang mengatur otot m, emungkinkan berkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik anak. Perkembangan motorik anak dibagi menjadi dua:
a) Keterampilan atau gerakan kasar seperti berjalan, berlari, melompat, naik turun tangga.
b) Keterampilan motorik halus atau keterampilan manipulasi seperti menulis, menggambar, memotong, melempar dan menagkap bola serta memainkan benda- benda atau alat-alat mainan (Curtis, 1998; Hurlock, 1957 dalam Yusuf 2002). Perkembangan motorik berbeda dari setiap individu, ada orang yang perkembangan motoriknya sangat baik, seperti para atlit, ada juga yang tidak seperti orang yang memiliki keterbatasan fisik. Gender pun memiliki pengaruh dalam hal ini, sesuai dengan pendapat Sherman (1973) yang menyatakan bahwa anak perempuan pada usia middle childhood kelenturan fisiknya 5 %- 10 % lebih baik dari pada anak laki-laki, tapi kemampuan fisik atletis seperti lari, melompat dan melempar lebih tinggi pada anak laku-laki dari pada perempuan.
Perkembangan motorik beriringan dengan proses pertumbuhan secara genetis atau
kematangan fisik anak, Motor development comes about through the unfolding of a genetic plan or maturation (Gesell, 1934 dalam Santrock, 2007). Anak usia 5 bulan tentu saja tidak akan bisa langsung berjalan. Dengan kata lain, ada tahapan-tahapan umum tertentu yang berproses sesuai dengan kematangan fisik anak.
Teori yang menjelaskan secara detai tentang sistematika motorik anak adalah Dynamic System Theory yang dikembangkan Thelen & whiteneyerr. Teori tersebut mengungkapkan bahwa untuk membangun kemampuan motorik anak harus mempersepsikan sesuatu di lingkungannya yang memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu dan menggunakan persepsi mereka tersebut untuk bergerak. Kemampuan motorik merepresentasikan keinginan anak. Misalnnya ketika anak melihat mainan dengan beraneka ragam, anak mempersepsikan dalam otaknnya bahwa dia ingin memainkannya. Persepsi tersebut memotivasi anak untuk melakukan sesuatu, yaitu bergerak untuk mengambilnya. Akibat gerakan tersebut, anak berhasil mendapatkan apa yang di tujunya yaitu mengambil mainan yang menarik baginya. “…….to develop motor skill, infants must perceive something in the environment that motivates them to act and use their perceptions to fine-tune their movement. Motor skills represent solutions to the infant’s goal.” Teori tersebut pun menjelaskan bahwa ketika bayi di motivasi untuk melakukan sesuatu, mereka dapat menciptakan kemampuan motorik yang baru, kemampuan baru tersebut merupakan hasil dari banyak factor, yaitu perkembangan system syaraf, kemampuan fisik yang memungkinkannya untuk bergerak, keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak, dan lingkungan yang mendukung pemerolehan kemampuan motorik. Misalnya, anak akan mulai berjalan jika system syarafnya sudah matang, proposi kaki cukup kuat menopang tubuhnya dan anak sendiri ingin berjalan untuk mengambil mainannya.
Selain berkaitan erat dengan fisik dan intelektual anak, kemampuan motorik pun berhubungan dengan aspek psikologis anak. Damon & Hart, 1982 (Petterson 1996) menyatakan bahwa
kemampuan fisik berkaitan erat dengan self-image anak. Anak yang memiliki kemampuan fisik yang lebih baik di bidang olah raga akan menyebabkan dia dihargai teman-temannya. Hal tersebut juga seiring dengan hasil penelitian yang dilakukan Ellerman, 1980 (Peterson,
1996) bahwa kemampuan motorik yang baik berhubungan erat dengan self-esteem.
Batasan Keterampilan Motorik Halus
Keterampilan motorik halus (fine motor skills) merupakan gerakan yang dilakukan hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tidak memerlukan tenaga tetapi membutuhkan koordinasi yang cermat seperti koordinasi mata, tangan dan telinga. Kontrol motorik halus pada tahap yang paling awal masih berupa genggaman yang bersifat refleks. Gerakan ini kemudian akan menjadi lebih terkoordinasi dan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia dan pengalaman. Pada umumnya, anak akan menunjukkan kemajuan perilaku kontrol motorik halus sederhana pada usia 4-6 tahun, kemudian akan semakin meningkat pada usia 5-12 tahun yang dicirikan dengan meningkatnya keterampilan motorik halus secara signifikan di bagian pergelangan tangannya.
Keterampilan yang berkaitan dengan Motorik Halus
Keterampilan motorik halus mencakup tidak hanya koordinasi mata dan tangan. Keterampilan
ini mencakup keterampilan lainnya, yaitu: (1) kekuatan otot, (2) postur/ posisi tubuh, (3) tekanan otot, (4) kemampuan menggenggam berbagai ukuran dan bentuk, (5) koordinasi tangan dan mata, (6) kecepatan manipulatif, (7) kelancaran lengan ketika memindahkan, (8) pengendalian kekuatan, (9) kecepatan manipulatif, (10) kestabilan tangan, (11) kepekaan kinestetis, (12) kecermatan dalam menggenggam, dan (13) pelepasan genggaman. Penjelasan secara terperinci setiap keterampilan tercantum dalam bagan berikut ini:
Kemampuan menggenggam berbagai ukuran dan bentuk
Kemampuan memperkirakan, persepsi dan control tentang ukuran dan bentuk dengan menggegam
Koordinasi mata dan tangan(eye-hand coordination) Ketepatan koordinasi mata dan tangan dalam melihat dan mengerjakan sesuatu dengan tangan.
Kelancaran lengan ketika memindahkan (fluency of arm transport) Pergerakan tubuh antara bahu, tangan, tungkai dan jari –jari lancar dan ketepatan menggerakkan tubuh sesuai dengan tugas yang diminta.
Pengendalian kekuatan (force control)
Kemampuan mengendalikan kekuatan yang digunakan dalam kegiatan manipulatif
Kecepatan manipulatif (manipulation speed) Pengendalian terhadap kecepatan gerakan
(tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat)
Kestabilan tangan(hand steadiness) Kestabilan gerakan tangan (mengurangi gemetar)
Kepekaan kinestetik (kinesthetic sensitivity) Umpan balik dari otot, sendi, kulit dan tendon/urat daging yang digunakan untuk membantu dalam memperhalus gerakan
Pemisahan jari-jari (finger isolation) Kemampuan memilih dan menggerakkan jari
yang digunakan untuk tugas tertentu secara tepat .
Kecermatan dalam menggenggam (precision grip) Kemampuan untuk mengambil dan memanipulasi objek; melibatkan penggunaan ibu jari dan telunjuk dan seringkali jari tengah.
Pelepasan genggaman (grip release) Kecepatan dan ketepatan dalam melepas benda dari genggaman.
Perkembangan Motorik Halus
Masa prasekolah merupakan masa yang paling bagus untuk mengembangkan sejumlah keterampilan motorik halus. Pada usia ini, seiring dengan semakin matangnya organ motorik
maka gerakan yang dilakukan oleh anak juga mengalami peningkatan yang pesat. Hurlock mengatakan bahwa usia prasekolah merupakan masa yang paling ideal untuk mengembangkan keterampilan karena pada usia ini: (1) tubuh anak lebih lentur, (2) anak belum memiliki banyak tanggung jawab, (3) anak bersedia mengulangi tindakan sehingga sangat memungkinkan mereka untuk banyak mencoba, (4) anak lebih berani mencoba, dan (5) anak belum memiliki banyak keterampilan. Nilsen mendeskripsikan perkembangan fisik, baik motorik kasar dan motorik halus, dalam piramida terbalik berikut ini:
Motorik Kasar, Gerakan Lokomotor Motorik Halus, Gerakan
Manipulatif
Olahraga-kaitan dengan gerak
(Sport) Lebih halus dan stabil
Mengelak Bermain voli Menangkap
Memantulkan bola Memukul Menendang
Melempar sampai di atas kepala
Lompat tali Kontrol menulis lebih baik
Menulis sambung
Menalikan tali sepatu
Fundamental
5 tahun Seimbang berjalan di papan titian
Mengayuh pedal
Berlari dengan terkontrol
Berjingkrak Memanjat Melompat-lompat Menyisir rambut
Memotong makanan dengan pisau Membuka resleting
Memotong dg satu tangan Memegang alat tulis dg jari
Memegang gunting dg 2
tangan
Puzzle: jumlahnya meningkat,
ukurannya makin kecil
Belum sempurna
(Rudimentary)
2 tahun Mulai berlari cepat
Meloncat Melompat Berlari Berjalan Mengancingkan baju
Belajar memegang alat tulis
Memasang resleting Melepaskan terkontrol Menggenggam terkontrol Melepas baju
Refleks
(Reflexive)
1 tahun Menjelajah
Menarik Duduk Merambat Merangkak Melepaskan
Menggenggam Menjepit Menjangkau Merenggut Refleks Menggenggam
Adapun Woolfson (2006) mendeskripsikan bagaimana keterampilan yang dapat dicapai oleh
anak usia prasekolah dan bagaimana perlakuan yang seharusnya diterima anak dari orang- orang yang bertanggung jawab dalam tabel berikut ini:
Usia Keterampilan Apa yang Dilakukan
3 – 3.5 tahun Jika berkonsentrasi dengan sungguh-
sungguh, anak dapat memegang benda kecil dengan tangan yang mantap dan menggerakkannya dengan cukup tepat tanpa menjatuhkan dari genggamannya.
Anak lebih mahir menggunakan
gunting, sebagian karena ukuran jari-jari dan tangannya yang
bertambah besar tetapi juga karena genggamannya lebih matang.
Mengenakan kancing dan membukanya kembali. Anak ingin melakukan sendiri berbagai hal dan bersedia bekerja keras untuk tugas ini. • Letakkan setumpuk balok kayu di depannya
dan mintalah anak untuk menyusunnya, yang satu di atas yang lain. Anak mungkin berhasil menjaga keseimbangan delapan atau Sembilan buah balok dengan cara ini sebelum akhirnya menaranya tumbang. Anak senang berlatih sampai berhasil melakukannya.
• Berikan gunting untuk anak dan biarkan anak memasukkan sendiri jari- jari tangannya. Setlah anak mengatakan bahwa dia dapat menggenggam dengan nyaman, berikan secarik kertas tebal berukuran besar kepadanya untuk digunting. Anak
sekarang mampu menggunakan gunting memotong sepanjang kertas.
• Masukkan kancing baju ke dalam lubangnya (semakin besar ukuran kancing semakin baik).
• Keterampilan menggambar mengalami kemajuan demikian pesat sehingga anak dapat meniru secara akurat banyak garis dasar yang menjadi bagian dari huruf tertulis, walaupun anak belum dapat membentuk huruf dengan lengkap
• Koordinasi mata-tangan bertambah baik sehingga dapat menggunakan alat makan di masing-masing tangan.
• Anak menyukai aktivitas menantang yang menggunakan koordinasi
tangan-mata dan siap mencobanya
berkali-kali sampai sukses
• Pemahaman anak sudah mengalami • Berikan pensil kepada anak untuk berlatih meniru gambar lingkaran, garis lurus vertical, garis lurus horizontal, dan garis
bergelombang yang tidak terputus-putus.
Tunjukkan kepadanya bagaimana garis-garis ini dapat disatukan dengan berbagai cara untuk membuat pola menarik yang bervariasi.
• Tentukan saat anak harus menggunakan peralatan
3.5 – 4 tahun kemajuan ditambah dengan pengendalian tangannya yang lebih baik berarti bahwa dia ingin menulis namanya asalkan anak mempunyai contoh tulisan untuk ditiru.
• Anak mulai berminat mengerjakan kegiatan rutin sehari-hari, seperti membasuh tangan, makan sendiri.
• Kendali anak atas pensil lebih matang.
• Memotong dan menggunting menjadi lebih baik dan akurat
makan.
• Berikan segenggam
manic-manik kayu warna warni yang tengahnya mempunyai lubang.
Minta anak untuk
membuat kalung dengan memasukkan beberapa
ke dalam benang.
• Tunjukkan kepada anak saat kita menulis namanya dengan ukuran huruf yang besar dan jelas. Minta anak untuk berlatih mengikuti
tulisan tersebut di bawahnya.
• Dorong anak agar mandiri dalam kebersihan diri sendiri dan kebersihan di lingkungan sekitarnya.
• Sediakan berbagai peralatan seperti cat, kapur tulis, krayon, pensil untuk melatih keterampilan menulis.
• Berikan sehelai kertas dan minta anak untuk membagi dua dan kembangkan dengan menggunting bagian sisanya menjadi dua.
Asesmen Perkembangan Motorik Halus Anak Prasekolah
Teknik asesmen yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data mengenai pencapaian perkembangan motorik halus anak adalah dengan checklist perkembangan. Checklist perkembangan merupakan daftar sejumlah criteria yang telah ditetapkan sebelumnya untuk merekam hasil obervasi. Dengan checklist perkembangan, kita akan mengetahui rangkaian perkembangan yang ditunjukkan oleh anak.
Berikut ini adalah contoh checklist perkembangan keterampilan motorik halus anak
prasekolah (Gober dalam Nilsen, 2004): Nama Anak : Usia :
Indikator
Perkembangan Motorik Halus Terobservasi Tidak terobservasi
Usia 3 tahun
Meniru membuat lingkaran
Memanipulasi plastisin, puzzle, gunting
Membangun sesuatu
Mulai memasang resleting, mengancingkan baju
Usia 4 tahun
Menggambar, melukis, menggunakan gunting
Mandi sendiri
Koordinasi mata tangan mulai berkembang
Usia 5 tahun
Merawat diri sendiri (menalikan tali sepatu, mengancingkan baju) Menggunting dengan akurat
Memegang pensil dan gunting dengan
tepat
Dominasi tangan, kanan atau kiri Menggunakan lem dengan benar dan mudah
Usia 6-8 tahun
Menulis huruf dan angka dengan baik Menggambar orang dengan pakaian dan bagian-bagian tubuhnya
Contoh checklist untuk anak prasekolah (3-6 tahun) dapat juga berupa tanda cek seperti
contoh berikut ini (Coughin, 2000): Nama Anak :
Usia Anak : Jenis Kelamin :
Guru :
Indikator Tidak teramati Tahap Awal Berkem bang Konsisten
1. Menunjukkan kontrol
Menunjukkan kecenderungan penggunaan tangan (kanan atau kiri) Mengambil dan menjumput benda dengan mudah Memegang alat tulis, gunting dengan pegangan yang benar
2. Menggunakan gerakan terkoordinasi Menunjukkan koordinasi mata tangan (memasukkan benang ke lubang jarum) Memasangkan dan mencocokkan kembali kepingan benda kecil Menutup resleting dan mengancingkan baju
Memotong menurut garis Menggambar atau menulis dengan terkontrol
Latihan
a) Amatilah perilaku salah satu anak yang sedang bermain di TK dari awal masuk sekolah hingga pulang sekolah!
b) Rekam dan catatlah perkembangan motorik halus anak secara detail menggunakan berbagai teknik asesmen!
c) Buatlah laporan perkembangan anak secara lengkap mencakup aspek dan indicator perkembangan motorik halus, komentar dan kesimpulan, dan tindak lanjut/stimulasi!
Strategi Pengembangan Motorik Halus
Ada 4 strategi yang dapat dipilih guru dalam melaksanakan kegiatan pengembanganmotorik , yaitu :
STRATEGI 1
Anak bekerja dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 - 5 anak. Setiap kelompok memiliki sebuah tugas khusus yang harus di hasilkan pada sentra tertentu. Pada 3 – 5 menit terakhir, anak berputar ke sentra yang lain. Guru memiliki kesempatan untuk memberikan penguatan dan arahan kepada anak dalam mengerjakan tugas tersebut, atau dapat membantu jika ada kesalahan yang dilakukan anak. Hal ini dilakukan kepada semua kelompok. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa kegiatan finger play atau pengembangan keterampilan visual motor (koordinasi mata dan tangan).
STRATEGI 2
Strategi I ditujukan untuk anak-anak yang berada dalam kelompok-kelompok yang cukup banyak. Untuk strategi 2, di setiap sentra memiliki 2 macam aktivitas yaitu A dan B, dimana masing-masing menggunakan konsep yang serupa. Misalnya sebuah tugas bi-manual (2 cara pengerjaan). Di setiap sentra kedua aktivitas telah digandakan sesuai dengan jumlah anak
dalam kelompok. Sebagian anggota kelompok menyelesaikan tugas aktivitas sentra A (2 - 3 menit), ketika yang lainnya menyelesaikan aktivitas sentra B. Kelompok - kelompok tersebut kemudian berputar kegiatan pada sentra tersebut dan setelah menyelesaikan tugas/aktivitas kedua, berputar ke sentra lainnya. Keuntungan dari strategi ini adalah anak tidak perlu menetap pada suatu aktivitas dalam waktu yang lama. Untuk anak yang masih kecil - terutama anak yang berkesulitan konsentrasi- hal ini akan sangat bermanfaat. Sebagaimana strategi I, anak-anak harus menyelesaikan tugas yang yang telah ditentukan.
STRATEGI 3
Strategi ini dapat dilakukan anak yang dibagi menjadi 4 - 5 perkelompok , dimana setiap kelompok bekerja pada sebuah sentra untuk semua sesion pembelajaran. Setiap sentra menyediakan berbagai aktivitas untuk area pengembangan/pengendalian motorik halus. Karena banyaknya aktivitas yang dilakukan maka strategi ini bersifat lebih produktif, sehingga dapat kita rekomendasikan bahwa orangtua atau anak yang lebih besar dapat menjadi tutor pada sentra-sentra tersebut. Sebagai contoh, Kelompok 1 bekerja dengan pensil dan kertas; Kelompok 2 bekerja membuat model/ benda tiruan; Kelompok 3 bekerja dengan arena fine-motor manipulation (kegiatan motorik halus dengan mengubah-ubah); Kelompok 4 kegiatan permainan dan jual beli; dan Kelompok 5 kegiatan bermain bebas terstruktur.. Kelompok yang melakukan perputaran hanya satu yaitu Kelompok 3. Pada sesi berikutnya, kelompok akan tinggal di tempat yang sama dan bekerja di sentra yang berbeda. Oleh karena itu, anak diperbolehkan selama 2 - 4 minggu menyelesaikan perputaran (kegiatan pada sentra) tergantung pada berapa sesi dalam tiap minggu yang dapat dicapai.
STRATEGI 4
Tempatkan anak ke dalam beberapa kelompok sehingga anak anak menghabiskan waktu 3 - 5 menit pada setiap aktivitas. Satu atau dua sentra memiliki ciri ‘teacher directed’ dan yang lainnya memiliki ciri melibatkan kegiatan bermain bebas terstruktur. Anak menjadi lebih bertanggung jawab untuk merancang kegiatan. (Jika orangtuabertindak sebagai asisten, dapat menggunakan 2 buah sentra yang berciri ‘teacher directed”).
Berbagai Strategi untuk Pengayaan Gerakan Motorik Secara Kelompok atau Individual: Kegiatan latihan otot jari tangan dan keterampilan visual motor dilaksanakan dengan pemanasan dan penutupan kegiatan.
CONCEPT APPROACH
Aktivitas berbeda-beda tetapi berfokus pada satu konsep. Anak berputar pada beberapa kegiatan selama 3 - 5 menit. Strategi ini sangat baik bagi anak yang memiliki kesulitan yang serupa.
TABLOID APPROACH
Berbagai aktivitas yang berbeda dari berbagai area pengembangan /pengendalia motorik halus yang berbeda pula disiapkan untuk anak. Artinya, anak akan latihan beberapa aktivitas yang mereka sudah siap melakukannya, mereka akan melakukan dengan baik karena aktivitas tersebut telah mereka alami dan ketahui kesulitannya.
STRUCTURED FREE PLAY
Strategi ini memberikan kesempatan bagi anak untuk menghabiskan waktu bereksperimen dengan berbagai bahan yang berbeda, menggunakan metode yang berbeda pula dalam berkarya. Umpan balik dalam teknik masih perlu diberikan.
3. Evaluasi
1.Lakukan kegiatan classroom observation untuk mendapatkan gambaran perkembanga motorik anak usia dini berdasarkan rentangan usia:
a. Infant (0 - 1 tahun)
b. Toodler (1 - 3 tahun)
c. Kindergarten (3 - 4 tahun)
d. Pre School (4 - 6 tahun)
e. Primary School ( 6 - 8 tahun)
2. Diskusikanlah hasil observasi anda dan buatlah analisis perkembangan motorik anak usia dini tersebut.
3. Susunlah sebuah perencanaan dan perangkat pengembangan perkembangan motorik anak usia dini yang mencakup kegiatan dan media pengembangan motorik anak usia dini.
4. Daftar Pustaka
Bredekamp, Sue (Editor), DAP in Early Childhood Programs Serving Children from Birth through Age 8, Washington DC: NAEYC.
Bronson, Martha B., The Right Stuff for Children Birth to 8: Selecting Play Material to
Support Development, NAEYC, Washington, DC, 1995. Hurlock, Elizabeth., Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga, 1998.
Landy, Joanne M., dan Burridge, Keith R., Fine Motor Skills & HandwritingActivities for
Young Children, West Nyack, NY 10994, The Center For Applied Research,
1999.
Woolfson, Richard C, Bayi Yang Cerdas, Memahami dan merangsang perkembangan anak
Anda, Batam Centre: Karisma Publishing Group, 2001.
Woolfson, Richard C, Balita Yang Cerdas, Memahami dan menstimuli perkembangan anak
Anda, Batam Centre : Karisma Publishing Group, 2001.
Woolfson, Richard C, Anak Yang Cerdas, Memahami dan merangsang perkembangan anak
Anda, Batam Centre : Karisma Publishing Group, 2001
Pembelajaran Bahasa Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
a) Tujuan Pembelajaran materi pembelajaran bahasa anak usia dini ini adalah
b) Peserta PLPG mampu menguasai konsep dasar pembelajaran bahasa anak usia dini
c) Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan menyimak anak usia dini
d) Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan berbicara anak usia dini
e) Peserta Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan membaca anak usia dini
f) Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan menulis anak usia dini
2. Isi/Paparan Materi
Pendahuluan
Bahasa merupakan alat yang penting untuk berkomunikasi bagi setiap orang. Seorang anak akan mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa. Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Melalui berbahasa, komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik sehingga anak dapat membangun hubungan. Tidak heran bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan anak yang cerdas.
Bahasa dapat dimaknai sebagai suatu system tanda, baik lisan maupun tulisan. Bahasa merupakan system komunikasi antar manusia. Bahasa mencakup komunikasi non verbal dan komunikasi verbal. Bahasa dapat dipelajari secara teratur tergantung pada kematangan serta kesempatan belajar yang dimiliki seseorang. Bahasa merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari hal-hal lain. Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan bahasa agar dapat memahami dengan baik . Anak akan dapat mengembangkan kemampuannya dan memotivasi.
PEMBELAJARAN BAHASA ANAK USIA DINI
a. Landasan Teori Pemerolehan Bahasa
Teori-teori yang digunakan untuk pengembangan bahasa bagi anak usia dini adalah
1) Teori Behaviorist dari Skinner a) Teori behaviorist
Teori ini mendefinisikan pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku. Para behaviorist mempercayai bahwa manusia dibentuk oleh lingkungan eksternalnya. Jadi kita perlu mengubah lingkungan pembelajaran agar dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku anak secara bertahap. Perilaku yang positif jika diperkuat cenderung untuk diulangi lagi, karena pemberian penguatan secara berkala dan disesuaikan dengan kemampuan anak akan efektif untuk membentuk perilaku anak.
b) Aktivitas pemerolehan bahasa yang mengimplementasikan teori Behavioristist
Pendidik perlu memberikan penguatan dalam bentuk pujian atau hadiah terhadap bicara anak walaupun belum lancar atau jelas pengucapannya. Hal ini akan mendorong anak untuk mau berbicara dengan siapapun. Guru menyiapkan kondisi kelas atau sekolah yang mendorong perkembangan bahasa anak. Misalnya agar anak menyukai bacaan, pendidik menyediakan buku-buku bacaan yang sesuai dengan usia anak dimana saja di sudut –sudut sekolah. Anak menyenangi tulisan, pendidik menyediakan alat-alat tulis (pensil, spidol, krayon, arang, dll) dan kertas (bisa kertas baru atau bekas). Dengan kondisi yang kita siapkan tersebut dapat mendorong anak memperoleh kemampuan bahasa.
2) Teori Nativist dari Chomsky a) Teori Nativist
Mengutarakan bahwa bahasa sudah ada di dalam diri anak. Pada saat seorang anak
lahir, dia telah memiliki seperangkat kemampuan berbahasa yang disebut ‘Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal Grammar’. Teori ini mengatakan bahwa meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak tidak mendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada, hal ini karena anak memiliki sistem bahasa yang disebut Perangkat Penguasaan Bahasa ( Language Acquisition Devise /LAD).
b) Aktivitas pemerolehan bahasa yang mengimplementasikan teori Nativist
Pendidik tidak memaksa kehendak pada anak, bahwa anak memiliki kemampuan. Mereka bukan makhluk Tuhan yang kosong tetapi makhluk yang sudah memiliki potensi tinggal dikembangkan. Peran pendidik adalah menjadi model, memfasilitasi dan memotivasi.
Teori Constructive dari Piaget, Vygotsky, Gardner
3) Teori Constructive
a) Perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain.
Dengan berinteraksi dengan orang lain, maka pengetahuan, nilai dan sikap anak akan berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia- usia
tertentu, tetapi melalui interaksi social, anak akan mengalami peningkatan kemampuan berpikir.
b) Aktivitas pemerolehan bahasa yang mengimplementasikan teori Contructive
Anak akan dapat belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan. Sementara anak
melakukan kegiatan, anak perlu didorong untuk sering berkomunikasi. Adanya anak yang lebih tua usianya atau orang dewasa yang mendampingi pembelajaran dan mengajak bercakap-cakap akan menolong anak menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih tinggi. Jika anak mengalami kesulitan, peran orang dewasa yang tepat akan membantu anak memecahkan persoalan sehingga anak dapat belajar sesuatu dari peristiwa tersebut. Karena itu pendidik perlu menggunakan metode yang interaktif, menantang anak untuk meningkatkan pembelajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas.
2. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini b. Isi/Paparan Materi
1) Konsep Dasar Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
Kita semua menyadari bahwa bahasa merupakan suatu hal yang penting. Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Berkomunikasi sebagai kebutuhan dasar bagi setiap anak karena merupakan mahkluk sosial yang harus hidup berdampingan dengan sesamanya. Anak selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Melalui berbahasa, komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik sehingga anak dapat membangun hubungan. Tidak heran bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan anak yang cerdas. Bahasa merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari hal-hal lain. Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan bahasa agar dapat memahami dengan baik. Anak akan dapat mengembangkan kemampuannya dalam bidang pengucapan bunyi, menulis, membaca yang sangat mendukung kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih tinggi.
Bahasa merupakan bagian penting dalam kehidupan. Dengan adanya bahasa, satu
individu dengan individu lain akan saling terhubungkan melalui proses berbahasa. Badudu (1989) mendefiniskan bahasa sebagai alat penghubung atau komunikasi antar anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan pikiran, perasaan dan keinginannya. Sementara Bromley (1992) menjelaskan bahwa bahasa adalah sistem simbol yang teratur untuk mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri dari simbol-simbol visual maupun verbal.
Pengembangan keterampilan berbahasa pada anak usia dini mencakup empat aspek, yaitu: berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara dan menulis merupakan keterampilan yang bersifat produktif karena anak dituntut untuk menghasilkan bahasa. Sebaliknya, keterampilan menyimak dan membaca bersifat reseptif karena anak lebih banyak menyerap bahasa yang dihasilkan oleh orang lain. Keterkaitan antara keempat aspek keterampilan ini dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Menurut teori nativisme, terdapat keterkaitan antara faktor biologis dan perkembangan
bahasa. Pada saat lahir, anak telah memiliki seperangkat kemampuan berbahasa yang disebut
‘Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal Grammar’. Teori ini menjelaskan bahwa tidak terdapat keterkaitan antara kemampuan intelegensi dan pengalaman pribadi anak. Meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak tidak mendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada. Hal ini dkarenakan anak memiliki alat penguasaan bahasa (language acquisition device) dan mampu mendeteksi kategori bahasa tertentu. Selanjutnya, teori behavioristik lebih mengedepankan peran perlakukan lingkungan setelah anak dilahirkan. Ketika dilahirkan, anak tidak memiliki kemampuan apapun. Belajar bahasa harus dengan pengkondisian lingkungan, proses imitasi dan diberikan penguatan. Dengan demikian, pengkondisian lingkungan menjadi sebuah faktor yang sangat kritis karena lingkunganlah yang perlu memberikan pengaturan pada stimulus dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Jika stimulasi bahasa yang diberikan kepada anak baik maka konsekuensi atau hasil yang akan didapatkan oleh anak juga akan baik.
Berbeda dengan kedua teori sebelumnya, teori konstruktivisme memandang bahwa ketika anak memperlajari bahasa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya: peran aktif anak terhadap lingkungan, cara anak memproses suatu informasi, dan menyimpulkan struktur bahasa. Melalui proses interaksi dengan orang lain, maka pengetahuan, nilai dan sikap anak akan berkembang.
Keterampilan berbahasa pada anak usia dini berkembang sangat cepat. Dalam fase kehidupan anak usia dini yaitu rentang usia 0-8 tahun, bahasa digunakan dengan cara yang semakin baik seiring dari hari ke hari. Hal ini sebagian terjadi karena anak memahami aturan bahasa dengan lebih baik, sebagian karena kosakatanya bertambah banyak, dan sebagian karena keterampilan belajarnya lebih baik. Anak mulai menggunakan bahasa bukan hanya untuk mengkomunikasikan kebutuhannya sendiri, tetapi juga untuk mendengarkan perasaan dan pandangan orang lain. Kalimatnya menjadi lebih panjang, dengan struktur tata bahasa yang lebih canggih, dan juga mengandung lebih banyak arti. Seorang anak berusia 5 tahun
pada umumnya dapat memberikan kontribusi yang baik pada percakapan apapun dengan anak-anak lain dan orang dewasa.
Keterampilan berbahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitif dan kompetensi sosial anak. Menurut Howard, Shaughnessy (et.al) dalam Jalongo (2007) dijelaskan bahwa anak yang belajar berbicara dan berinteraksi dengan baik dengan orang lain cenderung lebih berkembang dalam kemampuan keaksaraan dan belajar beragam pengalaman. Sebaliknya, anak yang gagal dalam perkembangan keterampilan berbahasa sesuai usianya memiliki resiko dalam kehidupan sosialnya, bermasalah dalam keterampilan membaca, dan kesulitan akademik lainnya di sekolah.
Menurut Neuman (2000), beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan oleh guru dan orang dewasa dalam pengembangan bahasa anak antara lain:
Berbicaralah (dua arah – ada interaksi timbal balik) dengan anak, libatkan anak dalam percakapan sehari-hari. Berbicara dua arah kepada anak tidak sama dengan orang dewasa berbicara dan anak lebih banyak menyimak apa yang orang dewasa katakan. Dalam berbciara dua arah, kita meminta anak untuk ikut serta terlibat dalam percakapan. Anak memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan, memberikan jawaban, menanggapi pembicaraan, menunjukkan ketidaksetujuan, dsb. Melalui pengalaman seperti ini, anak akan belajar kosa kata baru dan berbicara dalam berbagai konteks yang sangat penting bagi anak dalam memperluas pengalamannya dalam berbahasa. Bacakan dan ulangi bacaan cerita dengan teks yang dapat diprediksi oleh anak. Dengan seringnya kita membacakan buku cerita bagi anak, bukan hanya nilai moral yang dapat kita tanamkan, akan tetapi anak juga akan belajar bahwa tulisan dan gambar yang ada dalam buku cerita sebenarnya memiliki arti. Anak akan belajar memahami sebuah simbol dan memprediksi kelanjutan sebuah cerita.
Semangati anak untuk menceritakan pengalaman dan mendeskripsikan ide dan kejadian yang penting bagi mereka. Anak prasekolah memiliki peningkatan pengalaman yang lebih luas dibandingkan pada masa sebelumnya. Anak tentu akan senang sekali menceritakan pengalaman yang mereka dapatkan sepanjang hari ketika bermain dengan teman-temannya. Kita juga sebaiknya memberikan kesempatan kepada anak untuk menceritakan gagasan yang dimilikinya sekaligus untuk memupuk kepercayaan diri mereka. Kunjungi perpustakaan secara teratur. Mengunjungi perpustakaan secara teratur tidak hanya menumbuhkan kesadaran akan budaya keaksaraan. Akan tetapi anak akan belajar bahwa perpustakaan dapat menjadi tempat utama untuk mempelajari dunia di sekitar mereka dengan membuka banyak buku. Jika memungkinkan, kita dapat meminta orang tua untuk membuat perpustakaan di rumah masing- masing dan memanfaatkannya semaksimal mungkin. Sediakan kesempatan bagi anak untuk menggambar dan mencetak, menggunakan alat-alat menulis.
Pengalaman ini akan membantu anak mengungkapkan pengalaman pribadinya melalui coretan (tertulis). Berikan pengalaman kepada anak untuk menggunakan peralatan menulis seperti menulis menggunakan pensil, krayon atau spidol sedini mungkin.
2). Karakteristik Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
Banyak hal yang mempengaruhi kebiasaan mendengarkan. Hal yang paling berpengaruh adalah kapasitas meliputi pengaruh kemampuan psikologis kemampuan auditory. Selanjutnya adalah persepsi secara auditori(membedakan suara, mengabung suara, dan menyimpan kedalam ingatan), Berikut merupakan tahapan perkembangan mendengar anak (yang sesuai dan yang mengkuatirkan/red flags).
a). Usia 3-4 tahun
1) Mengingat permainan
2) Memahami konsep sederhana (besar/sedikit, hari ini, waktu tidur)
3) Menikmati mendengarkan cerita yang sama yang diulang-ulang
4) Menggabungkan kata-kata dan kalimat dari awal berdiskusi ke diskusi selanjutnya dengan buku yang sama
5) Menunjukan dan memberi mnama hewan-hewan yang berbeda
6) Mampu mamahami dua perintanh secara langsung (contoh :pertama, pakai jaketmu, kemudian pakai topimu)
7) Mencocokan secara khusus suara-suara musik terhadap alat-alat yang menghasilkan sura tersebut (contoh : piano, gitar, drum)
8) Menanggapi secara tapat pertanyaan-pertanyaan selama bercakap
9) Menegakan jari tangan dengan benar dalam menanggapi pertanyaan” berapa umurmu?”
10) Memahami dan memberi definisi obyek yang mereka gunakan
11) Memahami perbandingan sederhana (contoh : besar, lebih besar, paling besar)
12) Memahami pernyataan kondisi (contoh: jika/lalu karena)
13) Memahami “hanya berpura-pura” dengan kenyataannya
14) Mempelajari kata-kata yang berhubungan dengan masa lalu (contoh : kemarin), saat ini (contoh : hari ini) dan akan datang “ contoh : besok”
15) Dapat berbocara secara singkattenatng apa yang dilakukan
16) Berusaha untuk menyamai gaya berbicara orang dewasa.
b). Usia 5-6 tahun
1) Dapat mengenali warna dan bentuk dasar
2) Dapat menunjukan pemahaman emngenai hubungan temapat (diatas, dibawah, didekat, disamping)
3) Mampu merasakan perbedaan nada (tinggi/rendah) dan mengerti “tangga nada”
4) Dapat melakukan hal yang membutuhkan petunjuk yang lebih banyak (contoh: ya, kamu boleh pergi, tapi kamu perlu pakai sepatumu”)
5) Mampu menjaga informasi dalam urutan yang benar (contoh : mampu menceritakan
kembali sebuah cerita secara terperinci)
c). Daftar Perkembangan “Red Flags” untuk preschool/SD awal
1) Anak merasa lebih tidak nyaman ketika berada di lingkunganyang bising atau dudukmenajuh dari pembicara
2) Anak tidak menanggapi pernyataan atau pertanyaan yang terasa tidak menyyeanagkan
anak-anak dalam kelompok (contoh : siapa yang ingin membantu memberi makan kelinci?”
3) Anak sering mengatakan “apa?” atau “huh?”
4) Anak cukup mengalami kesulitan untuk mengikuti petunjuk ketika tidak melihat wajah pembicara.
DAFTAR PERKEMBANGAN BERBICARA ANAK
No.
Usia
Proses Berbicara
1. Lahir -3 bulan - anak membuat suara yang menyenangkan
- anak akan mengulangi suara yang sama secara berulang-ulang (seperti ocehan)
- anak akan menangis dengan cara berbeda untuk
menunjukkan kebutuhannya yang berbeda-beda pula (misal : menangis dengan melengking tinggi jika kesakitan)
2. 4-6 bulan - anak akan berceloteh ketika sendirian
- anak akan melakukan sesuatu (dengan bunyi atau gerakan tubuh) secara berulang ketika bermain
- anak akan berbicara secara sederhana (tanpa
tangisan) untuk menarik perhatian orang dewasa di sekitarnya
3. 7-12 bulan - anak akan berbicara secara sederhana (tanpa
tangisan) untuk menarik perhatian orang dewasa di sekitarnya
- anak akan melakukan imitasi untuk berbagai jenis bunyi/ suara
- anak akan berceloteh dengan kata-kata sederhana
: “ma-mam”, “da-da”’ tapi masih belum jelas pengucapannya
4. 12-24 bulan - anak telah dapat menggunakan berbagai bunyi
huruf konsonan pada awal kata
- anak sudah bisa menyusun dua kata. Contoh :
mau minum, mama ma’em, dll.
- Anak dapat bertanya dengan 2 kata sederhana, misal : “mana kucing?”, “itu apa?”
5. 24-36 bulan - Anak bisa bertanya dan mengarahkan perhatian
orang dewasa dengan mengatakan nama benda yang dimaksud.
- Cara anak berbicara sudah dapat dipahami secara
keseluruhan
- Anak sudah dapat menghafal kata-kata untuk keseharian
- Anak memahami tata bahasa secara sederhana,
misal “aku mau naik sepeda”
6. 4-6 tahun - Anak sudah bisa menggunakan kata secara lebih
rumit
Misal : “Ibu, aku lebih suka baju yang berwarna merah. Yang hijau tidak bagus.”
Daftar kemampuan mendengar dan berbicara pada anak usia prasekolah diharapkan
pendidik dapat menggunakan daftar tersebut dalam membuat perencanaan pembelajaran. Kegiatan yang akan dirancang dalam perencanaan pembelajaran harus disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak secara individu.
4). Tahapan Perkembangan Menulis dan Membaca
(1). Tahapan Perkembangan Menulis Anak Usia Dini
a. Scribble stage (tahap mencoret atau membuat goresan)
Pada tahap ini anak mulai membuat tanda-tanda dengan menggunakan alat-alat tulisan. Anak mulai belajar bahasa tulisan. Biasanya dilakukan di dinding, kertas atau apa saja yang dianggapnya dapat ditulis. Orang tua dan guru pada tahap mencoret dapat menjadi model dan menyediakan bahan untuk menulis seperti cat, buku, kertas dan krayon. Orang tua
b. Linear repetitive stage (Tahap pengulangan secara linear)
Tahap selanjutnya dalam perkembangan menulis adalah tahap pengulangan secara linear. Pada tahap ini, anak menelusuri bentuk tulisan yang horizontal. Tulisan yang dihasilkan anak seperti membuat gambar rumput. Orangtua dan guru memberi kegiatan yang berkaitan dengan tulisan, misalnya bermain peran di restoran, dimana seorang pramusaji menuliskan menu yang akan dipesan oleh pelanggan, atau seorang dokter yang akan menulis resep obat. Kegiatan tersebut akan membantu anak untuk menyenangi menulis. Biasanya anak akan ingat kata apa saja yang ditulis walaupun bentuk tulisannya seperti rumput.
c. Random letter stage (Tahap Menulis secara random)
Pada tahap ini, anak belajar tentang berbagai bentuk yang dapat diterima sebagai suatu tulisan walaupun huruf yang muncul masih acak. Pada tahap ini orangtua dan guru dapat memberi kegiatan menceritakan gambar yang dibuat oleh anak. Kegiatan ini membantu anak untuk menuangkan ide pada gambar menjadi tulisan walaupun kata yang muncul tidak utuh (hurufnya acak), contoh: anak ingin menulis kata ” aku pergi ke taman safari” tetapi yang muncul ”aku pgi k tmn sfri”.
d. Letter Name writing or phonetic writing Stage (tahap menulis tulisan nama)
Pada tahap ini, anak mulai menyusun hubungan antara tulisan dan bunyi. Permulaan tahap ini sering digambarkan sebagai menulis tulisan nama karena anak-anak menulis tulisan nama dan bunyi secara bersamaan. Sebagai contoh, anak menulis kata “dua” dengan “duwa”, “pergi” dengan “pegi”, “sekolah” dengan “skola”. Pada tahap ini anak menulis sesuai dengan apa yang ia dengar.
(2)Tahapan Perkembangan Membaca Anak Usia Dini a. Tahap Magical Stage (Tahap fantasi)
Anak mulai belajar menggunakan buku, mulai berfikir bahwa buku itu penting, melihat atau membolak-balikkan buku dan kadang-kadang anak membawa buku kesukaannya.
b. Self Concept Stage (Tahap Pembentukan Konsep Diri Membaca
Anak memandang dirinya sebagai pembaca, dan mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, memberi makna pada gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, menggunakan bahasa buku meskipun tidak cocok dengan tulisan
c. Bridging Reading Stage (Tahap Membaca Gambar )
Pada tahap ini anak menjadi sadar pada cetakan yang tampak serta dapat menemukan kata yang sudah dikenal, dapat mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna dengan dirinya, dapat mengulang kembali cerita yang tertulis, dapat mengenal cetakan kata dari puisi atau lagu yang dikenalnya serta sudah mengenal abjad
d. Take Off Reader Stage (Tahap Pengenalan Bacaan)
Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat kembali cetakan pada konteksnya, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan serta membaca berbagai tanda seperti kotak susu, pasta gigi atau papan iklan
e. Independent Reader Stages (Tahap Membaca Lancar)
Pada tahap ini anak dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda secara bebas, menyusun pengertian dari tanda, pengalaman dan isyarat yang dikenalnya, dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan. Bahan-bahan yang berhubungan secara langsung dengan pengalaman anak semakin mudah dibaca.
Usia Proses Mendengar/
Memahami Proses Berbicara
Lahir-3 bulan • bayi terbangun ketika mendengar suara yang
keras (biasanya reaksinya
adalah menangis)
• bayi mendengar orang lain berbicara dengan cara memperhatikan orang yang berbicara
• bayi tersenyum ketika diajak bicara
• bayi mengenali suara pengasuhnya dan menjadi berhenti menangis ketika diajak ngobrol • anak membuat suara yang menyenangkan
• anak akan mengulangi suara yang sama secara berulang- ulang (seperti ocehan)
• anak akan menanagis dengan cara berbeda untuk
menunjukkan kebutuhannya yang berbeda-beda pula (misal : menangis dengan melengking tinggi jika kesakitan)
4-6 bulan • anak sudah dapat merespon nada suara (lembut ataupun
keras)
• anak akan melihat sekeliling untuk mencari sumber bunyi (contoh : bunyi bel, telepon atau benda jatuh)
• anak akan memperhatikan bunyi yang dihasilkan dari mainannya (misal : memukul-mukul mainan ke lantai) • anak akan berceloteh ketika sendirian
• anak akan melakukan sesuatu (dengan bunyi atau gerakan tubuh) secara berulang ketika bermain
• anak akan berbicara secara sederhana (tanpa tangisan) untuk menarik perhatian orang dewasa di sekitarnya
7-12 bulan • anak menyukai permainan
„ciluk-ba‟
• anak akan mendengarkan ketika diajak berbicara
• anak mengenali kata-kata yang sering ia dengar, misal : susu, mama, dll. • anak akan berbicara secara sederhana (tanpa tangisan)
untuk menarik perhatian
orang dewasa di sekitarnya
• anak akan melakukan
imitasi untuk berbagai jenis bunyi/ suara
• anak akan berceloteh
12-24 bulan • anak sudah dapat memahami perintah dan
pertanyaan sederhana, contoh : “mana bolanya?”, “ambil bonekanya”
• anak akan menunjuk benda yang dimaksud ketika ditanyai
• anak dapat menunjuk beberapa gambar dalam buku ketika ditanyai • anak telah dapat menggunakan berbagai
bunyi huruf konsonan pada awal kata
• anak sudah bisa menyusun dua kata. Contoh : mau minum, mama ma‟em, dll.
• Anak dapat bertanya dengan 2 kata sederhana, misal : “mana kucing?”, “itu apa?”
24-36 bulan • Anak bisa memahami dua perintah sekaligus (contoh :
“ambil bolanya dan ditaruh
di kursi”)
• Anak sudah dapat memperhatikan dan memahami berbagai
sumber bunyi (misal : suara
TV, pintu ditutup, dll)
• Anak telah memahami perbedaan makna dari berbagai konsep, misal : “jalan-berhenti”, “di dalam-di luar”, “besar- kecil”, dll) • Anak bisa bertanya dan mengarahkan perhatian
orang dewasa dengan
mengatakan nama benda yang dimaksud.
• Cara anak berbicara sudah dapat dipahami secara keseluruhan
• Anak sudah dapat menghafal kata-kata untuk keseharian
• Anak memahami tata bahasa secara sederhana, misal “aku mau naik sepeda”
4-6 tahun • • Anak sudah bisa menggunakan kata secara lebih rumit misal: “Ibu, aku lebih suka baju yang berwarna merah. Yang
hijau tidak bagus.”
Latihan
a. Amatilah perilaku salah satu anak yang sedang bermain di TK dari awal masuk sekolah hingga pulang sekolah!
b. Rekam dan catatlah perkembangan bahasa anak secara detail menggunakan berbagai teknik asesmen!
c. Buatlah laporan perkembangan anak secara lengkap mencakup aspek dan indicator perkembangan bahasa, komentar dan kesimpulan, dan tindak lanjut/stimulasi!
Pembelajaran Bahasa Anak Usia Dini
a. Prinsip Pembelajaran Bahasa
Prinsip pembelajaran bahasa untuk anak usia dini adalah interaksi aktif. Ada tiga hal penting yang menjadi sumber pembelajaran bahasa bagi anak di kelas, yaitu :
1. Anak
Anak perlu dirangsang untuk dapat saling bercakap-cakap satu dengan yang lainnya. Dengan interaksi aktif antar anak, maka bahasa anak akan berkembang dengan cepat. Karena itu di lembaga PAUD perlu menggabungkan anak dari berbagai usia. Harapannya adalah anak yang lebih tua dapat mencontohkan bahasa yang lebih kaya kepada anak yang lebih muda, demikian sebaliknya anak yang lebih muda akan banyak belajar dari anak yang lebih tua.
2. Orang dewasa (tutor/pendidik)
Orang dewasa yang hanya diam di dalam kelas kurang mendukung perkembangan bahasa anak. Segala sesuatu yang dilakukan anak dapat diperkuat oleh pendidik dengan ucapan-
ucapan yang menggali kemampuan berpikir anak lebih tinggi yang tentunya akan terucap melalui percakapannya dengan pendidik. Pendidik menggali dengan pertanyaan- pertanyaan terbuka sehingga anak dapat berpikir aktif. Karena itu perlu pendidik yang aktif akan memberikan pengalaman pada anak dalam menggunakan bahasa yang tepat. Pendidik juga perlu mengucapkan kalimat dengan bahasa yang benar. Jika orang dewasa memberikan contoh kata-kata yang keliru, maka anak akan meniru kata-kata tersebut. Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang dewasa untuk memfasilitasi pembelajaran bahasa anak, antara lain:
a. Pembelajaran bahasa bagi anak-anak menjadi mudah apabila mereka memiliki
lingkungan dan stimulasi yang tepat.
b. Bayi belajar dan mendapat ide untuk “bicara” dari mendengar orang-orang disekitarnya bercakap-cakap.
c. Anak siap belajar untuk membuat suara dari bahasa yang ia pelajari. Bila seorang anak
hidup dalam lingkungan dimana dua bahasa dipakai maka ia akan dapat membunyikan suara kedua bahasa tersebut.
d. Pertama-tama kita harus menjadi pendengar yang baik. Bicaralah sebanyak mungkin dengan bayi dan mencoba membuat percakapan pribadi dengan mereka. Usahakan agar anak melihat bahasa tubuh anda.
e. Biarkan anak memahami perkataan dan perasaan kita dengan cara mencocokkan apa yang kita katakan dengan apa yang kita lakukan atau yang kita katakan dengan ekspresi wajah kita.
f. Sangatlah penting untuk mengaitkan antara perkembangan bahasa dengan perkembangan lingkungan dan sosial anak-anak. Kurikulum seharusnya diletakkan pada kerangka budaya.
g. Belajar membaca dan menulis akan terserap jauh lebih cepat dan efektif oleh anak-
anak yang sudah memiliki latar belakang pemahaman dan kemampuan verbal.
h. Untuk menambah kosa-kata anak, pendidik harus menggunakan kata-kata tersebut secara ekspresif. Penggunaan kosa-kata baru sebaiknya dilakukan berulangkali. Dan kata-kata tersebut hendaknya bermakna dan menyentuh perasaan anak-anak sehingga tidak mudah dilupakan.
3. Lingkungan
Lingkungan tempat anak itu berada juga harus merupakan lingkungan yang aktif, yaitu lingkungan yang kaya dengan bahasa. Orang dewasa bisa meletakkan banyak kata di lingkungan bermain anak. Di mana-mana anak dapat melihat tulisan sehingga menolong anak dalam mempelajari keaksaraan. Pendidik yang aktif akan membawa lingkungan di luar anak yang kaya dengan bahasa ke dalam pikiran anak dan juga mengeluarkan segala sesuatu yang ada di dalam pikiran anak ke luar melalui bahasa yang diucapkan anak. Dengan demikian pengetahuan anak akan terus bertambah.
b. Kegiatan Membaca dan Menulis
1. Persiapan untuk membaca:
a. Bagaimana cara membalik halaman, dari kiri ke kanan, membalik ke depan kembali)
b. Istilah-istilah buku (halaman, cover, pengarang, gambar cetakan)
c. Persamaan dan perbedaan antara penyebutan dan bahasa dengan tulisan.
d. Dasar elemen cerita (tempat, karakter, alur cerita)
e. Bagaimana bertanya dan menjawab pertanyaan.
Saat mengevaluasi ilustrasi yang ada pada buku anak, lihatlah ilustrasi yang “dapat dimengerti, merangsang emosional dan respon emosional yang besar, dapat melatih
imajinasi pembaca. Dalam buku bergambar, harus ada salah satu dari kelima elemen (garis, warna, tekstur, bentuk, dan penyusunan atau komposisi) untuk melengkapi cerita. Ajari anak untuk melihat ilustrasi sebagai bagian dari pengalaman mereka dalam membaca buku cerita. Salah satu tantangan dalam menggunakan kesusastraan adalah mencocokan buku dengan anak atau kelompok anak. Dibawah ini ada tips memilih buku untuk anak yang merujuk pada perkembangan karakteristik anak.
2. Tips memilih buku yang tepat untuk anak usia dini.
a. 0-2 tahun
Pengembangan karakteristik: menjelajahi dunia lewat sensorik input dan aktivitas motorik (Piaget); berhubungan dengan permasalahan membangun basic trust (Erikson); mempesona dengan kebiasaan baik/buruk dan pemberian hadiah/sanksi (Kohlberg). Buku yang tepat: Buku yang mudah didapat, awet, tidak asing, berwarna-warni, interaktif.
b. 2-4 tahun.
Pengembangan karakteristik: melanjutkan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan memperoleh konsep dasar; umur dimana garis antara fantasi dan kenyataan tidak tergambar dengan jelas (Piaget); berhubungan dengan permasalahan kemerdekaan hak dan kenyataan diri (Erikson); umumnya ingin menyenangkan orang lain (Kohlberg). Buku yang tepat: Buku yang ringkas, dan mempunyai alur cerita yang sederhana dengan akhir yang menyenangkan; irama, persamaan bunyi, pengulangan; dan prilaku baik/buruk.
c. 4-7 tahun.
Pengembangan karakteristik: menampilkan operasi mental dasar (Piaget); berhubungan dengan masalah memperoleh kompetensi dan keahlian baru yang dapat mengarahkan penyelesaian (Erikson); melihat perilaku yang menyesuaikan dengan ekspetasi peran perempuan/laki-laki. Buku yang tepat: Buku yang mempunyai imajinasi dan fantasi dan komedi; juga buku dongeng, buku yang berisi informasi.
d. 7-9 tahun.
Pengembangan karakteristik: mulai mengerti waktu; mulai menguasai ide-ide abstrak lainnya dan membangun sosial (pendapat) (Piaget); mulai mandiri (Erikson); mulai meneliti tentang aturan, hukum, dan mulai menghormati wewenang yang yang sudah tersusun dalam masyarakat (Kohlberg). Buku yang tepat: Buku yang memiliki fantasi yang tinggi dan petualangan dan dapat menjelajahi waktu lampau dan masa depan. Menari dengan misteri, memecahkan masalah dan mengidentifikasi karakter. Menikmati non fiksi, biografi dan petualangan.
3. Evaluasi
a. Buatlah perencanaan pembelajaran bahasa untuk anak usia 3 sampai 6 tahun.
b. Buatlah media pembelajaran bahasa yang sesuai dengan perencanaan yang anda buat.
c. Persiapan draf pengaturan kelas yang akan disediakan untuk anak sesuai dengan perencanaan.
d. Daftar Pustaka
Brewer, Jo Ann, Introduction To Early Childhood Education, Allyn and Bacon : Boston, 2006
Bromley, Karen D’Angelo., Language Arts: Exploring Connections 2nd Ed, Allyn & Bacon:Boston, 1992
Gestwicki, Carol., Developmentally Appropriate Practice Curriculum and
Development in Early
Education 3rd Ed, Thomson Delmar : New York, 2007
Gordon, Ann Miles & kathryn W. Browne, Beginnings & Beyond Foundations in
Early Childhood
Education, Thomson Delmar : New York, 2004
Hohmann, Mary & David P. Weikart, Educating Young Children, High Scope : Michigan, 1995
Jalonggo, Mary Renck, Early Childhood Language Arts 4th Ed, Pearson Education :
Boston, 2007
Morrison, George S, Early Childhood Education Today, Pearson Prentice Hall : New
Jersey, 2007
Roopnarine, Jaipul L. & James E. Johnson, Approaches to EarlyChildhood Education
4th Ed,
New Jersey : Pearson Prentice Hall, 2005
Sonawat, Reeta ang Jasmine M. Francis, Language Development for Preschool
Children, Mumbay : Multi Tech Publishing, 2007
Warner, Laverne & Judith Sower., Educating Young Children, Boston : Pearson
Education, 2005
Weaver, Constance., Understanding Whole Language, Irwin Publishing : Toronto,
1990
c. Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti workshop, diharapkan PLPG mampu:
a. Memahami karakteristik perkembangan social emosi anak usia dini
b. Memahami tahapan perkembangan social emosi anak usia dini
c. Memahami berbagai aspek perkembangan anak yang perlu distimulasi
d. Memahami peran pendidik dalam pengembangan kemampuan sosial dan emosi anak
e. Mengetahui peran lingkungan, termasuk pengaruh sosial dan budaya dalam
pengembangan kemampuan sosial dan emosi anak
2. Isi/Paparan Materi
Latar Belakang
Masa usia dini adalah periode penting yang memberikan pengalaman awal dalam rentang kehidupan manusia. Pengalaman awal yang diperoleh anak pada masa tersebut akan mempengaruhi sikap, perasaan, pikiran dan perilaku anak pada tahap selanjutnya. Pelatihan dan pengkondisian yang diberikan pada anak secara berkelanjutan akan membantu anak mencapai berbagai tugas perkembangannya secara optimal. Salah satu tugas perkembangan yang perlu dimiliki anak adalah ketrampilan dalam berinteraksi dengan lingkungan serta kemampuan mengekspresikan emosi secara positif dan wajar. Hal ini terkandung dalam kompetensi pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO yang menyatakan bahwa pendidikan adalah serangkaian aktivitas untuk menanamkan kecakapan hidup (life skills), kecakapan untuk bertindak (to do), kecakapan untuk hidup (to be), kecakapan belajar (to learn), dan kecakapan hidup bersama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompetensi pendidikan bukan hanya untuk mengembangkan kecakapan akademik kognitif saja, melainkan kecakapan afektif
(emosi, sosial, spiritual) dan psikomotorik. Untuk memperoleh ketrampilan dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial, diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Lingkungan keluarga merupakan tempat pertama bagi anak yang berperan penting dalam mengembangkan sikap dan perilaku anak agar sesuai dengan nilai-nilai di masyarakat. Lingkungan sekolah juga memberikan kontribusi yang besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, dimana sebagian aktivitas anak dilakukan di sekolah dengan bimbingan pendidik/guru. Kerjasama yang terjalin antara pihak keluarga dan pihak sekolah akan memberikan pengaruh positif bagi kemajuan perkembangan anak. Dengan bimbingan pendidik yaitu orang tua dan guru, anak akan berkembang optimal dan dapat menghadapi berbagai tantangan di lingkungan. Masa usia dini adalah periode terbaik bagi anak untuk belajar mengembangkan kemampuan sosialisasi dan mengekspresikan emosi secara positif. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan keterlibatan pendidik , dalam hal ini guru untuk memfasilitasi anak dalam belajar proses sosial. Berkaitan dengan hal tersebut, diharapkan materi tentang pengembangan sosial dan emosi anak pada modul ini dapat menambah wawasan guru tentang tahapan perkembangan emosi dan sosial pada anak dalam ragka membimbing anak untuk mengekspresikan emosi dan beradaptasi sesuai dengan harapan sosial. Para guru juga diharapkan dapat mengembangkan berbagai kegiatan yang dapat memfasilitasi anak mengembangkan ketrampilan sosial dan emosinya.
3. Perkembangan Sosial Emosi Anak
Perkembangan sosialisasi pada anak ditandai dengan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan, menjalin pertemanan yang melibatkan emosi, pikiran dan perilakunya. Perkembangan sosialisasi adalah proses dimana anak mengembangkan ketrampilan interpersonalnya, belajar menjalin persahabatan, meningkatkan pemahamannya tentang orang di luar dirinya, dan juga belajar penalaran moral dan perilaku. Perkembangan emosi berkaitan dengan cara anak memahami, mengekspresikan dan belajar mengendalikan emosinya seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Emosi anak perlu dipahami para guru agar dapat mengarahkan emosi negative menjadi emosi positif sesuai dengan harapan sosial.
Perkembangan sosial emosional melibatkan pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri dan orang lain. Feeney (et.al) menyatakan bahwa perkembangan social emosional mencakup: kompetensi sosial (kemampuan dalam menjalin hubungan dalam kelompok sosial), kemampuan sosial (perilaku yang digunakan dalam situasi sosial), kognisi sosial (pemahaman terhadap pemahaman, tujuan, dan perilaku diri
sendiri dan orangl lain), perilaku prososial (kesediaan untuk berbagi, membantu, bekerjasama, merasa nyaman dan aman, dan mendukung orang lain) serta penguasaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas (perkembangan dalam menentukan standar baik dan buruk, kemampuan untuk mempertimbangkan kebutuhan dan keselamatan orang lain).
Perkembangan sosialisasi dan emosi pada anak tidak terlepas dengan kondisi emosi dan kemampuan anak merespon lingkungannya di usia sebelumnya. Bayi yang mendapat pengasuhan dan perawatan secara baik dimana kebutuhannya secara fisik dan psikologis terpenuhi, akan merasa nyaman dan membentuk rasa percaya terhadap lingkungan sekitarnya.Sebaliknya, bayi yang tidak terpenuhi kebutuhannya, dimana mendapatkan penolakan dari orang tua atau pengasuhnya, akan mengembangkan rasa cemas dan membentuk rasa ketidakpercayaan dengan lingkungan sekitarnya pula. Dengan demikian, mereka memiliki potensi mengalami masalah kesehatan secara fisik dan mental di tahap kehidupannya.
Erikson menyatakan bahwa individu, termasuk anak, tidak hanya mengembangkan kepribadian yang unik tetapi juga memperoleh ketrampilan dan sikap yang dapat membantunya menjadi aktif dan bermanfaat sebagai bagian dari masyarakat. Erikson juga memberikan penjelasan tentang adanya perkembangan yang bersifat alamiah dan pengaruh budaya. Selain itu perkembangan sosialisasi dan emosi pada anak juga dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Pada usia pra sekolah, anak sudah mulai menyadari bahwa tidak semua keinginannya dapat dipenuhi. Namun demikian, hal ini bukan berarti anak sudah mampu mengendalikan perasaan atau emosinya saat harapannya tak dapat diperoleh. Kemampuan sosialisasi dan emosi anak akan berkembang seiring dengan penambahan usia dan pengalaman yang diperolehnya. Aspek kognitif juga berperan penting dalam hal ini dimana dengan kematangan di segi kognitif, anak dapat membedakan hal yang baik dan buruk berdasarkan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
d. Pengertian Sosialisasi
Dalam bersosialisasi, anak mengalami suatu proses untuk berperilaku sesuai dengan norma atau adat istiadat di lingkungan sosialnya. Proses sosialisasi pada anak tidak selalu berjalan lancar karena anak memiliki keterbatasan. Seiring dengan bertambahnya usia anak dan meningkat tahap perkembangannya, anak akan belajar bersosialisasi dengan lebih baik. Sosialisasi adalah suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam diri. Sosialisasi pada anak merupakan reaksi anak terhadap rangsangan dari dalam diri maupun reaksi anak terhadap situasi di lingkungannya. Sosialisasi merupakan proses dimana anak belajar untuk berperilaku sesuai dengan harapan budaya dimana anak dibesarkan. Sebagaimana Manning menyatakan ‘ socialization is the process by which children learn to behave in acceptable manner, as defined by culture of which the family is apart. Drever mengemukakan pengertian sosialisasi yaitu suatu proses dimana individu beradaptasi dengan lingkungan social dan menjadi dikenali, dan bekerjasama dengan anggota kelompok tersebut.
e. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Sosial
Ada beberapa factor yang mempengaruhi kemampuan anak dalam bersosialisasi yaitu: (1) lingkungan keluarga; (2) lingkungan sekolah; (3) lingkungan kelompok masyarakat; (4) factor dari dalam diri anak . Keluarga adalah lingkungan pertama dalam kehidupan anak.
Di dalam keluarga, anak diajrkan dan dibiasakan dengan norma-norma social untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan social. Keutuhan keluarga, pola asuh, status ekonomi , tauladan orang tua akan memberikan kontribusi besar terhadap kemampuan anak dalam bersosialisasi. Lingkungan sekolah juga berpengaruh besar terhadap kemampuan sosialisasi anak, mengingat anak menggunakan sebagian waktunya di sekolah. Di sekolah anak belajar bergaul dan melakukan berbagai aktivitas bersama teman sebaya. Di sekolah pula anak mendapatkan berbagai pengalaman yang mungkin tidak diperoleh di rumah. Lingkungan masyarakat membawa pengaruh besar terhadap kemampuan anak dalam bersosialisasi. Dalam lingkungan masyarakat, anak dibesarkan dan mendapat pengalaman berinteraksi dengan banyak orang.
f. Proses Sosialisasi
Dalam bersosialisasi, anak membutuhkan keterampilan agar dapat melakukan proses sosialisasi yaitu 1) proses imitasi; 2) proses identifikasi; 3) proses internalisasi. Proses imitasi adalah proses dimana anak belajar meniru perilaku yang dapat diterima secara sosial. Proses imitasi ini dilakukan ketika anak melihat secara langsung perilaku orang lain yang dijadikan contoh/model. Setelah melakukan proses imitasi, anak melakukan proses identifikasi. Proses identifikasi adalah proses terjadinya pengaruh sosial pada anak , dimana anak ingin menjadi seperti orang yang dicontoh. Dalam proses identifikasi, anak berusaha berperilaku sesuai dengan orang yang ditirunya. Proses internalisasi adalah
proses penanaman serta penyerapan nilai-nilai. Dalam proses ini diperlukan pemahaman anak untuk membedakan nilai-nilai sosial yang baik dan buruk.
Bandura mengemukakan tahapan/fase yang dilalui individu dalam mengamati perilaku tertentu yaitu: 1) Memperhatikan (attention), 2) Menyimpan (retention), 3) Mereproduksi (reproduction), 4) Motivasi (motivation). Sebagai contoh, anak akan mengamati perilaku orang dewasa melalui tahapan tersebut. Hal ini berarti jika orang dewasa membentak, mengancam, memukul dan sebagainya, maka akan diperhatikan anak, tersimpan dalam memori, dicontoh dan memotivasi anak untuk melakukan hal yang sama. Sosialisasi melibatkan 3 proses yaitu (1) belajar berperilaku sesuai dengan harapan sosial; (2) bermain sosial sesuai dengan peran yang diharapkan; (3) pengembangan sikap sosial.
1). Arah Perkembangan Imitasi
Tidak ada keraguan lagi bahwa peniruan yang bersifat selektif terjadi pada usia 7 atau 8 bulan yang kemudian akan menjadi lebih sering dan kompleks dalam beberapa tahun berikutnya. Bayi berusia 1 tahun meniru gerak siyarat, suara, dan perilaku lain yang dilihat dan didengar, walaupun mungkin mereka lebih meniru perilaku yang dapat mereka lihat sendiri ( misalnya gerakan tangan), disbanding tindakan yang tidak dapat mereka lihat sendiri (misalnya mengeluarkan lidah).
Aksi meniru yang terlambat mungkin terjadi sebelum usia 2 tahun. Seorang anak berusia 15 bulan, memandang dengan diam pada ibunya yang sedang memutar telpon, beberapa menit, jam atau minggu kemudian anak itu akan mengulangi tindakan tersebut diatas. Koordinasi motor yang diperlukan akan memutar nomor telepon telah lama ada didalam daftar pikiran anak sebelum tindakan meniru terjadi. Hal serupa terjadi jika seorang anak usia 20 bulan, melihat pada seorang peneliti laboraturium yang meletakan sebuah balok kayu pada sebuah tempat kayu dan berkata, ” boneka ini amat lelah dan kita harus meletakkannya ditempat tidur. Selama tidur boneka”. Anak itu gagal meniru sebagian kejadian itu selama 20 menit berikutnya. Tetapi jika ia memasuki ruang yang sama sebulan kemudian dan melihat mainan yang sama, ia segera akan meletakkan balok kayu itu pada sebuah tempat kayu dan mengatakan, ”selamat tidur”.
Aksi meniru meningkat frekusensinya antara usia 1 dan 3 tahun, namun kemungkinan
meniru suatu tanggapan tertentu tergantung dari jenis perilaku. Jenis perilaku ini ada 3
bentuk , yaitu :
a. Meniru sejumlah variasi dari gerakan. Contoh bentuk ini adalah jika ada seorang dewasa menggerakkan sebuah balok sepanjang meja.
b. Meniru perilaku social. Misalnya seorang dewasa meletakkan sebuah tirai didepan wajahnya dan mengintip dari samping dua kali.
c. Meniru yang membutuhkan koordinasi dua tindakan terpisah di dalam satu deretan gerak motorik. Contohnya adalah orang dewada yang mengangkat sebuah cangkir kuningan dengan sebuah tali dan memukulnya tiga kali dengan tangkai baja.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan jenis-jenis perilaku tersebut, dapat diketahui bahwa perilaku motorik akan segera ditiru, karena didapat hasil pada anak usia 2 tahun bahwa mereka meniru sebanyak 80 % dari model yang diberikan, dan perilaku social merupakan perilaku selanjutnya yang sering ditiru. Sedangkan peniruan dari deretan yang terkoordinasi jarang terjadi sebelum 18 bulan, namun meningkat antara usia 1, 5 dan 2 tahun.
Anak – anak melihat model ditelevisi/ film dan contoh yang hidup. Sebelum ulang tahun yang kdeua, anak- anak meniru contoh di televisitidak sesering mecontoh orang dewasa yang hidup, tetapi pada saat menjelang usia 3 tahun mereka sama seringnya meniru kedua contoh tersebut. Penemuan ini menunjukkan bahwa anak mudah meniru sebagian besar perilaku dan mereka mendapatkan keterangan yang diberikan di televise pada usia muda. Dari hasil penelitian para ahli, terdapat beberapa hipotesismengenai faktor-faktor yang menentukan dalam imitasi, yaitu:
(1). Pengaruh Ketidakpastian
Salah satu pengaruh yang mungkin dalam meniru selama 2 tahun pertama adalah ketidakpastian anak mengenai kemampuannya dalam menjalankan suatu tindakan yang telah disaksikannya. Pengamatan anak-anak menunjukkan bahwa mereka mungkin meniru perilaku yang sedang dalam proses pemahaman mereka. Mereka tampaknya kurang suka meniru tindakan yang telah dikuasainya dan yang terlalu kompleks, sehingga mereka merasa tidak mampu mencobanya.
Contoh untuk ini adalah :
Seorang wanita yang mengangkat telepon, merupakan contoh menarik bagi anak berusia
15 bulan, tetapi bukan untuk anak yang berusia 6 atau 36 bulan, yaitu usia dimana kemampuan motorik untuk mengangkat sebuah telepon mainan telah ada. Jadi, anak usia
15 bulan merasa kurang pasti akan kemampuannya melakukan tiap tanggapan, tetapi anak yang berusia 6 bulan tidak berharap untuk melakukannya, dan yang berusia 36 bulan (3tahun) merasa pasti dapat melakukannya.
Jika seorang anak dalam tahun kedua merasa tidak pasti akan kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan yang disaksikannya, maka mereka akan menunjukkan tanda- tanda tertekan, misalnya berhenti bermain, protes dan bergantung pada ibunya, bahkan menangis. Reaksi tertekan ini tidak akan terjadi bila tindakan yang diperlihatkan mudah ditiru atau jauh di bawah kemampuan anak tersebut.
(2). Meniru untuk memajukan interaksi sosial
Jika seorang bayi meniru orang tuanya, maka orang tuanya sering tersenyum, dan berseru betapa pandai dan cerdas bayinya, dan sebaliknya meniru sang bayi. Tangggapan orang tua dapat memperkuat perilaku meniru seorang bayi. Penguatan social semacam itu meningkatkan kecenderungan umum bayi untuk meniru dan juga mempengaruhi perilaku yang dipilih bayi untuk ditiru. Anak- anak lebih mungkin meniru suatu tindakan yang telah disetujui, misalnya makan dengan sendok, disbanding suatu tanggapan yang tidak diperhatikan misalkan memukul 2 garpu secara serentak.
(3) Meniru untuk mempertinggi kemiripan terhadap yang lain
Dasar ketiga untuk meniru, timbul pada saat anak memasuki tahun ketigadan mulai lebih meniru orang-orang tertentu disbanding dengan tindakan-tindakan tertentu. Pada ulang tahun kedua, kebanyakan anak sadar bahwa mereka mempunyai kualitas yang membuat mereka lebih mirip ke beberapa orang tertentu di banding ke yang lain ( misalnya seorang anak laki-laki mengenali dirinya dan ayahnya mempunyai cirri-ciri anatomis yang sama). Pengenalan kemirirpan dengan ayahnya dan laki-laki lain, menyebabkan anak itu mengambil kesimplan bahwa ia termasuk suatu kategori yang sama dengan laki- laki lain. Hal serupa terjadi pada anak gadis yang berkesimpulan bahwa mereka termasuk kategori yang sama dengan wanita lain. Pengetahuan ini membangkitkan usaha setiap anak yang aktif dalam mencari kemiripan tambahan dengan orang lain, sebagai usaha menegeskan kedalam jenis kategori apa mereka termasuk. Mereka melakukan hal ini dengan meniru tindakan orang-orang tersebut.
(4). Timbulnya emosi sebagai dasar dari meniru
Anak – anak akan meniru orang tuanya lebih sering dibading meniru orang lain. Salah satu alasan mungkin disebabkan orang tua merupakan sumber timbulnya emosi yang lebih berkesinambungan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak dibandingkan dengan kebanyakan orang lain. Orang- orang yang mempunyai kekuasaan untuk menimbulkan emosi anak, apakah itu kegembiraan, ketidakpastian, kekuatan atau kemarahan, menerima perhatian anak, dan sebagai hasilnya anak itu mempelajari tindakan mereka secara lebih mendalam dibandingkan dengan orang yang kurang menarik perhatiannya. Proses tanpa terjadi di antara anak-anak yang bermain bersama. Jika pasangan anak-anak usia 2 tahun yang tidak saling kenal bermain bersama.
Seringkali terjadi anak yang pasif dan pendiam meniru anak yang labih dominant dengan waspada. Jika anak yang dominant melakukan suatu tindakan yang berada dalam batas kemampuan anak ayang pasif ( misalnya meloncat dari meja) maka anak yang pasif suka meniru tindakan tersebut dalam beberapa menit berikutnya.
(5) Meniru untuk mencapai tujuan
Meniru dapat merupakan suatu usaha hati nurani seseorang untuk mencapaiu kesengan, kekuasaan, milik, atau sejumlah tujuan lain yang diinginkan. Sebagai contoh, seorang anak mencoba membangun rumah dengan balok kayu, akan mengamati secara seksama anak atau orang lain yang membangun struktur serupa untuk kemudian menirunya. Anak usia 3 tahun akan meniru perilaku yang menganggu dari anak lain, karena dengan perilaku tersebut ia berhasil mendapatkan mainan yang dinginkannya dari anak lain. Dasar dari meniru ini khususnya timbul setelah tahun ke dua. Kini tepat untuk mengatakan bahwa anak-anak “mempunyai motivasi untuk meniru orang lain”, karena mereka mempunyai gagasan dalam mencapai suatu tujuan melalui tindakan meniru.
2). Arah Perkembangan Identifikasi
Sejalan dengan perkembangannya, anak mendapatkan banyak sifap dan pola perilaku yang sama dengan sikap perilaku orang tua mereka. Kadang-kadang persamaan mereka ditunjukkan dalam karakteristik seperti cara berjalan, gerak tangan, serta perubahan lagu suara yang cukup mencolok. Dalam hal demikian anak dikatakan identik dengan ibu atau ayahnya.
Kondisi identifikasi berasal dari aliran Psikoanalisa dan memegang memegang peranan penting dalam teori Freud. Dalam teori Psikoanalitik, identifikasi dihubungkan dengan proses tidak disadari yang dilalui seseorang dalam meniru karakteristik ( sikap, pola, perilaku, emosi) orang lain. Anak-anak, dengan meniru sikap serta ciri orang tua mereka, akan merasa bahwa mereka telah menyerap sebahagian kekuatan dan persyaratan yang dimiliki orang tuanya.
Identitifasi menurut pandangan Psikioanalitik, lebih dari penjiplakan perilaku orang tua;
anak itu memberi respon seolah-olah ia adalah ibu atau ayah. Jadi seorang anak perempuan yang mengidentifikasikan dirinya dengan ibunya, merasa bangga jika ibunya menerima penghargaan atau kehormatan seolah-olah ia sendiri yang menerimanya. Melalui proses identifikasi, anak memperolah perilaku yang berbeda-beda yang terlibat dalam perkambangan kontrol diri, pertimbangan yang baik buruk dibentuk dengan cara menggabungkan standar perbuatan orang tua sehingga anak berbuat menurut standar tersebut meskipun pada waktu ibu atau ayah sedang tidak ada, dan anak akan merasa berdosa jika melanggar standar itu.
Beberapa ahli psikologi meragukan pandangan psikoanalitik mengenai identifikasi sebagai proses tidak disadari yang menyatu. Mereka menyatakan bahwa tidak semua anak menyamai orang tua mereka dalam semua hal. Sebagai contoh, seorang anak perempuan mungkin akan mencoba menyamai kemampuan bergaul dan rasa humor seperti ibunya., tetapi bukan nilai-nilai moralnya. Para ahli psikologi memandang identifikasi sebagai suatu bentuk kegiatan belajar ; anak-anak menirukan perilaku tertentu dari orang tua mereka, karena mereka diberi ganjaran untuk melakukan itu. Saudara kandung, teman sebaya, guru dan tokoh TV merupakan model lain yang berperan sebagai sumber imitasi atau identifikasi. Menurut pandangan ini, identifikasi merupakan proses yang berkesinambungan pada saat respon baru diperoleh sebagai hasil pengalaman langsung dan tidak langsung bersama orang tua atau model lain.
Sebagian besar ahli psikologi – tanpa memandang cara mereka mengidentifikasikannya – memandang identifikasi sebagai proses dasar melatih pergaulan anak-anak. Dengan cara menirukan orang penting dalam lingkungan mereka, anak-anak memperoleh sikap dan perilaku yang diharapkan orang dewasa dalam masyarakat mereka. Orang tua, karena
merupakan sekutu yang paling awal dan paling bertemu. Merupakan sumber utama identifikasi salah satu orang tua yang jenis kelaminnya sama merupakan model untuk perilaku seks yang dicontoh. Jika pada masa kanak-kanak dahulu anak-anak selalu menemukan setiap perbuatan ibu dan ayahnya, dengan bermain ibu-ibuan atau ayah- ayahan, suka memakai baju dan sepatu ibu serta ayah (melakukan identifikasi terhadap orang tuanya, ), maka pada usia prapuber, dan dengan ditemukan AKU-nya, anak berusaha melepaskan identifikasi lama itu.
Anak mulai bersikap kritis terhadap orangtuanya, terutama sekali terhadap ibunya. Anak lalu melebih-lebihkan kemampuan sendiri, dan berusaha keras untuk berbeda dengan orang tuanya. Dan sebagai substitusi / pegganti orangtuanya, anak mengadakan identifikasi dengan salah seorang kawan, guru di sekolah, bintang film, tokoh pahlawan, dan seterusnya. Sebab pribadi-pribadi tersebut dianggap sebagai substitusi – identifikasi atau sebagai Aku ideal aku ideal ini dianggap mempunyai sifat-sifat yang unggul dari orang tuanya.
Usaha ini ada baiknya, sebab peleketan menyeluruh atau identifikasi total terhadap orang tua bisa menjadi penghalang bagi proses kemandirian anak. Identifikasi ekstrim terhadap salah satu kedua orang tuanya mengakibatkan anak tetap dalam status infantilisme- psikis, dan tidak mampu menjadi dewasa secara penuh.
Gejala infantilisme – psikis tersebut sering terdapat pada orang dewasa, sebagai bentuk penlekatan pada figure ibu atau ayahnya tidak bisa di sublimasikan atau diselesaikan selama periode pra purbertas. Selanjutnya selama pra-purbetas ini proses subtitusi identifikasi tadi lebih banyak peniruan, seperti bermain – main saja, dan berganti-ganti bentuknya. Karena itu anak sering berganti teman dang anti “pacar”; dan cintanya berupa cinta monyet. Perbuatan identifikasi ini diharapkan untuk membeikan rasa aman atau rasa kehangatan pada diri anak yang masih labil mentalnya itu. Sebab, sungguhpun anak-anak sudah mengangkat diri sendiri sebagai “ dewasa” , dan merasa lebih besar, lebih pandai atau lebih mengerti dari pada orangtuanya, namun jauh dalam lubuk hatinya masih banyak bersarang perasaan lemah takut dan bimbang ragu. Oleh karena itu dia memberikan rasa aman atau rasa kehangatan pada diri anak yang masih banyak bersarang perasaan lemah takut dan bimbang ragu. Oleh karena itu dia memerlukan seorang duplikat; yaiyu seorang kawan yang keadaannya hamper sama dengan dirinya sebagai “ penyangga”EGO-nya.
Agaknya peristiwa memajukan diri- mendua kalikan diri dengan mencari seorang kawan substitusi, untuk menyangga kepribadiannya itu, dianggap perlu, untukmemberikan dukungan moril agar dirinya menjadi lebih kuat.
Dapat dipahami kalau anak-anak puer ini memerlukan seseorang untuk dijadikan kawan berbincang dan tempat curahan suka-dukanya , kawan untuk membagikan rasa kecemasan dan permusuhan, untuk ikut memikul semua rahasia dan dambaan hati, rasa dosa dan pedih dan sebagainya. Dengan membagikan/ mencurahkan beban hati serta pikiran yang kompleks itu akan terasa oleh anak bahwa “penderitaannya”bisa terungkit lepas. Banyak kualitas pribadi yang sama sekali bukan tipe menurut jenis kelamin, misalnya antusiasme, rasa humor, keramahtamahan, dan kesatuan karakteristik yang dibagi antara laki-laki dan perempuan. Seorang anak dapat mempelajari karakteristik semacam itu dari salah satu orangtuanya tanpa melanggar kebiasaan peran jenis kelamin. Ketika mahasiswa perguruan tinggi diinterview mengenai persamaan perilaku mereka dengan orang tua mereka dalam hal temperamen dan minat, seperempat dari jumlah laki- laki percaya bahwa mereka menyerupai ibunya dalam hal itu dan jumlah yang sama dipihak perempuan merasa menyerupai bapak mereka, banyak juga yang menyatakan persamaan dengan kedua orang tua mereka (H.Hilgard, 1980).
Eksperimen yang pernah dilakukan memberi kita beberapa petunjuk mengenai jenis variable yang mempengaruhi identifikasi, diantaranya adalah:
1. Beberapa studi menunjukkan bahwa orang dewasa yang hangat dan mendidik lebih cenderung ditiru daripada mereka yang tidak hangat dan tidak mendidik. Anak laki- laki yang memperoleh skor tinggi dalam tes kejantanan condong memiliki hubungan yang lebih hangat dan lebih penuh kasih sayang dengan ayah mereka dibandingkan dengan anak laki-laki yang memperoleh skor anak perempuan yang dinilai cukup feminim juga memiliki hubungan yang lebih hangat dan inti, dengan ibu mereka daripada anak perempuan yang dinilai kurang feminism (Mussen dan Rutherford,
1963).
2. Kekuasaan orang dewasa dalam mengontrol lingkungan anak juga mempengaruhi kecenderungan terhadap proses identifikasi. Jika pihak ibu dominant, anak perempuan cenderung lebih menyamai ibu daripada bapak, dan anak laki-laki mungkin akan menghadapi kesulitan mengembangkan peran berdasarkan jenis kelamin yang bersifat maskulin. Dalam keluarga dengan dominasi dipihak ayah, anak perempuan lebih menyamai ibunya pada tingkat derajat yang tinggi. Bagi anak perempuan, kehangatan dari kepercayaan diri ibunya nampaknya lebih penting daripada kekuasaannya (Hetherington dan Frankie, 1967).
3. Faktor ketiga yang mempengaruhi identifikasi adalah persamaan persepsi antara
anak/individu dan model (contoh)nya. Sampai pada taraf dimana seorang anak mempeunyai dasar yang obyektif dalam memandang dirinya sama dengan salah seorang tuanya, anak itu akan cenderung menyamakan dirinya dengan ibu atau ayahnya. Seorang anak perempuan yang tinggi dan berangka tubuh besar dengan bagian muka yang sama dengan ayahnya akan menghadapi kesulitan yang lebih besar dalam menyamakan dirinya dengan ibunya yang perawakannya mungil dibandingkan dengan adik perempuannya yang perawakannya sama dengan ibunya.
g. Tahapan Bermain Sosial
1. Solitary Play (0-2 years): Anak cenderung bermain sendiri. Anak senang bermain dengan orang yang lebih dewasa tetapi kurang berinteraksi dengna teman sebaya
2. Parallel Play (2+ years): Anak mulai duduk bersama dengan teman lain yang sebaya.
Namun anak tidak banyak melakukan interaksi satu sama lain.
3. Associative Play (3+ years): Anak menunjukkan ketertarikan pada teman sebaya dan ingin bermain dengan anak lain. Pada tahap ini anak bermain dalam kelompok kecil dan mengikuti arahan guru
4. Group Play (4+ years): anak siap berpartisipasi dan bekerjasama dalam melakukan suatu kegiatan di kelompok kecil. Anak juga sudah siap untuk belajar mengatur dirinya dan bermain secara mandiri
5. Games with Rules (6+ years): anak dapat memahami aturan dalam bermain.
Permainan yang bersifat teamwork dan kompetitif baru dapat diberikan setelah tahap ini tercapai.
h. Karakteristik Perkembangan Sosial
Menurut Erikson, masa kanak-kanak merupakan gambaran awal individu sebagai seorang manusia, dimana pola sikap dan perilaku yang diperoleh anak, akan menjadi peletak dasar bagi perkembangan anak selanjutnya. Anak usia dini, khususnya pada usia 4-5 tahun sangat senang meniru pembicaraan maupun tindakan orang lain. Menurut Erikson, tahapan perkembangan psikososial pada anak pra sekolah adalah tahapan inisiatif /prakarsa versus rasa bersalah . Pada tahap ini anak terlihat aktif dan mulai bermain serta menjalin
komunikasi dengan anak-anak lain. Pada tahap ini, anak juga memiliki rasa ingin tahu yang besar dan menunjukkan perhatian terhadap perbedaan jenis kelamin.
Ciri-ciri perkembangan sosial menurut Steinberg (1995), Hughes (1995) dan Piaget (1996) adalah: (1) memilih teman yang sejenis; (2) cenderung lebih percaya pada teman sebaya; (3) agresivitas lebih meningkat; (4) senang bergabung dalam kelompok; (5)memahami keberadaan bersama kelompok; (6) berpartisipasi dengan pekerjaan orang dewasa; (7) belajar membina persahabatan dengan orang lain; (8) menunjukkan rasa setia kawan. Ketrampilan sosialisasi yang diharapkan berkembang pada anak adalah kerjasama,
bergiliran, inisiatif/kepemimpinan, berbagi, disiplin, partisipasi.
i. Pengertian emosi
Emosi berperan penting bagi anak . Pada usia dini, anak telah belajar tentang emosi, walaupun di usia tersebut anak belum dapat menginterpretasi serangkaian emosi negatif yang diekspresikan orang lain. Sebagaimana dinyatakan oleh Sroufe: ‘By the preschool period, children have learned a great deal about emotion and emotional expression. Although preschoolers are still not very good at interpreting the range of negative emotions that others may express.’ Emosi menunjukkan kondisi perasaan anak. Anak yang sedang gembira akan menunjukkan emosi dengan cara tertawa atau tersenyum. Anak yang sedang sedih akan menunjukkan emosi dengan menangis atau merengutkan wajah. Berbagai emosi yang diekspresikan anak menunjukkan pada orang lain, apa yang anak rasakan atau anak inginkan pada saat tertentu.
Kata ’emosi’ berasal dari bahasa latin yang berarti ’mengeluarkan (to move out), menstimulasi dan memotivasi (to excite). Arti yang sepadan sering digunakan oleh para psikolog yaitu perasaan (affect, feeling), yang dikontraskan dengan kognisi (cognition) ataupun tindakan (action). Menurut Lindgren, pada dasarnya emosi adalah keadaan antusiasme umum yang diekspresikan dengan perubahan pada perasaan dan kondisi tubuh.
‘Essentially, emotion is a state of generalized excitement that expresses itself in changes in
feeling tone and body condition.’ Santrock memandang emosi dari segi psikologis dan gejala yang timbul. Emosi adalah perasaa afeksi yang melibatkan kombinasi stimulasi psikologis (seperti jantung yang berdetak lebih kencang) dan ekspresi perilaku (seperti senyuman atau menyeringai). ‘Emotion as feeling of affect that involves a mixture of psychological arousal (fast heartbeat) and overt behavior(a smile or grimace).’
Keinginan memberikan definisi yang komprehensif tentang emosi. Hal itu berkaitan dengan perasaan seseorang saat merasa emosional. Dasar dari emosi adalah kondisi tubuh dan fisiologis . Dengan demikian, emosi akan berpengaruh terhadap persepsi, berpikir dan berperilaku. Emosi dapat diekspresikan melalui bahasa, ekspresi wajah dan bahasa tubuh. Emosi dapat menjadi pendorong bagi seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah reaksi yang meliputi perubahan fisiologis, ekspresi tingkah laku dan perubahan perasaan karena suatu kejadian yang dialami seseorang saat menghadapi situasi tertentu.
j. Pola Dasar Emosi
Ada tiga pola dasar emosi yang timbul pada anak yaitu takut, marah dan cinta (fear, anger and love). Jenis emosi tersebut menunjukkan respon tertentu yang memungkinkan terjadinya perubahan pada perilaku anak. Emosi dapat berubah bukan hanya disebabkn adanya perubahan perasaan , tapi juga karena kondisi lingkungan yang dialami anak. Hurlock menyatakan ada 3 jenis ekspresi emosi yang umum, yaitu takut, marah dan senang. Rasa takut dapat timbul karena adanya kejadian yang mendadak atau tidak terduga, dimana anak perlu menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Rasa marah biasa muncul pada anak-anak untuk menarik perhatian orang lain, Rasa senang merupakan bentuk emosi yang menunjukkan kegembiaraan atau keriangan yang dapat siertai dengan ekspresi tawa,
senyum sebagai tanda relaksasi tubuh. Ahli psikologi lainnya melihat pola emosi dari segi sumber atau asal emosi itu, yaitu marah, takut dan cinta. Marah terjadi saat anak bergerak menentang sumber frustasi atau masalah. Takut terjadi saat anak bergerak meninggalkan sumber frustasi atau masalah. Sedangkan cinta yaitu dimana anak bergerak menuju ke sumber kesenangan.
k. Tipe Emosi Anak
Ada berbagai macam emosi yang biasa ditunjukkan pada anak pra sekolah sebagai berikut: Takut adalah perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap membahayakan. Pembiasaan, peniruan dan ingatan anak terhadap pengalaman yang kurang menyenangkan, berkontribusi terhadap munculnya rasa takut terhadap sesuatu. Senang adalah perasaan yang positif dimana anak merasa nyaman karena keinginannya terpenuhi. Marah adalah reaksi terhadap situasi frustasi yang dialami, dimana melibatkan perasaan tidak senang atas hambatan yang dihadapi. Anak mengungkapkan rasa marah dengan berbagai cara misalnya menangis, menendang, menggertak, memukul dan sebagainya. Ingin tahu adalah keingintahuan anak terhadap hal-hal baru, yang berkaitan dengan dirinya sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Sedih adalah perasaan yang muncul saat anak kehilangan atau tidak memperoleh sesuatu yang diharapka. Biasanya ungkapan rasa sedih anak adalah dengan menagnis atau kehilangan minat untuk melakukan sesuatu. Afeksi adalah perasaan anak yang diwujudkan dalam bentuk kasih sayang pada sesuatu, misalnya dengan memeluk, mencium, atau menepuk objek yang disukai
l. Manfaat dan Fungsi Emosi Anak
Emosi diperlukan anak dalam kehidupan sehari-hari, bahkan emosi semacam marah dan takut sekalipun. Saat anak mendapatkan kesempatan untuk mengekspresikan emosi, anak mendapatkan pengalaman dan bisa merasakan kesenangan dalam kehidupan sehari-hari. Emosi juga mempersiapkan tubuh anak untuk melakukan suatu aktivitas. Semakin intens emosi yang terjadi, maka terjadi ketidakseimbangan dalam tubuh sehingga hal ini dapat mendorong tubuh untuk mempersiapkan tindakan tertentu. Jika persiapan tersebut tidak dibutuhkan, maka akan membuat anak gugup ataupun cemas. Emosi memberikan kekuatan tanda pada social tentang perasaan seseorang. Anak memberikan tanda ini melalui berbagai ekspresi wajah yang dapat mengkomunikasikan perasaan mereka. Dengan demikian hal itu dapat membantu anak beradaptasi dengan lingkungan, menyebabkan terjadinya physiological arousal, dan memotivasi terjadinya perilaku.
m. Emosi sebagai Bentuk Komunikasi
Emosi merupakan bentuk dari komunikasi, dimana anak mengekspresikan emosi dengan menunjukkan perubahan pada ekspresi wajah dan perubahan tubuhnya . Anak juga mengkomunikasikan perasaannya pada orang lain dan berusaha menginterpretasi perasaan orang lain terhadap dirinya. Emosi dapat mewarnai kehidupan anak. Cara anak memandang perannya dan posisinya di lingkungan sosial dalam kehidupan sehari-hari, dipengaruhi oleh kondisi emosi mereka, apakah senang, ingin tahu, malu, takut, agresif, dan sebagainya.
n. Karakteristik Perkembangan Emosi Anak
Berikut ini adalah karakteristik emosi pada anak usia dini:
1. Emosi anak berlangsung singkat
2. Emosi anak bersifat intense
3. Emosi anak bersifat temporer
4. Emosi anak muncul cukup sering
5. Respon emosi anak bermacam-macam
6. Emosi anak dapat dideteksi dengan melihat gejala perilakunya
7. Kekuatan emosi anak dapat berubah
8. Ekspresi emosi anak dapat berubah
Menurut Piaget, anak yang berada pada tahap perkembangan kognitif pra operasional (2-7 tahun) ditandai dengan egosentrisme yang kuat, gagasan imajinatif, bertindak berdasarkan pemikiran intuitif atau tidak berdasarkan pemikiran yang rasional. Kroh menyatakan bahwa emosi anak usia 4-5 tahun berada pada masa kegoncangan atau biasa disebut sebagai trotz period. Pada masa ini muncul gejala ‘kenakalan’ yang umum terjadi pada anak, dimana anak menunjukkan sikap menentang pada kehendak orang tua, kadang menggunakan kata-kata kasar, dengan sengaja melanggar hal yang dilarang dan sebagainya. Pada usia ini, anak juga tekadang mengalami temper tantrum yaitu letupan kemarahan atau mengamuk. Bentuk perilaku misalnya dengan menangis, menjerit, melempar barang, membuat tubuhnya kaku, memukul, berguling atau tidak mau beranjak
ke tempat lain. Temper berarti suatu gaya, sikap atau perilaku yang menunjukkan
kemarahan. Tantrum adalah suatu ledakan emosi yang kuat, disertai rasa marah, serangan yang bersifat agresif, menangis, menjerit, melempar, berguling atau menghentakan kaki. Tenper tantrum adalah ungkapan kemarahan anak yang disertai dengan tindakan negative atau destruktif. Temper tantrum terjadi karena anak belum memahami cara yang tepat untuk mengekspresikan emosi atau mengendalikan diri. Tantrum pada anak dapat menguji batasan apakah pendidik menyatakan atau menerapkan sesuatu secara sungguh-sungguh. Anak akan melihat reaksi atau respon pendidik saat menghadapi tantrum.Di satu sisi, tantrum dapat memungkinkan anak untuk menyatakan kemandiriannya, mengekspresikan individualitasnya, menyuarakan pendapatnya, melepaskan kemarahan/frustasi, melepaskan energi atau emosi yang tertahan dan sebagainya. Di sisi lain, anak perlu dibimbing untuk dapat mengekspresikan kemarahannya dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan.
Penyebab tantrum antara lain sebagai berikut: (1) frustasi; (2) kelelahan; (3) lapar; (4) sakit; (5) kemarahan; (6) kecemburuan; (7) perubahan dalam rutinitas; (8) tekanan di rumah (misalnya akibat ketidakharmonisan orang tua, pindah rumah, kematian, sakit atau masalah keuangan); (9) tekanan di sekolah; dan (10) rasa tidak nyaman. Dalam penanganan tantrum, pendidik tidak diharapkan untuk menetapkan harapan yang tinggi pada anak sebagaimana standar orang dewasa. Pendidik tidak menafsirkan kemampuan berbicara anak sebagai ketrampilan menalarnya. Hal ini dikarenakan terkadang anak mampu mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak mereka pahami. Langkah-langkah untuk meminimalkan munculnya temper tantrum pada anak : (1) mengenali pola tantrum pada anak. (2) Memberikan kegiatan yang menyenangkan dan positif bagi anak serta dan pujian/hadiah untuk usaha anak; (3) memberi label emosi pada anak; (4)mengajarkan kontrol diri : (5)mengajarkan relaksasi; (6)menentukan batasan yang wajar untuk anak. Respon pendidik saat anak tantrum : (1) memastikan keamanan untuk anak; (2) bersikap tenang dalam menghadapi tantrum: (3) mengabaikan tantrum jika itu dimaksudkan untuk mencari perhatian; (4) membendung kekacauan; (5) memaafkan dan melupakan.
Borden menjelaskan, bahwa di usia pra sekolah (5-6 tahun), karakteristik perkembangan emosi anak antara lain adalah sebagai berikut:
1. Memiliki keinginan untuk menyenangkan hati teman
2. Sudah lebih mampu mengikuti aturan
3. Sudah lebih mandiri di satu sisi, namun juga menunjukkan ketergantungan di sisi lain
4. Sudah lebih mampu membaca situasi
5. Mulai mampu menahan tangis dan kekecewaan
6. Mulai sabar menunggu giliran
7. Menunjukkan kasih sayang terhadap saudara maupun teman
8. Menaruh minat pada kegiatan orang dewasa
Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Emosi Anak :
1. Kematangan secara mental akan mempengaruhi bagaimana seseorang berkembang emosinya. Kematangan biasanya dipengaruhi oleh usia kronologis, artinya semakin bertambah usia kronologis orang tersebut, ada kecenderungan emosinya semakin matang.
2. Belajar: pembiasaan dan contoh
Anak yang dibiasakan untuk mengekspresikan emosinya secara wajar akan memiliki perkembangan emosi yang baik dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan kesempatan.Anak akan mendapatkan keseimbangan emosi yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan lainnya. Contoh melalui pembiasaan untuk bersikap positif terhadap ekspresi emosi yang muncul akan menjadikan anak tidak mengalami gangguan dalam perkembangan emosi.
3. Inteligensi;
4. Jenis kelamin; Perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi perkembangan emosi terutama karena perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan. Peran jenis kelamin dan tuntutan social sesuai jenis kelamin juga akan mempengaruhi perkembangan emosi anak.
5. Status ekonomi;
6. Kondisi fisik;
7. Pola Asuh; Keluarga berperan optimal dalam perkembangan bila menerapkan pola pengasuhan demokratis. Pola asuh ini akan memenuhi kebutuhan psikologis anak karena orang tua cenderung memberikan perlakuan yang tepat terhadap ekspresi emosi anak. Pola asuh demokratis juga akan membuat keluarga menjadi harmonis yang sangat membantu anak dalam membangun kecerdasan emosinya.
1. Kematangan
2. Belajar: pembiasaan dan contoh
3. Inteligensi
4. Jenis kelamin
5. Status ekonomi
6. Kondisi fisik
7. Posisi anak dalam keluarga
8. Kecerdasan Emosi
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai bagian dari kecerdasan social yang melibatkan kemampuan emosi diri dalam berhubungan dengan orang lain, kemampuan memilah dan menggunakan informasi dalam berpikir dan berperilaku. Dengan demikian, kecerdasan emosional berada dalam wilayah kecerdasan social. Sebagai contoh, dalam berinteraksi dengan orang lain, emosi dan perasaan individu ikut berperan. Goleman mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan diri, dan mengatur suasana hati. Dari berbagai definisi yang ada, dapat dideskripsikan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan mengenali dan memahami emosi diri. Hal ini terkait dengan kemampuan mengungkapkan perasaan secara baik, tepat dan wajar. Kecerdasan emosi terkait dengan berbagai kemampuan sebagai berikut: (1) Kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri; (2) Kemampuan untuk mengelola & mengekspresikan emosi diri dengan tepat; (3) Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri; (4) Kemampuan untuk mengenali orang lain; (5) Kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Dengan demikian, untuk memiliki kecerdasan emosional, membutuhkan proses dan latihan. Ketrampilan mengelola perasaan perlu dilatih sejak anak berusia dini secara bertahap. Jika ini dilakukan, maka diharapkan anak dapat bertahan dan dapat melakukan pemecahan masalah dalam kehidupannya.
9. Peran Guru dalam Pengembangan Kemampuan Sosial dan Emosi Anak
Peran pendidik dalam mengembangkan kemampuan sosialisasi dan emosi pada anak usia dini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan berbagai stimulasi pada anak
Pendidik perlu memberikan stimulasi atau rangsangan edukatif agar kemampuan sosial emosi anak dapat berkembang sesuai dengan tahapan usianya. Kegiatan belajar seraya bermain dapat dioptimalkan sebagai cara untuk menstimulasi anak, misal: mengajak anak terlibat dalam permainan kelompok kecil, melatih anak bermain bergiliran, mengajak anak menceritakan pengalamannya di depan kelas, melatih kesadaran anak untuk berbagi dalam kegiatan kemanusiaan jika terjadi sebuah bencana, dsb.
2. Menciptakan lingkungan yang kondusif
Pendidik perlu mengelola kelas menjadi tempat yang dapat mengembangkan kemampuan sosial emosi anak, terutama kesadaran anak untuk bertanggung jawab terhadap benda dan tindakan yang dilakukannya. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik dan psikis. Lingkungan fisik menekankan pada ruang kelas sebagai tempat anak berlatih kecakapan sosial emosinya sedangkan lingkungan psikis lebih ditekankan pada suasana lingkungan yang penuh cinta kasih sehingga anak merasa aman dan nyaman di kelas.
3. Memberikan contoh
Pendidik adalah contoh konkret bagi anak. Segala tindakan dan tutur kata pendidik akan diikuti oleh anak. Oleh karena itu, pendidik seyogyanya dapat menjaga perilaku sesuai dengan norma sosial dan nilai agama, seperti menghargai pendapat anak, bersedia menyimak keluh kesah anak, membangun sikap positif anak, berempati terhadap masalah yang dihadapi anak, dsb.
4. Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak
Pendidikan sebaiknya tidak sungkan memberikan pujian terhadap kecakapan social yang sudah dilakukan oleh anak secara proporsional. Pujian dapat diberikan secara lisan maupun non lisan. Secara lisan, pujian diberikan sesegara mungkin setelah anak menunjukkan perilaku yang sesuai dengan tujuan pengembangan sosial emosional tercapai. Sementara pujian non lisan dapat berupa senyuman, pelukan, atau pemberian benda-benda tertentu yang bermakna untuk anak.
a. Memberikan berbagai stimulasi pada anak
b. Memperhatikan usia, kebutuhan dan tahap perkembangan anak
c. Menciptakan lingkungan yang kondusif d. Memberikan contoh
e. Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak
10. Peran Guru dalam Pengembangan Program untuk Meningkatkan Sosilisasi dan Emosi anak
Dalam mengembangkan program untuk optimalisasi ketrampilan sosialisasi dan emosi anak, guru perlu melakukan hal sebagai berikut:
a. Memberikan pilihan pada anak
b. Memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya
c. Memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungan
d. Mendorong anak untuk bekerja secara mandiri e. Menghargai ide/gagasan anak
f. Membimbing anak untuk melakukan pemecahan masalah
Latihan
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jelas!
1. Bagaimanakah peran guru dalam mengembangkan ketrampilan social dan emosi pada anak usia dini?
2. Bagaimana sikap dan perilaku yang perlu ditunjukkan seorang guru dalam
menghadapi anak yang mengalami temper tantrum/mengamuk?
3. Berikan contoh kegiatan dalam mengembangkan ketrampilan yang menekankan pada sosialisasi pada anak usia dini!
4. Berikan contoh kegiatan dalam mengembangkan ketrampilan yang menekankan pada
pengembangan emosi pada anak usia dini!
5. Berikan contoh konkret pengaruh budaya terhadap pelaksanaan program di lembaga anak usia dini!
G. Perkembangan Moral dan Agama Anak Usia Dini
1. Uraian Materi
Pendahuluan
Moral berasal dari bahasa latin “Mores” yang artinya tata cara, kebiasaan, dan adat.
Menurut Hurlock moralitas adalah kebiasaan yang terbentuk dari standar sosial yang juga dipengaruhi dari luar individu. Moralitas berkaitan dengan sistem kepercayaan, penghargaan, dan ketetapan yang terjadi di bawah sadar tentang tindakan yang benar dan yang salah, dan untuk memastikan individu tersebut akan berusaha berbuat sesuai dengan harapan masyarakat. Menurut Immanuel Kant moral adalah kesesuaian sikap dan perbuatan kita dengan norma atau hukum batiniah kita, yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban kita. Berdasarkan pendapat beberapa para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa moralitas adalah sistem kepercayaan, penghargaan, dan ketetapan tentang perbuatan benar dan salah yang terbentuk dari kebiasaan-kebiasan dari standar sosial yang dipengaruhi dari luar individu atau sesuai dengan harapan masyarakat atau kelompok sosial tertentu.
Perkembangan moral itu sendiri berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Moral berhubungan dengan penerapan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, dalam perbuatan yang seharusnya dilakukan dalam interaksi sosial. Menurut Gibs dan Power, perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal yang mengatur aktivitas seseorang ketika dia tidak terlibat dalam interaksi social dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik. Tindakan, sikap dan tingkah laku anak dan setiap individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya tidak lepas dari perilaku moral yang dimiliki. Melalui perilaku moral tersebut setiap individu akan mampu menempatkan diri dan diterima oleh lingkungan yang sesuai dengan standar norma-norma yang berlaku.
Pendidikan moral akan berhasil apabila pendidikan itu dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangan moral anak. Perilaku moral tidak diperoleh begitu saja, melainkan harus ditanamkan. Hal ini dikarenakan pada saat lahir anak belum memiliki konsep tentang perilaku anak yang baik dan tidak baik. Selain itu, pemahaman anak tentang mana yang benar, bertindak untuk kebaikan bersama, dan menghindari hal yang salah belum dikembangkan dalam diri anak. Awalnya anak berperilaku hanya karena dorongan naluriah saja yang seolah tak terkendali. Atas dasar tersebut maka pada diri anak harus ditanamkan perilaku moral yang sesuai dengan standar yang berlaku dalam kelompok masyarakat di mana ia tinggal.
Padausia4-6tahunanakmulaimenyadaridanmengartikanbahwasesuatutingkahlakuada yang baik dan tidak baik. Anak memperlihatkan sesuatu perbuatan baik tanpa mengetahui mengapa ia harus berbuat demikian. Ia melakukan hal ini untuk menghindari hukuman yang mungkin akan dialami dari lingkungan sosial atau memperoleh pujian. Anak pada usia 4 tahun, umumnya mereka mulai memasuki dunia barunya, yaitu dunia sekolah. Di sekolah anak dituntut untuk berinteraksi dengan teman-teman di sekolah dan juga guru- guru mereka. Jadi dalam hal ini interaksi anak lebih luas dari yang awalnya hanya berinteraksi didalam lingkungan keluarga dan sekarang bertambah menjadi lingkungan sekolah. Pada usia 4 tahun perkembangan moral anak semakin luas di usia ini pengetahuan anak tentang nilai dan norma sebagai dasar perilaku moral berkembang luas. Anak belajar mengetahui tentang apa yang seharusnya ia lakukan dalam berinteraksi dengan teman- teman dan guru mereka di sekolah. Selain itu anak dapat membedakan apa yang berlaku di rumah dan di sekolah, hal ini membuat anak agar dapat berlaku sopan dimanapun ia berada.
Tahapan Perkembangan Moral
Menurut Piaget dalam pengamatan dan wawancara pada anak usia 4-12 tahun menyimpulkan bahwa anak melewati dua tahap yang berbeda dalam cara berpikir tentang moralitas yaitu :
1. Tahap Moralitas Heteronom
Anak usia 4-7 tahun menunjukkan moralitas heteronom, yaitu tahap pertama dari perkembangan moral. Anak berpikir bahwa keadilan dan peraturan adalah property dunia yang tidak bisa diubah dan dikontrol oleh orang. Anak berpikir bahwa peraturan dibuat oleh orang dewasa dan terdapat pembatasan-pembatasan dalam bertingkah laku.
Pada masa ini anak menilai kebenaran atau kebaikan tingkah laku berdasarkan
konsekuensinya, bukan niat dari orang yang melakukan. Anak juga percaya bahwa aturan tidak bisa diubah dan diturunkan oleh sebuah otoritas yang berkuasa. Anak berpikir bahwa mereka tidak berhak membuat peraturan sendiri, melainkan dibuatkan aturan oleh orang dewasa. Orang dewasa perlu memberikan kesempatan pada anak untuk membuat peraturan, agar anak menyadari bahwa peraturan berasal dari kesepakatan dan dapat diubah.
2. Tahap Moralitas Otonomi
Usia 7-10 tahun, anak berada dalam masa transisi dan menujukkan sebagian ciri- ciri dari tahap pertama perkembangan moral dan sebagian ciri dari tahap kedua yaitu moralitas otonom. Anak mulai sadar bahwa peraturan dan hukum dibuat oleh manusia, dan ketika menilai sebuah perbuatan, anak akan mempertimbangkan niat dan konsekuensinya. Moralitas akan muncul dengan adanya kerjasama atau hubungan timbal balik antara anak dengan lingkungan dimana anak berada.
Pada masa ini anak percaya bahwa ketika mereka melakukan pelanggaran, maka otomatis akan mendapatkan hukumannya. Hal ini seringkali membuat anak merasa khawatir dan takut berbuat salah. Namun, ketika anak mulai berpikir secara heteronom, anak mulai menyadari bahwa hukuman terjadi apabila ada bukti dalam melakukan pelanggaran. Piaget yakin bahwa dengan semakin berkembang cara berpikir anak, anak akan semakin memahami tentang persoalan-persoalan social dan bentuk kerjasama yang ada di dalam lingkungan masyarakat.
Selain Piaget, Kohlberg juga menekankan bahwa cara berpikir anak tentang moral berkembang dalam sebuah tahapan. Kohlberg menggambarkan 3 (tiga) tingkatan penalaran tentang moral, dan setiap tingkatannya memiliki 2 (dua) tahapan, yaitu :
1. Moralitas Prakonvensional,
Penalaran prakonvemsional adalah tingkat terendah dari penalaran moral, pada tingkat ini baik dan buruk diinterpretasikan melalui reward (imbalan) dan punishment (hukuman) eksternal. Tahap satu, Moralitas Heteronom adalah tahap pertama pada tingkat penalaran prakonvensional. Pada tahap ini, anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman, anak berpikir bahwa mereka harus patuh dan takut terhadap hukuman. Moralitas dari suatu tindakan dinilai atas dasar akibat fisiknya. Contoh: “Bersalah” dicubit. Kakak membuat adik menangis, maka ibu memukul tangan kakak (dalam batas-batas tertentu).
Tahap kedua, individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran. Pada tahap ini, anak berpikir bahwa mementingkan diri sendiri adalah hal yang benar dan hal ini juga berlaku untuk orang lain. Karena itu, anak berpikir apapun yang mereka lakukan harus mendapatkan imbalan atau pertukaran yang setara. Jika ia berbuat baik, maka orang juga harus berbuat baik terhadap dirinya, anak menyesuaikan terhadap harapan sosialuntuk memperoleh penghargaan. Contoh: Berbuat benar a dipuji “pintar sekali”.
2. Moralitas Konvensional
Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau menengah dalam tahapan Kohlberg. Pada tahapan ini, individu memberlakukan standar tertentu, tetapistandar ini ditetapkan oleh orang lain, misalnya oleh orangtua atau pemerintah. Moralitas atas dasar persesuaian dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka.
Tahap satu, ekspektasi interpersonal, hubungan dengan orang lain, pada tahap ini anak menghargai kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan terhadap orang lain sebagai dasar penilaian moral. Pada tahap ini, seseorang menyesuaikan dengan peraturanuntukmendapatkanpersetujuanoranglaindanuntukmempertahankan hubungan baik dengan mereka. Contohnya adalah mengembalikan krayon ke tempat semula sesudah digunakan (nilai moral = tanggung jawab).
Tahap kedua, moralitas sistem sosial, pada tahap ini penilaian moral didasari oleh pemahaman tentang keteraturan di masyarakat, hukum, keadilan, dan kewajiban. Seseorang yakin bahwa bila kelompok sosial menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh anggota kelompok, maka mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari keamanan dan ketidaksetujuan sosial. Contohnya adalah bersama- sama membersihkan kelas, semua anggota kelompok wajib membawa alat kebersihan (nilai moral = gotong royong).
3. Moralitas Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional merupakan tahapan tertinggi dalam tahapan moral Kohlberg, pada tahap ini seseorang menyadari adanya jalur moral alternatif, dapat memberikan pilihan, dan memutuskan bersama tentang peraturan, dan moralitas didasari pada prinsip-prinsip yang diterima sendiri. Ini mengarah pada moralitas sesungguhnya, tidak perlu disuruh karena merupakan kesadaran dari diri orang tersebut.
Tahap satu, hak individu, pada tahap ini individu menalar bahwa nilai, hak, dan prinsip lebih utama. Seseorang perlunya keluwesan dan adanya modifikasi dan perubahan standar moral apabila itu dapat menguntungkan kelompok secara keseluruhan. Contoh pada tahun ajaran baru sekolah memperkenankan orang tua menunggu anaknya selama lebih kurang satu minggu, setelah itu anak harus berani ditinggal.
Tahap kedua, prinsip universal, pada tahap ini seseorang menyesuaikan dengan standar sosial dan cita-cita internal terutama untuk menghindari rasa tidak puas dengan diri sendiri dan bukan untuk menghindari kecaman sosial (orang yang tetap mempertahankan moralitas tanpa takut dari kecaman orang lain). Contohnya adalah anak secara sadar merapikan kamar tidurnya segera setelah ia bangun tidur dengan harapan agar kamarnya terlihat selalu dalam keadaan rapih.
Pengembangan Moral pada Anak Usia Dini
Membentuk moral anak bisa dilakukan sejak dini, bahkan ketika anak memasuki tahun pertama usianya. Dengan pengetahuan moral, anak diajak berpikir dan membangun etika dan karakter dirinya yang baik. Orangtua memiliki peran penting dalam upaya pengembangan moral anak sejak usia dini. Pada tahun- tahun pertama dari kehidupan anak, orang tua hendaknya menanamkan dasar mempercayai orang lain. Misalnya anak harus dilindungi dan mendapatkan rasa aman dari orang tuanya terutama saat mengalami rasa sakit, cemas dan takut demikian pula apabila orang tua menjanjikan sesuatu hendaknya berusaha untuk menepatinya, sehingga orang tua tidak dicap sebagai “pembohong”. Orangtua dan guru di sekolah dapat saling bekerja sama dalam pengembangan moral anak usia dini. Anak diajarkan tentang interaksi sosial dan perbedaan dalam lingkungan masyarakat. Agar perkembangan moral anak berkembang dengan optimal harus dirangsang oleh lingkungan usaha-usaha yang aktif.
Pentingnya pengembangan moral pada anak usia dini :
Mempelajari apa saja yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sesuai hukum, kebiasaan dan peraturan yang diberlakukan.
Belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa malu bila perilaku anak tidak sesuai dengan harapan kelompok.
Kesempatan untuk berinteraksi sosial untuk belajar tentang apa-apa saja yang diharapkan anggota kelompok.
Anak akan berkembang secara wajar dengan berbagai tahapan proses, yang pada setiap tahapan membutuhkan stimulas dan motivasi yang tepat sehingga diharapkan terjadi perubahan pada semua aspek/dimensi secara teratur dan progresif. Pada anak usia 1 tahun, dimana anak tersebut sedang mulai belajar berbicara, maka dapat diajarkan untuk mengucap salam bila bertemu dengan orang lain, mengucapkan kata maaf bila melakukan kesalahan atau mengucap terima masih bila diberi sesuatu dan lain sebagainya. Misalnya pada usia anak mencapai 6 - 8 tahun yang rata pada usia tersebut anak duduk di kelas 1 – 3 Sekolah Dasar, maka “Pekerjaan Rumah” adalah disamping untuk menguji kemampuan anak mengenai suatu materi, maka anak pun sekaligus berlatih untuk bertanggung jawab, melatih memori, juga kemandirian serta bagaimana anak belajar mengatur waktunya.
Pengembangan moral pada anak usia dini juga dapat dilakukan dengan pemodelan
(modelling) atau belajar melalui imitasi. Salah satu cara pemodelan pada anak yaitu dengan bermain peran (role playing), ketika bermain peran anak menciptakan suatu situasi dimana anak diminta untuk melakukan suatu peran tertentu (yang biasanya bukan peran dirinya) di suatu tempat yang tidak lazim peran tersebut terjadi. Manfaat dari role playing adalah membantu seseorang mengubah sikap atau perilakunya dari yang selama ini dilakukan dan untuk menggambarkan suatu situasi atau perilaku yang sebenarnya.
Nilai-nilai moral yang dapat dibelajarkan pada anak usia dini
Pengembangan moral pada anak usia dini berkaitan dengan Pendidikan Karakter yang diajarkan di sekolah. Pendidikan Karakter memberikan kesempatan untuk mengembangkan perilaku moral pada anak. Beberapa perilaku moral yang dapat dikembangakan pada anak usia dini, yaitu :
1. Kerjasama
Kerjasama dapat diajarkan kepada anak melalui kegiatan belajar dalam kelompok. Kerjasama penting diajarkan kepada anak agar mereka mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain dan mampu memahami adanya perbedaan dalam setiap individu. Salah satu cara mengajarkan kerjasama pada anak misalnya, guru membagi anak menjadi beberapa kelompok untuk melakukan kegiatan belajar, guru akan mengajak anak belajar membuat sebuah hasil karya dari daun-daun yang ada di sekitar sekolah, kemudian anak
bersama dua temannya mencari daun bersama dan kemudian membuat daun tersebut menjadi sebuah gambar atau hasil karya lainnya.
2. Bergiliran
Bergiliran perlu dijarkan kepada anak agar mereka belajar untuk sabar, memahami aturan, dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri. Hal ini dapat diajarkan misalnya, anak mendapatkan giliran untuk memimpin doa di depan kelas, anak bergiliran untuk memberikan pendapat, dan anak bergiliran untuk mencuci tangan sebelum makan.
3. Disiplin diri
Disiplin dapat dibangun dalam diri anak melalui banyak cara, salah satunya melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari di sekolah. Disiplin diajarkan kepada anak agar anak memahami aturan dan tepat waktu. Disiplin dapat diajarkan dengan cara misalnya, membiasakan anak untuk meletakkan sepatunya di rak sepatu, dan membiasakan anak untuk merapikan kembali peralatan belajar atau mainan yang telah selesai digunakan.
4. Kejujuran
Kejujuran perlu dibangun dalam diri anak sejak usia dini. Sikap jujur dapat ditanamkan dalam diri anak melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari. Kejujuran diajarkan kepada anak dengan tujuan agar anak mampu berprilaku sesuai dengan norma yang ada dan berani mengakui kesalahannya. Kejujuran dapat diajarkan dengan cara misalnya, ketika anak melakukan kesalahan atau berbuat salah, guru dapat mengajak anak tersebut untuk berbicara berduaguru bertanya dengan cara yang lembut kepada anak agar si anak mau mengakui kesalahannya.
5. Tanggung jawab
Rasa tanggung jawab dapat dibangun dalam diri anak sejak usia dini. Salah satunya melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari, misalnya anak dibiasakan bertanggung jawab atas barang miliknya. Salah satu bentuk tanggung jawab anak terhadap barang miliknya adalah merapikan kembali mainannya setelah selesai digunakan.
6. Bersikap sopan dan berbahasa yang santun
Hal yang paling penting ketika anak berada dalam lingkungan sosialnya adalah anak mampu bersikap sopan dan berbahasa yang santun agar mereka bisa diterima di lingkungannya. Sikap sopan dan bahasa yang santun dapat dibangun dalam diri anak melalui contoh perilaku yang ditunjukaan oleh orang dewasa yang ada di sekitar mereka, salah satunya dari pendidik di sekolah. Pendidik harus selalu menunjukkan sikap sayang dan berkata lembut kepada anak, agar si anak pun dapat memiliki rasa sayang dan bicara dengan bahasa yang baik.
Strategi Pembiasaan Perilaku Moral
Cara terbaik untuk anak belajar adalah melalui bermain. Dalam upaya pengambangan moral pada anak usia dini, pendidik dapat menciptakan kegiatan belajar yang menyenangkan dan menggunakan strategi belajar yang bervariasi.
Beberapa strategi pengembangan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu :
• Memberi anak kesempatan untuk sharing tentang perasaan dalam lingkungan yang nyaman dan aman
• Mengajarkan hal hal yang realistik dapat dimengerti oleh anak
• Memberi kesempatan anak untuk berlatih belajar kooperatif dan berbagi tanggung jawab
• Mengundang teman yang berbeda budaya, mengembangkan rasa nasionalisme
• Mengembangkan aturan kelas bersama
• Memberi kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapat, bereksperimen dalam belajar
• Memberi contoh sikap/perilaku yang baik: keingintahuan, toleransi dll
Perkembangan Sikap Beragama Anak 4-6 Tahun
Makna sikap beragama memiliki arti yang sangat luas dan bermuara ke arah hal- hal yang mulia sebagai perwujudan manusia sebagai mahluk ciptaanNYA. Sikap beragama merupakan kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku anak dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang seutuhnya. Sikap beragama merupakan suatu hal yang sangat penting yang diperlukan, karena spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, moral dan rasa memiliki, memberi arah dan arti
pada kehidupan. Sikap beragama merupakan suatu kepercayaan akan adanya kekuatan nonfisik yang lebih besar daripada kekuatan diri manusia dan suatu kesadaran yang menghubungkan manusia langsung kepada sang maha penciptaHal ini dapat dimengerti anak dengan adanya rasa kagum atas ciptaan Allah dan gejala alam yang dapat dirasakan dan dialaminya, seperti adanya angin, hujan, matahari yang selalu terbit dan terbenam.
Pendidikan agama mempunyai suatu landasan pokok, yaitu penanaman iman pada diri anak sebagai bekal kehidupannya di masa yang akan datang. Tugas utama dari orang tua/ orang dewasa terhadap anak dalam menanamkan keimanan kepada anak perlu berhati-hati baik dalam contoh hiasan, tulisan maupun perbuatan. Penanaman kemampuan pada anak- anak bertujuan agar dalam jiwa anak berangsur-angsur tertanam perasaan cinta kepada Tuhan dan agama.
Agama merupakan pondasi awal untuk menanamkan rasa keimanan pada diri anak. Dalam agama terdapat dua unsur yang sangat penting yaitu keyakinan dan tata cara yang mana kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Pada usia 0-2 tahun, merupakan masa ketergantungan terhadap orang tua, anak-anak kecil memperoleh tingkah lakunya hampir seluruhnya mel.alui pola peniruan. Walaupun anak kecil
itu tidak mengerti arti perbuatan tersebut, ia menirukan apa yang dilihatnya dan belajar
menentukan pola hidupnya untuk yang baik atau yang buruk. Konsepsi anak kecil tentang
Allah sebagian besar ditentukan oleh konsep dan sikap orang tua terhadap Allah.
Anak yang berumur 2-3 tahun dapat mengerti bahwa Al-Kitab datangnya dari Allah, Yesus adalah anak Allah, Gereja adalah rumah Allah, dan Allah mencintai dan memelihara dia. Oleh karena ingatan mereka belum dapat diandalkan dan perbendaharaan katanya terbatas maka konsepsi harus diajarkan berulang- ulang dengan berbagai cara. Anak balita menyukai pengalaman ini. Cerita-cerita Al-Kitab harus selalu disebut sebagai kebenaran dan diajarkan dari Al-Kitab yang terbuka. Anak balita meniru orang tuanya, guru, dan kakaknya. Mungkin
ia tidak mengerti maksud tindakan-tindakan tersebut, tetapi ia meniru apa yang dilihat dan akhirnya hidupnya ikut teladan orang-orang yang ditirunya, hal ini sering kali menyangkut perasaan anak kepada Tuhannya.
Pada usia 4-6 tahun, anak dapat belajar mencintai Allah sebagaimana ia belajar mencintai orang-orang dalam rumahnya. Mungkin ia tidak mengerti sepenuhnya tentang Allah sebagai Pencipta atau Yang Maha Tinggi, tetapi ia dapat merasakan rasa terima kasih, cinta, dan penghormatan serta mengungkapkan perasaan- perasaan itu. Pujian dan do’a anak usia ini harus diutarakan dalam kata-kata yang dapat dimengerti dan hendaknya mengungkapkan perasaannya sendiri. Hidup do’anya itu hendaknya menuntun dia untuk menaikkan ucapan syukur maupun permintaan do’a kepada bapa di surga. Dengan mudah guru dapat mempengaruhi anak pada usia ini. Ia percaya segala sesuatu yang diucapkan kepadanya. Ia pun perlu menyadari pengetahuan orang tua dan guru terbatas juga walaupun mereka telah hidup lebih lama dari dia.
Usia 6-8 tahun, kemampuan anak untuk mengenal Allah bertambah ketika dunia lingkungannya bertambah luas dan pengalamannya bertambah banyak. Anak memperoleh manfaat bila ia beribadah sesuai dengan tingkat pengertiannya sendiri dalam kebaktian sekolah minggu, kebaktian anak-anak, dan pecan rohani anak. Anak usia ini senang
mendengar cerita. Akan tetapi, karena hidup ini sekarang menjadi kenyataan maka setelah mendengar cerita itu ia akan bertanya, ”Apa itu sesungguhnya benar?”. Cerita sinterklas dan lain sebagainya dipertanyakan dan kemudian ditolak karena cerita-cerita Al-Kitab diceritakan dan dibumbui hal-hal yang tidak benar, maka cerita-cerita itu pun akan ditolaknya. Berdusta pada usia 8 tahun dianggap lebih serius daripada berkata bohong pada usia 4 tahun.
Nilai keagamaan yg dikenalkan pada anak usia 4-6 tahun, adalah Kedamaian , Kebahagiaan, dan Mencintai mahluk ciptaan Tuhan. Pengembangan nilai agama pada anak usia dini dapat dilakukan melaui pemodelan (modelling), anak belajar melalui imitasi. Bermain Peran (role playing), yaitu menciptakan suatu situasi dimana individu diminta untuk melakukan suatu peran tertentu (yang biasanya bukan peran dirinya) di suatu tempat yang tidak lazim peran tersebut terjadi. Manfaat dari role playing adalah membantu seseorang mengubah sikap atau perilakunya dari yang selama ini dilakukan. Simulasi (simulation) adalah kegiatan yang dilakukan untuk menggambarkan suatu situasi atau perilaku yang sebenarnya. Balikan Penampilan (performance feedback) adalah informasi yang menggambarkan seberapa jauh hasil yang diperoleh dari role playing, bentuknya dapat berupa reward, reinforcement, kritik dan dorongan.
Contoh Pengembangan Nilai Moral dan Agama
1. Nama Permainan : ”GILIRANMU ... GILIRANKU...” Sasaran : Anak usia 4-5 Tahun
Tujuan : Membiasakan anak untuk menunggu giliran
Media : tali / pita dan kue
Evaluasi : anak mampu menunggu giliran dan belajar sabar ketika menunggu giliran
Deskripsi Kegiatan:
Ibu guru membagikan kue, setiap anak mendapat satu potong. Secara bergiliran anak menerima kue dari bu guru. Ibu guru mengurutkan anak berdasarkan posisi mereka, misalnya berjajar ke belakang. Ingatkan anak untuk tidak saling berebutan atau saling mendahului. Selalu katakan “semua pasti dapat .... dan kita dapat makan bersama”
Kiat Keberhasilan:
Biasakan anak untuk belajar melakukan kegiatan seperti ini disemua kesempatan, dimana saja, kapan saja dan siapa saja harus antri.
2. Nama Kegiatan : “MARI BERDOA BERSAMA” Sasaran : Usia 4-5 tahun
Tujuan : Berdoa sebelum dan sesudah kegiatan
Media : Diri sendiri
Evaluasi : Anak mampu membaca doa sebelum dan sesudah melakukan kegiatanDeskripsi Kegiatan:
Biasakan anak untuk berdoa setiap sebelum memulai dan mengakhiri kegiatan. Guru harus
selalu mengajak dan mengingatkan anak-anak untuk berdoa. Kiat Keberhasilan:
Biasakan anak berdoa sebelum dan setelah melakukan kegiatan setiap saat.
Latihan
1. Berdasarkan perkembangan moral dan agama yang telah dipelajari buatlah program kegiatan bermain yang berisi: Nama Kegiatan, Sasaran, Tujuan, Metode, Media, Evaluasi dan Deskripsi Singkat
Bermain dan Permainan Untuk Anak Usia Dini
1. Uraian materi
Pendahuluan
Kita semua gemar bermain, terutama saat kita masih kanak-kanak. Bermain adalah aktivitas khas yang menggembirakan, menyenangkan dan menimbulkan kenikmatan. Bermain berbeda dengan aktivitas lain yang bersifat ’serius’ seperti bekerja atau belajar. Bermain selalu membahagiakan dan tidak pernah menjadi ’beban’. Bila suatu aktivitas bermain sudah menjadi beban artinya aktivitas tersebut bukanlah lagi bermain. Bagi anak usia dini, bermain bukanlah merupakan kegiatan main-main. Bermain adalah kegiatan pokok dan penting untuk anak, karena bermain bagi anak mempunyai nilai yang sama dengan bekerja dan belajar bagi orang dewasa. Artinya bermain merupakan sarana untuk mengubah kekuatan potensial yang ada dalam diri anak menjadi pelbagai kemampuan dan kecakapan dalam kehidupan anak kelak.
Sebagaimana makan dan minum, bernapas dan tidur, kegiatan bermain sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan anak. Melalui bermain, anak mendapatkan berbagai pengalaman untuk mengenal dunia sekitarnya. Dengan stimulasi bermain pula anak dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya, sehingga memberikan dasar yang kokoh dan kuat bagi pemecahan kesulitan hidupnya di kemudian hari.
Anak-anak perlu menjelajahi lingkungannya melalui kegiatan bermain yang menyenangkan. Kegiatan bermain berlangsung dalam jenis tertentu dengan tingkat yang berbeda-beda. Anak adalah pemimpin alami bagi permainan mereka sendiri. Millestone perkembangan anak dapat didukung melalui penataan lingkungan bermain yang baik. Menjadi tugas orang tua dan pendidik untuk menyajikan lingkungan bermain yang kondusif yang mampu membantu proses stimulasi bagi optimalisasi perkembangan anak usia dini.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan
bermain memiliki arti yang sangat penting bagi anak usia dinidalam kehidupannya. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan berbagai usaha untuk menyajikan kegiatan bermain yang kondusif bagi perkembangan anak. Orangtua dan guru perlu memahami hakikat bermain dan permainan yang meliputi makna bermain, berbagai jenis permainan, syarat bermain yang baik, perkembangan bermain anak usia dini serta bagaimana merancang kegiatan bermain dan alat permainan yang edukatif (APE) Disamping itu hendaknya orangtua dan pendidik dapat berperan\sebagai pendamping atau ’teman’ bermain yang baik bagi anak, yaitu sebagai fasilitator dan motivator sehingga dapat mengarahkan kegiatan bermain yang edukatif.
A. Definisi/pengertian Bermain dan Permainan
James Sully dalam bukunya Essay on Laughter menyatakan bahwa tertawa adalah tanda dari kegiatan bermain dan tertawa ada di dalam aktivitas sosial yang dilakukan bersama sekelompok teman. Artinya kegiatan bermain mempunyai manfaat tertentu. Hal yang penting dan perlu ada di dalam kegiatan bermain adalah rasa senang dan rasa senang ini ditandai oleh tertawa. Karena itu, suasana hati dari orang yang sedang melakukan kegiatan bermain, memegang peran untuk menentukan apakah orang tersebut sedang bermain atau bukan.Plato adalah orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Aristoteles berpendapat bahwa anak -anak perlu didorong untuk bermain dengan apa yang akan mereka tekuni di masa dewasa nanti. Sedangkan menurut Frobel bahwa bermain dapat meningkatkan minat, kapasitas serta pengetahuan anak.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat diuraikan beberapa pengertian bermain
:
o Bermain adalah aktivitas yang khas yang menggembirakan, menyenangkan dan menimbulkan kenikmatan.
o Kesibukan yang dipilih sendiri oleh anak sebagai bagian dari usaha mencoba-coba dan melatih diri.
o Dunia Anak = Dunia Bermain, jadi bermain merupakan kegiatan pokok dan penting untuk anak.
o Bermain bagi anak mempunyai nilai yang sama dengan bekerja dan belajar bagi orang dewasa.
a. Sejarah perkembangan teori bermain
Pada awalnya aktivitas bermain pada anak belum mendapatkan perhatian yang khusus dari para ahli ilmu jiwa. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnyapengetahuan tentang perkembangan anak. Secara umum perkembangan teori bermain terbagi menjadi dua yaitu teori-teori klasik dan teori-teori modern. Berikut ini akan dijabarkan bagai tentang intisari teori-teori perkembangan bermain tersebut.
i. TEORI-TEORI KLASIK (Abad ke 18 - 19)
TEORI PENGGAGAS TUJUAN
Surplus energi Schiller/Spencer Mengeluarkan energi
berlebih
Rekreasi Lazarus Memulihkan energi/
tenaga
Rekapitulasi G. Stanley Hall Memunculkan instink
nenek moyang
Praktis Groos Menyempurnakan
instink
ii. TEORI-TEORI MODERN
TEORI PENGGAGAS TUJUAN
Surplus energi Schiller/Spencer Mengeluarkan energi
berlebih
Rekreasi Lazarus Memulihkan energi/
tenaga
Rekapitulasi G. Stanley Hall Memunculkan instink
nenek moyang
Praktis Groos Menyempurnakan instink
ii. TEORI-TEORI MODERN
TEORI Peran bermain dalam perkembangan
anak
Psikoanalitik- Sigmund Freud Mengatasi pengalaman traumatik,
coping terhadap frustasi
Kognitif-Piaget Mempraktekan dan melakukan konsolidasi konsep-konsep serta
keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya
Kognitif-Vygotsky Memajukan berpikir abstrak, belajar
dalam kaitan ZPD, pengaturan diri
Kognitif- Bruner/Sutton-Smith Singer - Memunculkan fleksibilitas perilaku dan
berpikir, imajinasi dan narasi.
- Mengatur kecepatan stimulasi dari dalam dan dari luar.
Arousal Modulation Tetap membuat anak terjaga pada tingkat optimal dengan menambah
stimulasi
Bateson Memajukan kemampuan untuk
memahami berbagai tingkatan makna.
Fungsi dan manfaat bermain bagi perkembangan anak usia dini
Fungsi dan manfaat bermain meliputi seluruh aspek perkembangan anak seperti diuraikan berikut :
1. Perkembangan Bahasa
Aktivitas bermain adalah ibarat laboratorium bahasa anak, yaitu memperkaya perbendaharaan kata anak dan melatih kemampuan berkomunikasi anak.
2. Perkembangan Moral
Bermain membantu anak untuk belajar bersikap jujur, menerima kekalahan, menjadi pemimpin yang baik, bertenggang rasa dan sebagainya.
3. Perkembangan Sosial
Bermain bersama teman melatih anak untuk belajar membina hubungan dengansesamanya. Anak belajar mengalah, memberi, menerima, tolong menolong dan berlatih sikap sosial lainnya
Gambar 12. Proses Sosial Anak.
4. Perkembangan Emosi
Bermain merupakan ajang yang baik bagi anak untuk menyalurkan perasaan/emosinya dan
ia belajar untuk mengendalikan diri dan keinginannya sekaligus sarana untuk relaksasi. Pada beberapa jenis kegiatan bermain yang dapat menyalurkan ekspresi diri anak, dapat digunakan sebagai cara terapi bagi anak yang mengalami gangguan emosi.
5. Perkembangan kognitif
Melalui kegiatan bermain anak belajar berbagai konsep bentuk, warna, ukuran dan jumlah yang memungkinkan stimulasi bagi perkembangan intelektualnya. Anak juga dapat belajar untuk memiliki kemampuan ‘problem solving’ sehingga dapat mengenal dunia sekitarnya dan menguasai lingkungannya.
6. Perkembangan Fisik
Bermain memungkinkan anak untuk menggerakkandan melatih seluruh otot tubuhnya, sehingga anak memiliki kecakapan motorik dan kepekaan penginderaan.
7. Perkembangan Kreativitas
Bermain dapat merangsang imajinasi anak dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba berbagai ideanya tanpa merasa takut karena dalam bermain anak mendapatkan kebebasan.
B. Tahapan perkembangan bermain anak usia dini
Masa kanak-kanak sering disebut sebagai “Masa Bermain”. Pada masa ini anak sangat menyukai permainan yang menggunakan alat permainan. Sejalan dengan pertambahan usianya, anak secara perlahan-lahan akan meninggalkan permainan
Fungsi dan manfaat bermain bagi perkembangan anak usia dini
Fungsi dan manfaat bermain meliputi seluruh aspek perkembangan anak seperti diuraikan berikut :
1. Perkembangan Bahasa
Aktivitas bermain adalah ibarat laboratorium bahasa anak, yaitu memperkaya perbendaharaan kata anak dan melatih kemampuan berkomunikasi anak.
2. Perkembangan Moral
Bermain membantu anak untuk belajar bersikap jujur, menerima kekalahan, menjadi pemimpin yang baik, bertenggang rasa dan sebagainya.
3. Perkembangan Sosial
Bermain bersama teman melatih anak untuk belajar membina hubungan dengan sesamanya. Anak belajar mengalah, memberi, menerima, tolong menolong dan berlatih sikap sosial lainnya. yang menggunakan alat permainan. Anak akan beranjak menuju permainan yang tidak menggunakan mainan, namun ia tetap berada pada masa bermain dan menyukai kegiatan yang bersifat bermain. Dengan demikian kegiatan bermain anak akan melalui tahap-tahap perkembangan yang berbeda sejalan dengan usianya.
Tahap-tahap perkembangan bermain anak usia dini, menurut Mildred Parten melalui 6
tahap yaitu ;
1. Unoccupied Behavior / Gerakan Kosong
Anak sepertinya belaummelakukankegiatanbermain, hanya mengamati sesuatu sejenak saja. Misalnya bayi mengamati jari tanganatau kakinya sendiri dan menggerakannya tanpa tujuan.
2. Onlocker Behaviour/Tingkah laku pengamat
Anak memperhatikan anak yang lain yang sedang melakukan suatu kegiatan atau sedang bermain. Misalnya seorang anak yang memperhatikan temannya sedang bermain petak umpat, tanap ia ikut bermain tetapi ia turut merasa senang seolah ia ikut bermain.
3. Solitary Play / Bermain Soliter
Anak bermain sendiri mencari kesibukan sendiri, tanpa perduli dengan orang lain/ teman lain yang ada disekitarnya.
4. Parraley Play /Bermain Paralel
Anak melakukan kegiatan bermain di antara anak yang lain tanpa ada unsur saling mempengaruhi. Misalnya anak bermain puzzle dan anak lain juga bermain puzzle, mereka ada bersama tetapi tidak saling mempengaruhi.
5. Associative Play / Bermain Asosiatif
Anak melakukan kegiatan bermain bersama anak lain tetapi belum ada pemusatan tujuan bermain. Misalnya beberapa anak bermain menepuk-nepuk air di kolam bersama- sama.
6. Cooperative Play / Bermain Koperatif
Anak melakukan kegiatan bermain bersama-sama dengan teman secara terorganisasi dan saling
bekerja sama, ada tujuan yang ingin dicapai bersama dan ada pembagian tugas yang disepakati bersama. Misalnya bermain rumah-rumahan ada yang jadi bapak, ibu dan anak, masing-masing memiliki tugas. Anak membuat rumah-rumahan tersebut dengan kain atau balok-balok dan bermain peran dengan boneka.
Tahap perkembangan bermain yang dikemukakan oleh Mildred Parten ini lebihmenekankan pada aspek sosialisasi anak dalam bermain. Artinya, bahwa kegiatanbermain merupakan gambaran proses sosialisasi yang dilalui anak sejak lahir, masabayi, masa kanak-kanak dan masa anak pra sekolah hingga masa anak sekolah kelasawal. Selanjutnya Jean Piaget mengemukanan tahap perkembangan bermain anak yang lebih menekankan pada aspek perkembangan intelektual anak sebagaimana terlihat pada bagan berikut ini :
BERMAIN PRAKTIS
Anak mengeksplorasi semua kemungkinan dari satu benda-
benda
BERMAIN SIMBOLIS
Anak mulai menggunakan makna simbol
BERMAIN DENGAN PERATURAN
Anak mulai menggunakan aturan termasuk aturannya sendiri
Gambar 13. Bagan Perkembangan bermain anak.
Faktor - faktor yang mempengaruhi perkembangan bermain anak usia dini.
Semua anak senang bermain, tetapi melakukan kegiatan bermain tidak dengan cara yang sama. Ada anak yang suka bermain aktif adapula yang lebih menyukai bermain pasif. Demikianpula dengan jenis alat permainan yang dipilih anak akan berbeda antara satu anak dengan anak lainnya. Menurut Elizabeth Hurlock, jika diamati secara cermat, ada berbagai variasi kegiatan bermain yang dilakukan anak, dan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :
a. Kesehatan
Anak yang sehat cenderung akan memilih berbagai jenis kegiatan bermain aktif daripada pasif, karena banyaknya energi yang dimiliki anak, membuatnya lebihaktif dan ingin menyalurkan energinya tersebut. Sementara anak yang kurang sehat akan mudah lelah ketika bermain sehingga lebih menyukai bermain pasif karena tidak membutuhkan banyak energi.
b. Perkembangan Motorik
Kegiatan bermain aktif lebih banyak menggunakan keterampilan motorik terutama motorik kasar. Sedangkan bermain pasif kurang melibatkan keterampilan dan koordinasi motorik. Dengan demikian anak yang memiliki keterampilan motorik yang baik akan lebih banyak memilih kegiatan bermain aktif dan begitu pula sebaliknya anak yang kurang terampil motoriknya cenderung memilih kegiatan bermain yang pasif.
c. Inteligensi
Anak yang memiliki inteligensi yang baik (pandai/cerdas) cenderung akan menyukai baik kegiatan bermain aktif maupun pasif. Karena biasanya anak yang pandai akan lebih aktif daripada anak yang tidak pandai. Anak yang pandai juga akan lebih kreatif dan penuh rasa ingintahu, sehingga mereka suka dengan permainan yang membutuhkan kemampuan problem solving (misal puzzle) melibatkan daya fantasi dan imajinasi (drama), permainan konstruktif (lego, balok) juga permainan membaca buku, dan musik
d. Jenis kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam memilih kegiatan bermain. Perbedaan ini terjadi karena secara alamiah dan ditentukan secara genetik. Tetapi juga dapat muncul juga karena adanya perbedaan perlakuan yang diterima oleh anak laki-laki dan anak permpuan sejak mereka bayi. Anak laki-laki cenderung menyukai kegiatan bermain aktif tetapi anak perempuan menyukai permainan konstruktif dan permainan lainnya yang bersifat ‘tenang’. Berbagai
kecenderungan ini bersifat umum dan belum tentu terjadi pada setiap anak, karena pasti akan terjadi perbedaan-perbedaan pada setiap individu mengingat manusia adalah mahluk yang unik.
e. Lingkungan dan taraf sosial ekonomi
Lingkungan dan taraf sosial ekonomi akan mempengaruhi jenis kegiatan bermain dan alat permainan yang digunakan oleh anak. Anak kota dengan anak desa menggunakan alat permainan yang berbeda , misal anak kota biasa bermain dengan mobil-mobilan bertenaga baterai, komputer dan video games, sedangkan anak desa bermain dengan mobil-mobilan yang terbuat dari kulit jeruk bali, serta bermain dengan daun, ranting kayu, kerikil dan bahan alam lainnya.
f. Alat permainan
Ketersediaan berbagai alat permainan yang dimiliki anak mempengaruhi jenis kegiatan bermain. Perlu kiranya disediakan berbagai variasi alat permainan anak sehingga memungkinkan anak untuk bermain dengan berbagai cara dan jenis permainan. Hal ini akan berdampak positif bagi semua aspek perkembangannya.
Tipe dan Jenis Kegiatan Bermain
Aneka kegiatan bermain bisa membuat anak asyik sekaligus merangsang perkembangannya. Alat permainan yang digunakan oleh anak hendaknya sesuai dengan kebutuhan anak, begitu pula jenis kegiatan bermain sesuai dengan usia perkembangan anak. Berbagai jenis kegiatan bermain anak adalah sebagai berikut:
Bermain Aktif
Dalam kegiatan bermain aktif, anak melakukan aktivitas gerakan yang melibatkan seluruh indera dan anggota tubuhnya. Diantara jenis kegiatan bermain aktif adalah :
1. Tactile Play
Merupakan kegiatan bermain yang meningkatkan keterampilan jari jemari anak serta membantu anak memahami dunia sekitarnya melalui alat perabaan dan penglihatnnya.
2. Functional Play
Bermain Fungsional/Functional Play adalah kegiatan bermain yang melibatkan panca indera dan kemampuan gerakan motorik dalam rangka mengembangkan aspek motorik anak. (Charlotte Buhler)
3. Constructive Play
Permainan yang mengutamakan anak untukmembangun atau membentuk bangunan dengan media balok, lego dansebagainya
4. Creative Play
Permainan yang memungkinkan anak menciptakan berbagai kreasi dari imajinasinya sendiri.
5. Symbolic /Dramatic Play
Permainan dimana anak memegang sustu peran tertentu.
6. Play Games
Permainan yang dilakukan menurut aturan tertentu dan bersifat kompetisi/ persaingan.
II. Bermain Pasif
Kegiatan bermain pasif tidakmelibatkan banyak gerakan tubuh anak, tetapi hanya melibatkan sebagian indera saja terutama pendengaran dan penglihatan. Kegiatan bermain pasif diantaranya adalah :
1. Receptive Play
Permainan dimana anak menerima kesan-kesan yang membuat jiwanya sendiri menjadi aktif (bukan fisik yang aktif) melalui mendengarkan dan memahami
apa yang dia dengar dan ia lihat.
E. Syarat-syarat bermain dan permainan edukatif anak usia dini
Bermain dapat memberikan manfaat yang maksimal pada anak jika terpenuhi syarat- syaratnya. Ada 5 syarat bermain dan permainan edukatif untuk anak usia dini yaitu :
A. Play Time
Anak harus memiliki waktu yang cukup dalam bermain. Masa usia dini merupaka masa bermain, bukan masa anak untuk dipaksa belajar atau bekerja. Saat yang tepat untuk anak bermain dapat disesuaikan dengan jenis permainan. Jik permainan di luar ruangan (gross motor/fungsional play) sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari, agar anak merasa nyaman dengan udara yang sejuk dan tidak panas.
B. Play Things
Jenis alat permainan harus disesuaikan dengan usia anak dan taraf perkembangannya. Alat permainan hendaknya memnuhi kriteria;
• Aman bagi anak
• Ukuran, bentuk dan warna sesuai usia anak dan taraf perkembangannya,
• Berfungsi mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak,
• Dapat dimainkan secara bervariasi/cara
• Merangsang partisipasi aktif anak, menurut DR. Fitzhugh Dodson - 90 %
aktivitas anak dan 10 % aktivitas alat permainan,
• Sesuai kemampuan anak (tidak terlalu sulit atau terlalu mudah)
• Menarik dari segi warna dan bentuk atau suara (jika bersuara)
• Tahan lama/tidak mudah rusak
• Mudah didapat dan dekat dengan lingkungan anak
• Diterima oleh semua budaya
Jumlah alat permainan yang digunakan hendaknya cukup, dengan kebutuhan anak, tidak terlalu sedikit atau tidak terlalu banyak.
C Play Fellows
Anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman bermain jika ia memerlukan. Teman bermain dapat ditentukan anak sendiri , apakah itu orangtua, saudara atau temannya. Jika anak bermain sendiri, maka ia akan kehilangan kesempatan belajar dari teman-temannya. Sebaliknya kalau terlalu banyak bermain dengan anak lain, maka dapat mengakibatkan anak tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk menghibur diri sendiri dan menemukan kebutuhannya sendiri.
D. Play Space
Untuk bermain perlu disediakan tempat bermain yang cukup untuk anak sehingga anak dapat bergerak dengan bebas. Luas tempat bermain dapat disesuaikan dengan jenis permainan dan jumlah anak yang bermain.
E. Play Rules
Anak belajar bermain, melalui mencoba-coba sendiri, meniru teman-temannya atau diberitahu caranya oleh orang lain (guru atau orangtua). Cara yang terakhir adalah yang terbaik, karena anak tidak terbatas pengetahuannya dalam menggunakan alat permainannya dan anak akan mendapat keuntungan lebih banyak lagi. Jadi permainan yang baik adalah permainan yang ada cara/aturan bermainnya.
A. Pembelajaran Matematika Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran materi pembelajaran matematika anak usia dini adalah:
a. Peserta PLPG mampu menguasai konsep dasar pembelajaran matematika untuk anak usia dini
b. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan aljabar anak usia dini
c. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan geometri anak usia dini
d. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan aritmatika anak usia dini
B. Peserta PLPG mengemas perangkat pembelajaran matematika anak usia dini
2. Isi/Paparan Materi
a. Landasan Pembelajaran Matematika Anak usia Dini
Pembelajaran matermatika pada anak usia dini merupakan proses yang akan terus
terjadi sepanjang kehidupan anak. Anak membangun pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi langsung dengan lingkungan dan orang lain yang berada disekitar anak. Oleh karena itu anak harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk berinteraksi sehingga anak dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam menemukan dan mempelajari fakta, menemukan konsep, dan membuat hubungan antara satu konsep dengan konsep lainnya sehingga bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan anak kelak. Adapun landasan pembelajaran matematika pada anak usia dini, yaitu: anak dapat mempelajari fakta – fakta, berpikir kritis, anak mampu untuk memecahkan masalah, dan bermakna bagi anak.
Konsep matematika anak usia dini sebenarnya dipelajari oleh anak sejak bayi melalui kegiatan sehari – hari. Misalnya pada saat bayi sudah dapat membedakan mana suara ibunya dengan orang lain. Pada usia dua tahun anak mulai dapat memilih pasangan pakaiannya sendiri, melalui kegiatan ini anak mulai membangun konsep mencocokan (matching).
b. Prinsip Pembelajaran Matematika Anak Usia Dini
1) Untuk menyelenggarakan pembelajaran matematika yang bermakna bagi anak terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:
a) Rencanakan pengalaman yang nyata sehingga anak dapat terlibat secara aktif.
b) Observasi atau amati anak untuk memahami kemampuan dan minat anak.
c) Berikan kesempatan anak belajar sesuai cara belajar anak.
d) Pendidik sebagai fasilitator, bukan sekedar pemberi pengetahuan, karena beberapa konsep dalam matematika perlu dipahami dengan cara dilakukan langsung oleh anak.
e) Berikan anak permasalahan dan konflik untuk memunculkan kemampuan berpikir, akomodasi dan adaptasi.
f) Merancang aktivitas yang sesuai dengan tingkat perkembangan hingga anak mencapai area perkembangan proximal (zone proximal development).
g) Berikan aktivitas matematika yang bermakna, sehingga anak dapat menggunakan pengetahuan matematika tersebut dalam kehidupan sehari – hari.
h) Buatlah pertanyaan yang menarik anak atau mengundang rasa ingin tahu anak.
i) Doronglah anak untuk dapat menjelaskan apa yang dipikirkannya melalui kata- kata, gambar, tulisan dan simbol.
j) Dorong anak untuk berbicara, baik kepada guru maupun anak lain.
k) Pelajaran berurutan mulai dari enactive (konkrit) sampai pada simbolik.
l) Bangunlah pembelajaran matematika berdasarkan pembelajaran sebelumnya.
m) Gunakan berbagai macam alat atau benda yang berbeda untuk membantu anak mempelajari berbagai konsep matematika.
c. Konsep Matematika Anak Usia Dini
Konsep matematika anak usia dini hingga sekolah menengah berdasarkan The
National Council Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 2000 terdapat lima
konsep yang dipelajari oleh anak, yaitu: bilangan dan operasi bilangan, aljabar, geometri, pengukuran, analisis data serta probabilitas (Henniger, 2009). Sebelum anak mempelajari konsep matematika tersebut, anak perlu untuk diberikan pengalaman matematika permulaan yaitu mencocokan, korespondensi satu – satu, klasifikasi, membandingkan, mengurutkan atau seriasi. Pengalaman matematika permulaan ini merupakan keterampilan dasar dalam untuk memahami konsep matematika selanjutnya.
1) Konsep Matematika Permulaan
a) Mencocokan (Matching)
Keterampilan mencocokan merupakan konsep dari korespondensi satu – satu dan mencocokan juga konsep dasar dari berhitung. Misalnya pada konsep ini anak belajar untuk mengamati dan mengungkapkan lebih banyak dan lebih sedikit. Kegiatan mencocokan dapat dimulai dengan mencari perbedaan, persamaan, hingga konsep lebih banyak dan lebih sedikit.
Gb. 1. Mencocokan gambar corak
payung.
Gb. 2. Mencocokan gambar yang sama.
Gb. 3. Mencocokan pakaian.
Gb. 4. Mencocokan dengan berbagai
ketentuan.
Gb. 5 kegiatan mencocokan satu orang dengan satu kursi
b) Mengelompokan (Classification)
Pada masa usia dini anak mengembangkan kemampuan untuk mengelompokan benda berdasarkan ciri – ciri tertentu. Piaget (1964) menyatakan bahwa anak dapat mengelompokan benda dimulai berdasarkan warna, bentuk, dan kemudian ukuran (Papalia
& Olds, 2008). Kemampuan anak untuk melakukan klasifikasi merupakan kemampuan dasar untuk memahami nilai tempat pada bilangan, misalnya konsep puluhan dan satuan bilangan 25 terdiri atas dua puluhan dan lima satuan (Henniger, 2009).
Gb. 6. Mengelompokan warna binatang sesuai dengan warna kandang
Gb. 7. Mengelompokan/ klasifikasi menggunakan tutup botol
c) Mengurutkan atau seriasi
Mengurutkan atau seriasi melibatkan kemampuan untuk menempatkan dua benda atau lebih ke dalam tata urutan tertentu, dari yang sederhana misalnya berdasarkan ukuran besar hingga kecil , ketinggian tinggi hingga rendah, ketebalan tebal hingga tipis hingga yang memerlukan ketelitian seperti warna gelap hingga terang, tekstur kasar hingga halus, posisi terdekat hingga terjauh, kapasitas isi dari banyak hingga sedikit, dan mengurutkan bilangan ordinal seperti pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Ada dua jenis pengurutan yaitu pengurutan 1 – 1, dan pengurutan 2 – 2 (set) yang disebut dengan dobel seriasi (double seriation)
Dobel Seriasi
Gb.8 Mengurutkan atau seriasi 1 - 1
Gb. 9 Kegiatan dobel seriasi diambil dari cerita “beruang dan goldilocks” papa beruang mangku besar, mamberuang mangkuk sedang dan anak beruang mangkuk kecil.
2) Konsep Bilangan
a) Pemahaman Bilangan (Number Sense)
Berdasarkan pernyataan NCTM (2000) kemampuan pemahaman bilangan atau berhitung dan mengenal angka meliputi kemampuan untuk memahami bilangan, menghubungkan bilangan dengan angka, dan sistem urutan bilangan. Anak juga diharapkan memahami arti dari operasi bilangan dan hubungan antar bilangan, serta mampu untuk membilang dan membuat perkiraan. Menurut Piaget ada 2 cara mengajarkan berhitung pada anak, yaitu berhitung berurutan secara ordinal (count in sequence) dan berhitung berdasarkan nilai bilangan atau kardinal(count in the set of number).
(1) Count in sequence
1 2 3 4 5 6 (2) Count in sets of number
Cara ke 2 lebih mudah dipahami anak, karena dua adalah 1 lebih, tiga adalah 2 lebih 1. Empat artinya 3 lebih 1. Lima artinya 4 lebih 1, dan seterusnya. Awalnya ajarkan anak menghitung secara berurutan, misalnya diri kiri ke kanan, atau dari atas ke bawah. Setelah itu baru diajarkan dengan cara acak, yang memiliki kesulitan lebih tinggi. Anak perlu menguasai arah membaca dengan baik dari kiri ke kana dari atas ke bawah.
Gb. 10. Cerita tentang konsep bilangan 5
Dalam mengembangkan kemampuan pemahaman bilangan, anak akan melewati proses memahami konsep: (1) Lebih atau kurang (more or less); (2) Menghitung/cardinalitas: menghafal hitungan, hubungan 1 – 1, menghitung secara berurutan, menghitung dalam sejumlah benda, urutan bilangan, perkiraan (estimasi); (3) Pengaturan spasial; (4) Lebih 1, lebih 2, kurang 1, kurang 2; (5) Benchmark 5 dan
10; (6) perkiraan jumlah; (7) bagian dari keseluruhan (part – part whole): Konsep bagian dari keseluruhan, yaitu pemahaman bahwa suatu set bilangan terdiri atas beberapa sub set bilangan, misalnya bilangan 5 dapat terdiri atas 1+4, 2+3, 3+2, 4+1 atau 1+2+2, 1+3+1, dan seterusnya.
Gb.10 benchmark 5 dan 10 Bagian dari keseluruhan
Gb.11 Bagian dari keseluruhan bilangan sepuluh
b) Aritmatika
Kegiatan aritmatika merupakan kegiatan yang kaya akan pemecahan masalah. Untuk memecahkan suatu masalah merupakan proses untuk menemukan jawaban yang tepat dengan menggunakan berbagai cara. Polya (1962) menyatakan bahwa terdapat empat langkah untuk memecahkan masalah, yaitu; memahami masalah, membuat perencanaan untuk memecahkan masalah, melaksanakan rencana, dan lakukan pemeriksaan ulang (Smith, 2009).
(1) Penjumlahan dan pengurangan
Penjumlahan merupakan operasi biner atau melibatkan dua bilangan (binary operation) yang digabungkan agar menjadi satu satuan bilangan. Operasi penjumlahan bilangan yaitu; kumulatif, asosiatif, transitif, dan elemen identitas.
Operasi Penjumlahan Keterangan
Elemen Identitas 1+0 = 1
Atau jika saya memiliki 1 buah mangga ditambah nol buah mangga, maka saya hanya
Operasi Penjumlahan Keterangan
punya 1 buah mangga
Penjumlahan Komutatif 8+5 =13 sama dengan 5+8=13
Penjumlahan asosiatif 6+8 = 6+6+2 = 14
Penjumlahan transitif Untuk mendapatkan jumlah 6, maka dapat
diperoleh dari penjumlahan 1+5, 2+4, 3+3, dst.
Gb.12 Kegiatan bermain penjumlahan dan pengurangan (triangular flash card) hasil 10
Gb.13 Contoh buku cerita yang dengan konsep penjumlahan dan pengurangan
(2) Perkalian dan pembagian
Perkalian merupakan operasi yang digunakan untuk menemukan hasil dari dua faktor yang telah diketahui sebelumnya, faktor x faktor = hasil. Sedangkan pembagian digunakan pada saat keseluruhan hasil dan satu faktor. Hasil : pembagi (faktor) = faktor
(3) Nilai tempat
Nilai tempat yang biasa dikenal yaitu bernilai sepuluh (based ten system). Terdapat empat jenis based ten system, sebagai berikut: sistem yang menggunakan bilangan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 0, angka nol digunakan sebagai penentu tempat; kelipatan sepuluh sebagai sistem letak, misalnya 10, 100, 1000,
10000; Algoritma.
Gb. 13 Contoh kegiatan pemahaman nilai tempat konsep bilangan 11 terdiri atas 1 puluhan
dan 1 satuan.
3) Aljabar Permulaan
Aljabar permulaan mengarah pada hubungan antar jumlah dan bagaimana jumlah dapat berubah dikarenakan adanya hubungan satu dengan lainnya.
a) Pola (Patterning)
Pola merupakan cara yang digunakan oleh anak untuk mengenal urutan untuk membuat prediksi atau perkiraan mana yang muncul terlebih dahulu dan kemudian secara berurutan. Fungsi anak mempelajari untuk membuat pola yaitu pertama untuk mengenal pola urutan bilangan. Kedua yaitu mengajarkan kepada anak untuk berpikir secara berurut sebagai bentuk dari kegiatan memecahkan masalah. Mempelajari pola dapat membantu anak untuk melihat dan menemukan pola hubungan, membuat generalisasi, dan prediksi. Terdapat beberapa jenis pola, yaitu:
(1)Pola berulang misalnya AB-AB-AB, AAB-AAB-AAB, ABC-ABC-ABC, dan
seterusnya.
Gb.14 Kegiatan meronce dengan pola AB berdasarkan warna dan
Gb.15 Pola AB berdasarkan ukuran
(2) Pola yang berkembang AB-ABB-ABBB-ABBBB.
Gb. 16 Contoh kegiatan pola berkembang
(3) Pola hubungan, misalnya satu anak memiliki dua mata, dua anak ada empat mata, dst.
(4) Pola simetris
b) Fungsi
Gb.17 Pola simetris dalam kegiatan bermain balok
Konsep fungsi dibangun berasal dari data pada pola yang berkembang. Misalnya 1 mobil memliki 4 roda, jika ada 4 empat mobil maka ada berapa roda?
4) Analisis Data: Grafik dan Probabilitas
Berdasarkan standar NCTM (2000) mengenai konsep grafik dan probabilitas, yaitu anak mampu untuk membbuat pertanyaan berdasarkan data yaitu mampu untuk mengumpulkan, menyusun, dan menunjukan data yang ada untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut. Anak mampu untuk memilih dan menggunakan metode statiska yang tepat untuk melakukan analisa data.
Membangun dan memperbaiki perkiraan sebelumnya berdasarkan data yang didapat. Memahami dan mampu menerapkan konsep dasar dari probabilitas.
a) Grafik
Grafik menyajikan informasi numerasi secara visual. Terdapat beberapa bentik grafik, yaitu; dengan menggunakan benda nyata, grafik batang, grafik pie atau lingkaran, dan grafik garis. Grafik memiliki judul dan nama pada setiap bagiannya. Manfaat penggunaan
Gb. 18 Grafik sederhana
grafik bagi anak yaitu anak dapat melihat dan membandingkan perbedaan dan persamaan, menuangkan perbendaan yang ada pada grafik dan membuat keputusan, mendiskusi berbagai perkiraan, dan mengkomunikasikan hasil. Untuk memahami konsep grafik seorang anak terlebih dahulu terampil dalam melakukan korespondensi satu – satu, memahami konsep bilangan, dan anak perlu memahami bahwa garis horizontal dan vertikal pada grafik sebagai titik utama.
b) Probabilitas
Tujuan konsep probabilitas dalam pembelajaran matematika anak usia dini yaitu anak diajak berpikir untuk memperkirakan hasil. Kegiatan bermain yang dapat dilakukan bersama anak dengan menggunakan benda nyata misalnya dengan menggunakan bermain lempar koin, berapa kali kemungkinan akan muncul gambar tertentu dalam dua kali lemparan.
5) Geometri: Bentuk dan Ruang
NCTM (1989) mendefinisikan kepekaan ruang (spaial sense) sebagai intuisi seseorang terhadap ruang disekelilingnya dan benda yang ada disekitarnya. Untuk mengembangkan kepekaan ruang, seorang anak harus memiliki pengalaman yang mengarah pada hubungan geometri, yaitu arah, orientasi ruang dan sudut pandang terhadap benda di dalam ruang, ukuran dan bentuk benda, serta bagaimana bentuk dapat berubah yang dipengaruhi oleh perubahan ukuran.
a) Ruang
Konsep yang akan dikembangkan pada anak yaitu anak memahami posisi dan arah (atas, bawah, luar, dalam, kiri, kanan, depan, belakang, jauh, dan dekat). Untuk mengembangkan kemampuan pemahaman ruang, kegiatan bermain dapat dilaksanakan didalam dan diluar ruang. Kegiatan didalam ruang sebaiknya tidak menggunakan ruang yang sempit dan tidak terlalu banyak barang didalamnya. Kegiatan pemahaman ruang dapat berupa bermain ular naga, balok, kucing dan tikus, gobaksodor (galah asin), dan lain sebagainya.
b) Bentuk
Tujuan mempelajari konsep bentu yaitu agar anak dapat mengenali berbagai bentuk yang
di temui sehari hari, misalnya lingkaran pada jam dinding, persegi pada jendela rumah, sehingga anak mampu membuat hubungan antara satu bentuk dengan bentuk lainnya.
c) Geometri
Tujuan anak mempelajari geometri dari jenjang pra-sekolah hingga SD kelas rendah yaitu: (1)Mengenal bentuk
(2)Memahami bentuk
(3)Mengenal bentuk berdasarkan ciri – cirinya (4)Memahami bentuk kurva tertutup dan terbuka (5)Mengenali bentuk geometri yang bergerak (6)Memahami bentuk simetri
(7)Pemetaan dengan menggunakan koordinat geometri
(8)Luas dan volume
(9)Sudut (konsep dasar)
Gb. 19 Contoh kegiatan bereksplorasi dengan berbagai bentuk geometri
d) Pengukuran
Pengukuran menggunakan nilai angka untuk mengukur benda fisik maupun non fisik.
e) Pengukuran Fisik
(1) Panjang dan tinggi
(2) Luas area
(3) Kapasitas dan volume
(4) Berat dan massa
f) Pengukuran Non-Fisik
(1) Waktu (2) Suhu (3) Uang
Gb. 20 Contoh buku cerita tentang konsep waktu dengan “The grouchy lady
d. Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran matematika anak usia dini dapat diselenggarakan di sentra, area maupun sudut kegiatan bermain anak. Untuk mengelola kegiatan belajar yang baik ada beberapa hal yang menjadi perhatian guru, yaitu:
1) Kegiatan Belajar
a) Kumpulkan anak untuk duduk berbentuk setengah lingkaran. Jika diperlukan sediakan alas duduk bagi anak. Posisi tersebut memberikan kesempatan pada anak untuk saling bertatap muka.
b) Mulailah dengan kegiatan belajar dengan berbagai kegiatan seperti bernyanyi, bermain peran, memberikan pertanyaan, atau mengulan konsep matematika yang sudah dibahas sebelumnya.
c) Buatlah kesepakatan aturan bersama. Lakukan kegiatan membuat aturan dengan
berdiskusi dengan anak, batasi dua hingga tiga aturan saja. Misalnya tunjuk tangan jika ingin bertanya dan mendengarkan teman saat teman berbicara.
d) Berikan anak waktu untuk beradaptasi dengan aturan yang telah disepakati bersama.
Ingat jangan paksa anak untuk langsung paham mengenai aturan pada saat itu juga.
2) Pengelolaan Bahan Belajar Anak
a) Perkenalkan hanya satu alat kegiatan main anak. Persiapkan alat main tersebut untuk kelompok kecil misal : tiga hingga empat orang anak.
b) Perkenalkan alat main tersebut, jelaskan dari mana asalnya dan cara main alat tersebut.
c) Diskusikan bersama anak aturan bermain bersama, dan jelaskan juga alasanya.
Misalnya menyimpan alat mainan kembali pada tempatnya agar anak mudah menemukannya jika ia memerlukannya kembali.
d) Peragakan apa yang akan terjadi jika anak tidak mengikuti aturan main bersama.
Misalnya jika ada anak yang membawa pulang mainan.
e) Jika ada anak yang tidak mentaati aturan main atau menyalah gunakan alat kegiatan main pisahkan anak dari kelompoknya, tetapi jangan berikan peringatan, ajak anak untuk duduk di luar kelompoknya dan minta anak untuk mengamati apa yang dilakukan temannya. Jika anak sudah memahami kesalahannya gabungkan kembali anak dengan kelompoknya.
3) Pengelolaan Lingkungan dan Kegiatan Belajar Anak
a) Kumpulkan alat dan bahan main sesuai dengan konsep yang akan dibahas bersama anak.
b) Tata alat dan bahan main anak.
c) Pada waktu tertentu berikan anak kesempatan untuk bereksplorasi dengan alat dan bahan mainan baru.
d) Lakukan kegiatan belajar dengan tahapan sebagai berikut:
1) Perkenalkan konsep matematika didalam kelompok besar
2) Atur anak menjadi kelompok – kelompok kecil untuk melakukan aktivitas matematika.
3) Guru mengamati anak pada saat kegiatan berlangsung dan lakukan pencatatan.
Sesekali berikan pertanyaan pada anak untuk merangsang kemampuan berpikir dan untuk mengetahui sejauh mana anak memahami konsep matematika dari satu kegiatan main.
4) Pisahkan anak yang mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan. Buatlah kelompok kecil yang terdiri dari anak – anak yang mengalami kedulitan tersebut.
5) Lakukan review dengan melakukan tanya jawab pada anak setelah setiap kegiatan dilakukan.
e) Contoh Kegiatan Matematikan Anak Usia Dini Sentra : Cooking / Bermain Peran Kegiatan : ”Sate Buah”
Usia : 5 – 6 tahun (15 anak) Tujuan:
• Anak mampu untuk mengidentifikasi nama, warna, tekstur dan rasa dari buah buahan yang digunakan untuk ”Sate Buah”
• Anak mampu untuk membuat ”Sate Buah” mengikuti suatu pola
• Anak dapat mengurutkan pola-pola yang dibuat pada selembar kertas
• Alat dan bahan:
• Buah pepaya, semangka dan nenas
• Kantong ”perabaan”
• Talenan
• Pisau
• Tusuk sate
• Piring
• Kertas ”Chart”
• Krayon
• Gambar tempel/kartu bergambar Langkah – langkah kegiatan: Pembukaan:
• Guru menceritakan berbagai macam buah – buahan
• Guru melakukan tanya jawab bersama anak seputar buah– buahan.
• Guru menjelaskan kegiatan mebuat sate buah
Prosedurpembelajaran:
Anak memotong buah-buahan dan dibuat sate buah berdasarkan pola yang diinginkan anak. Guru bertanya kepada anak mengenai nama, rasa, tekstur, warna dari buah-buah tersebut.Guru menanyakan pola buah yang dibuat oleh masing-masing anak.
Kegiatan Penutup:
Anak membuat pola dari sate buah yang dibuatnya dalam selembar kertas ”chart” Aktifitas lanjutan:
Bermain membuat pola dengan cara berbaris. Anak dibagi menjadi buah pepaya, semangka, dan nenas. Guru memanggil nama buah, anak yang terpanggil akan maju dan membuat urutan sesuai pola.
Asesmen:
• Guru mengamati kemajuan dan partisipasi anak dan melakukan wawancara untuk mengetahui pemahaman anak mengenai pola dari sate buah yang dibuatnya.
• Anak diminta untuk presentasi hasil sate buah masing – masing.
3.Latihan
Rancanglah kegiatan belajar matematika anak usia dini berdasarkan konsep matematika. Dengan komponen sebagai berikut:
a. Tentukan tujuan kegiatan belajar matematika AUD.
b. Rancanglah kegiatan bermain yang mengembangkan kemampuan tersebut.
c. Buatlah langkah – langkah kegiatan bermain
d. Buatlah media alat permainan yang menudukung kegiatan tersebut.
e. Integrasikan kegiatan tersebut ke dalam sentra/ area/ sudut kegiatan anak.
f. Buatlah rancangan setting lingkungan dan penataan alat dan bahan
g. Rencanakan bentuk asesmen yang akan digunakan sebagai bukti bahwa anak telah menguasai suatu konsep dari matematika.
4. Daftar Pustaka
Carruthersand, Elizabeth dan Maulfry Worthington, Children’s Mathematics Making
Marks Making Meaning, London: Sage Publication, 2006.
Charlesworth, Rosalind, Experience in Math For Young Children, 5th Edition. New
York:Thomson Delmar Learning, 2005.
Cooke, Heathet, Mathematics for Primary and Early Years, London: Sage Publication,
2007.
Copley, Juanita V., The Young Child and Mathematics, Washington D.C: NAEYC,
2000
Dodge, Diene Trister, Creative Curriculum for Pre-School 4th Editition, Washinton
DC:Teaching Strategies, 2007.
Haylock, Dereck dan Fionna Thangata, Key Concepts in Teaching Primar y
Mathematics, London: Sage Publication, 2007
Henniger, Michael L., Teaching Young Children, New Jersey: Thompson Delmar
Learning, 2009.
Smith, Susan Sperry, Early Childhood Mathematics International Edition, New York: Pearson.2009.
Van De Walle, John, Matematika Pengembangan dan Pengajaran, Jakarta: Erlangga,
2007.
Jurnal Online www.proquest.com/pqdweb Koleksi Foto TIM NEST dan koleksi pribadi.
D. Pembelajaran Sains Anak Usia Dini
1. Tujuan Pembelajaran
Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik anak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut:
a. Peserta PLPG memahami gambaran mengenai pambelajaran sains yang tepat bagi
anak usia dini.
b. Peserta PLPG mampu menjelaskan stimualsi yang tepat bagi pengembangan pembelajaran sains untuk anak usia dini.
c. Peserta PLPG memahami konsep yang utuh tentang persiapan-persiapan yang harus
dijalankan dalam proses KBM mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi pada pembelajarn sains bagi anak usia dini.
2. Isi/Paparan Materi
All the flowers of all tomorrows are in the seeds of today (Chinese proverb). Kandungan makna yang tersirat dari proverb Cina tersebut sangat benar adanya, bahwa biji yang ditanam hari ini suatu saat atau esok akan menjadi bunga. Anak-anak kita hari ini terutama untuk anak usia dini akan menjadi “seseorang” nantinya, kita harus memberikan suatu proses yang terbaik bagi anak-anak agar dapat tumbuh dan kembang secara sempurna
Usia dini adalah masa emas untuk memberikan stimulasi dalam rangka mengoptimalkan
fungsi otak, dimana kisaran usia dini adalah 0-8 tahun. Perkembangan otak pada usia dini bukanlah suatu proses yang berjalan sebagaimana adanya, melainkan suatu proses aktif yang membutuhkan stimulasi melalui alat-alat indera (sebagai reseptor-reseptor otak diseluruh bagian tubuh). Perkembangan otak manusia dapat terbagi dalam 4 tahapan berdasarkan usia yaitu : 0 - 4 tahun mencapai 50 %; 4 – 8 tahun, mencapai 80 %; 8 - 18 tahun mendekati 100%.
a. Landasan Pembelajaran Sains Anak usia Dini
1) Pengertian Sains
Sains didefinisikan dalam webster new collegiate dictionary yakni “pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian” atau “pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum – hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan
melalui metode ilmiah. Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena – fenomena yang terjadi di alam. Manusia mengetahui banyak hal
di muka bumi ini baik melalui penang-kapan indera maupun hasil olah pikir. Kumpulan hal-
hal yang diketahui tersebut dinamakan pengetahuan. Sedangkan Ilmu Pengetahuan adalah pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dan logis dengan mempergunakan metode- metode tertentu.
Berdasarkan definisi di atas sudah menimbulkan kesan rumit atau sulit dalam memahami dan mempelajari ilmu pengetahuan atau sains. Oleh karena itu tidak heran jika timbul mitos di masyarakat bahwa sains hanya dapat dipahami dan dimengerti oleh sekelompok orang dengan melakukan serangkaian penelitian. Istilah penelitian itu sendiri sudah menimbulkan kerumitan. Seolah-olah penelitian itu hanya dapat dilakukan oleh para pakar, para ilmuan dan mereka-mereka yang kesehariannya disesaki oleh referensi¬-referensi ilmiah. Padahal setiap orang dan pada semua tingkatan usia dapat melakukan penelitian tanpa ia sadari bahwa ia telah melakukan penelitian. Penelitian secara sederhana dapat dilakukan hanya dengan berangkat dari suatu pertanyaan, "Mengapa?" dan berusaha mencari jawaban baik dari diri sendiri maupun dari sumber lain yang lebih mengetahui. Bagi seorang siswa, penelitian dapat dimulai ketika ia mulai bertanya kepada gurunya, bertanya kepada orang tuanya, atau bahkan bertanya kepada teman-teman sebaya yang telah bersentuhan langsung dengan obyek yang dipertanyakan.
Science is built up of facts as a house of stones, but a collection of fact is no more a science than a pile of stones is a house (Henry Poincare, La Science et l’Hypothese, 1908). The goal
of education is to produce independently thinking and acting individuals (Albert Einstein). Sains adalah kerangka pengetahuan. Pembelajaran sains itu penting karena: (1) Sains adalah bagian penting dari budaya manusia, yang mempunyai nilai tertinggi dari kapasitas berpikir manusia; (2) Adanya laboratorium yang ditindaklanjuti dengan penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan bahasa, logika, serta kemampuan memecahkan masalah dalam kelas;
(3) Untuk jangka waktu panjang, dapat diciptakan saintis-saintis muda; (4) Negara sangat tergantung kepada kemampuan teknis dan saintifik dari masyarakatnya untuk persaingan ekonomi global serta keperluan nasional.
Ada 3 area sains yang diajarkan dalam kurikulum, yaitu:
1) sains kehidupan: Biologi (tubuh manusia), Zoologi (hewan), Botani (tumbuhan), 2) sains bumi, meliputi: Geologi (kulit keras bumi), astronomi (langit, musim, luar angkasa), 3) Fisika: ilmu kimia (benda padat dan cair), ilmu fisika (keseimbangan dan gerakan)
Gambar 1. Anak diperkenalkan dengan konsep terapung dan tenggelam
Ada tiga faktor utama mengapa dalam pembelajaran sains pembentukan sikap adalah penting
(Martin, 1984), yakni:
a) Sikap seorang anak membawa satu kesiapan mental bersamanya. Dengan sikap yang positif, seorang anak akan merasa sains objek, topic, aktifitas dan orang secara positif. Seorang anak yang tidak siap atau ragu-ragu karena alasan apapun juga akan kurang kemauannya untuk berinteraksi dengan orang dan hal-hal yang berhubungan dengan sains.
b) Sikap bukan pembawaan dari lahir atau bakat. Ahli kejiwaan berpendapat bahwa sikap
itu dipelajari dan disusun lewat pengalaman selagi anak-anak berkembang (Halloran,
1970; Oskamp, 1977), sikap seorang anak dapat berubah melalui pengalaman. Guru dan orangtua mempunyai pengaruh terbesar atas sikap sains (George & Kaplan, 1998)
c) Sikap adalah hasil yang dinamis dari pengalaman yang bertindak sebagai faktor pengaruh ketika anak memasuki pengalaman–pengalaman baru. Akibatnya sikap membawa suatu emosional dan intelektual, yang keduanya mengarah kepada pembentukan keputusan dan membentuk evaluasi. Keputusan dan evaluasi ini dapat menyebabkan seorang anak menetapkan prioritas dan memegang pilihan-pilihan yang berbeda.
Selain pembentukan sikap, pembelajaran sains yang produktif juga dapat mengembangkan tiga aspek penting lainnya yakni: (1) Pengembangan dari sikap anak-anak; (2) Pengembangan dari pemikiran anak dan ketrampilan kinestetik (motorik kasar, halus serta koordinasi mata dan tangan, demikian juga dengan pelatihan, perasaan);(3) Pengembangan ilmu pengetahuan yang dibangun dari pengalaman di dalam setting yang alami.
Gambar 2. Pengembangan dari pemikiran dan keterampilan kinestetik
Sikap mental dari saintis muda (Martin, Sexton, Franklin & Gerlovich, 2005)
Emosional Intelektual
Dari keingintahuan yang besar anak-
anak untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru, kita dapat meningkatkan mereka untuk membangun: Dari pengalaman pembelajaran yang
positip pada anak-anak, kita dapat mengembangkan mereka:
1. Rasa ingintahu yang besar Ada keinginan untuk mencari sumber
informasi
2. Ketekunan Ada ketidakpercayaan; keinginan untuk
menunjukkan atau untuk mempunyai nilai alternatif dari bukti yang digambarkan
3. Pendekatan positip terhadap
kesalahan Mengabaikan generalisasi secara luas
ketika ada keterbatasan bukti
4. Pikiran yang terbuka Mempunyai toleransi terhadap opini lain,
penjelasan atau nilai yang digambarkan
5. Bekerjasama dengan yang lain Mempunyai keinginan untuk menahan
keputusan sampai semua bukti atau informasi ditemukan dan diujikan
Sikap mental dari saintis muda (Martin, Sexton, Franklin & Gerlovich, 2005)
Emosional Intelektual
Menolak untuk mempercayai dalam
superstition atau menerima klaim tanpa bukti
Terbuka terhadap perubahan pemikiran
mereka ketika bukti-bukti terhadap perubahan telah diberikan terbuka terhadap pertanyaan mengenai ide mereka.
2. Memulai Belajar Penelitian
Anak-anak adalah saintis alamiah. Para ahli perkembangan anak pernah berdebat dalam masalah ini, tidak hanya didasari pada fakta dasar behavior anak-anak, tetapi lebih pada hubungan antara behavior dan aspek penting dari pemikiran saintifik. Anak-anak yang dibawa
ke kelas sains memiliki rasa keingintahuan yang alami dan menset idea serta memahami
konseptual framework dimana terdapat hubungan antara pengalaman di dunia alami dan informasi lain yang telah mereka pelajari sebelumnya (terdapat koneksi). Sejak mereka memiliki berbagai pengalaman, anak-anak diberikan dalam kisaran yang luas kemahirannya (skill), pengetahuan, serta adanya pengembangan konsep.
Anak usia dini pada tingkatan taman bermain, TK A dan B maupun anak usia sekolah dasar sampai kelas dua belum saatnya diberikan pelajaran tentang kemampaun penelitian ilmiah, konsep-konsep ilmiah ataupun prinsip-prinsip penelitian. Karena memang pada anak usia dini
(0-8 tahun) mereka baru mempelajari tentang kemampuan dasar yang terdiri dari pengamatan,
klasifikasi, komunikasi, ukuran, estimasi, prediksi dan kesimpulan.
Pada kelas tiga SD, anak sudah diajarkan mengenai kemampuan dasar dan kemampuan terpadu. Kemampuan terpadu terdiri dari mengidentifikasikan variabel, mengontrol variabel, definisi operasional, membentuk operasional pengalaman, grafis, interpretasi data, model dan investigasi. Namun demikia, sikap mental peneliti sudah dapat diberikan oleh guru dalam bentuk yang sederhana dan yang berada di lingkungan terdekat dari dunia anak-anak. Oleh karma itu seorang guru dituntut untuk dapat menjelaskan area sains secara tepat kepada anak- anak, kendatipun kurikulum yang tersedia saat ini tidak menyediakan bahan-bahan penelitian yang dibutuhkan olch seorang guru.
Seorang guru harus mampu mengevaluasi setiap pengetahuan anak-anak dan konseptual serta perkembangan skill/kemahiran, sebaik tingkat metakognisi anak-anak mengenai pengetahuannya, kemahiran dan konsep, juga menyediakan lingkungan pembelajaran anak- anak dimana setiap anak dapat bergerak mengembangkan dalam semua aspek. Pertanyaan kunci untuk instruksi ini adalah bagaimana mengadaptasi tujuan instruktusional ke pengetahuan yang telah ada dan kemahiran dari murid, sebaik bagaimana memilih teknik instruktusional sehingga akan lebih efek
Bagan Kemahiran Proses Sains (Martin, Sexton, Franklin & Gerlovich, 2005)
Kemahiran Dasar Pra Taman Kanak- kanak Taman Kanak- Kanak
Observasi X X
Klasifikasi X X
Komunikasi X X
Pengukuran X X
Estimasi X X
Prediksi X X
Kesimpulan X
Proses Kemahiran
Observasi Menggunakan indera untuk menggabung-kan informasi
Klasifikasi Mengelompokkan, ordering, mengkategori-kan, merangking, memisahkan, mem-bandingkan.
Memanipulasi material Memberikan perlakuan pada material secara efektif
Mengkomunikasikan Berbicara, menulis, menggambar
Mencatat/menyusun data Logs, jurnal, grafik, table, gambar, rekaman
Prediksi Dimulai dengan hasil yang diharapkan didasarkan
pada pola atau bukti yang ada
Inferensi Membuat kesimpulan (perkiraan yang educated)
didasarkan pada alasan untuk menjelaskan
observasi
Mengestimasi Menggunakan penilaian hingga aproksimat sebuah
nilai/kuantiti
Penyelidikan Proses yang terintegrasi dari penelitian
Pemecahan masalah/membuat
keputusan Proses yang terintegrasi untuk menilai dan
menghasilkan solusi
3 Pembelajaran sains secara alami
Pembelajaran sains terhadap anak-anak yang terbaik adalah ketika mereka ter- motivasi. Oleh karena itulah maka pemberian pembelajaran harus menarik, menyenangkan, menantang, melalui interaksi dengan lingkungan, dilakukan bersama antara yang seusia dengan dewasa, dengan menggunakan benda konkrit. Adapun pembelajaran ini dapat dilakukan melalui penyelidikan untuk melihat : pola, perhubungan, proses, dan masalah. Pembelajaran sains juga dapat mengembangkan bahasa.
Gambar3. Pembelajaran dilakukan secara berkelompok. Anak-anak juga dapat melihat hubungan, proses dan masalah serta jalan keluar.
Pembelajaran sains dilaksanakan secara kooperatif. Adapun prinsip dan teknik digunakan untuk membantu murid bekerjasama lebih efektif. Kerjasama adalah sesuatu yang bernilai, hal
ini dimaksudkan agar anak-anak dapat melihat kerjasama mempunyai tujuan yang kuat, melihat teman sebagai teman berkolaborasi yang potensial, dan untuk memilih kerjasama sebagai kemungkinan pilihan yang layak untuk berkompetisi dan pekerjaan individual. Adapun prinsip pembelajaran sains adalah kooperatif, yakni: (1) adanya keterkaitan yang positif; (2) sebagai individu yang dapat diperhitungkan; (3) adanya interaksi yang simultan;
(4) adanya partisipasi yang setara. Pada pembelajaran secara berkelompok, anak-anak
diharapkan dapat bekerjasama dengan cara berdiskusi antar teman sebelum akhirnya ditanyakan kepada guru. Anak-anak berdiskusi tentang prosedur maupun kandungan isinya. Selain berdiskusi dengan satu kelompok mereka juga dirangsang untuk berdiskusi antar kelompok sebelum bertanyan pada gurunya. Apabila satu kelompok dapat mengerjakan tugas dengan cepat maka dapat membantu kelompok lain yang belum selesai. Tujuan dari pendidikan sains pada anak usia dini adalah (1)Mempersiapkan anak-anak dengan pengalaman yang dapat membantu mereka menjadi terpelajar secara saintifik; (2) Membimbing anak-anak saat mereka mempelajari kandungan arti dan membangun indera berdasarkan pengalaman oleh pemahaman terfokus dengan menggunakan ide sains,
kemahiran, dan sikap mental; (3) Berbagi tanggungjawab dengan anak-anak terhadap apa yang mereka pelajari; (4) Mengadaptasi kurikulum, mengatur waktu dan mengatur praktek, termasuk untuk tema pelajaran yang mengambil waktu beberapa hari atau minggu; (5) Menguji kemajuan dalam berbagai cara untuk mengelompokkan mana yang anak-anak ketahui dan dapat lakukan.
4. Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini a. Pengertian Organisme
Organisme adalah semua mahluk hidup yang terdiri dari pepohonan, mamalia, lumut,
serangga, jamur dan bakteri yang tersusun dengan struktur yang berbeda untuk fungsi yang berbeda.
Ciri-ciri dari mahluk hidup adalah:
1) Makanan, tumbuhan membuat makanan mereka sendiri. Hewan memakan organisme lain. Jamur mencerna dan menyerap makanan mereka sendiri.
2) Nafas, menghirup oksigen untuk bernapas. Mengeluarkan karbondioksida
3) Respirasi, mencerna makanan untuk menghasilkan energy
4) Pembuangan, melepaskan zat-zat sisa yang beracun seperti karbondioksida dan kotoran
5) Pertumbuhan, bertambahnya ukuran bagi bakteri dan organisme bersel satu.
Bertambahnya jumlah sel bagi organisme bersel banyak menuntun kepada bertambahnya ukuran dan perubahan bentuk.
6) Berkembang biak, pembagian sederhana ke dalam dua sel bagi bakteri dan organisme satu sel. Reproduksi seksual dan non seksual.
7) Respon, respon terhadap rangsangan. Hewan biasanya bergerak menjauh dengan cepat, respon semua hewan; tumbuhan merespon melalui cara bertumbuh, biasanya dengan gerakan tubuh.
8) Gerakan, kebanyakan organisme bersel satu dan hewan bergerak secara keseluruhan.
Jamur dan tumbuhan bergerak dengan anggota-anggota tubuh mereka.
9) Asal terbentuknya, organisme terbuat dari sel-sel
Beberapa hal yang tidak menggambarkan karakteristik yang jelas dari mahluk hidup. Sebagai contoh bawang merah, kentang atau biji-bijian tidak terlihat seperti mahluk hidup, namun pada saat bawang merah, kentang atau biji-bijian menemukan habitat yang cocok maka mereka mempunyai potensi untuk berkembang.
b. Pengelompokkan Organisme
Ada 30 juta spesies dari mahluk hidup di bumi dan beberapa ilmuwan memperkirakan sebesar
100 juta. Dari data ini, hanya sebagian kecil dari spesies antara 1.5 sampai 1.8 juta yang telah dideskripsikan. Dengan keragaman yang besar dari organisme di sekeliling kita ini, kita hanya mengerti lingkungan kita dengan membaginya ke dalam kelompok dan dikenal dengan dengan istilah The 5 Kingdom
THE 5 KINGDOM
Sistem pembagian Kingdom dikembangkan oleh ahli Biologi Amerika yakni Robert H. Whitaker (1969). Sistem ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan yang dimiliki adalah penggolongan jamur yang dimasukan ke dalam kingdom tersendiri. Alasan yang dikemukakan adalah jamur tidak mencerna sendiri makanan seperti yang dilakukan oleh binatang, tetapi mereka mengeluarkan enzim pencernaan disekitar makanan mereka, kemudian menyerapnya ke dalam sel. Begitu juga terlihat jelas perbedaannya dengan monera. Jamur atau fungi termasuk dalam jenis organisme eukariot bukan prokariot. Kingdom ini sudah melengkapi dari kingdom sebelumnya.
Adapun kelemahannya yakni belum mampunya sistem ini mendefinisikan kingdom monera secara tepat sehingga didalam kelompok kingdom monerapun masih memiliki perbedaan yang cukup signifikan baik dalam hal RNA polymerase, RNA sequence, membran lipid, dan lainnya. Organisme dikelompokkan ke dalam lima kingdom
1) Monera. Monera merupakan golongan yang bersifat prokariotik (inti sel tidak
memiliki selaput inti). Monera terbagi menjadi dua golongan, yaitu Golongan bakteri (Schizophyta/ Schyzomycetes) dan golongan ganggang biru (Cyanophyta). Hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Ditemukan di udara, air, tanah dan didalam organisme lain
2) Protista (organisme bersel satu). Protista merupakan organisme yang bersifat eukariotik (inti selnya sudah memiliki selaput inti). Pembentukan kingdom ini diusulkan oleh Ernst Haeckel atas pertimbangan adanya organisme-organisme yang memiliki ciri tumbuhan (berklorofil) sekaligus memiliki ciri hewan (dapat bergerak). Yang termasuk dalam kingdom protista adalah Protozoa dan Ganggang bersel satu. Kebanyakan dilihat dengan mikroskop. Bersel satu dengan nucleus asli seperti tumbuhan atau seperti hewan. Pada dasarnya ditemukan di air atau di dalam organisme lain.
3) Fungi (jamur). Fungi merupakan organisme uniseluler (bersel satu) dan multiseluler (bersel banyak) yang tidak berklorofil. Fungi multiseluler dapat membentuk benang- benang yang disebut hifa. Tidak memiliki klorofil. Hidup di tanah atau didalam organisme lain. Berkembang biak dengan spora. Bersifat heterotrof. Contoh: Aspergillus niger. Kingdom ini dibagi menjadi beberapa divisi, yaitu: 1. Oomycotina;
2. Zygomycotina; 3. Ascomycotina; 4. Basidiomycotina; 5. Deuteromycotina
4) Tumbuhan. Tumbuhan hijau meliputi organisme bersel banyak (multiseluler) dan sel- selnya mempunyai dinding sel. Membuat makanan sendiri (fotosintesa), hampir seluruh anggotanya berklorofil sehingga sifatnya autotrof. Yang termasuk kingdom tumbuhan: Ganggang bersel banyak (diluar ganggang biru), Lumut (Bryophyta), Paku- pakuan (Pteridophyta), Tumbuhan berbiji (Spermatophyta).
5) Hewan. Memakan organisme lain, biasanya bergerak. Hewan atau animal yang kita
kenal selama ini dapat dibagi menjadi sepuluh macam filum (phylum), yaitu protozoa, porifera, coelenterata, plathyhelminthes, nemathelminthes, annelida, mollusca, echinodermata, arthropoda dan chordata.
a. Phylum Protozoa. Protozoa adalah hewan bersel satu karena hanya memiliki satu sel saja alias bersel tunggal dengan ukuran mikroskopis (hanya dapat dilihat dengan mikroskop). Protozoa dapat hidup diair atau dalam tubuh mahluk hidup atau organisme lain sebagai parasit. Hidupnya dapat sendiri (soliter) atau beramai-ramai (koloni). Contoh: Amuba (amoeba)
b. Phylum Porifera. Porifera adalah binatang atau hewan berpori. Tubuhnya berpori-pori mirip spon. Hidup dengan memakan makanan dari air, kemudian disaring oleh organ tubuhnya. Contoh: bunga karang.
c. Phylum Coelenterata. Coelenterata adalah hewan berongga bersel banyak yang memiliki tentakel. Simetris tubuh coelenterata adalah simetris bilteral yang hidup di laut. Contoh : Ubur-ubur
d. Phylum Platyhelminthes. Plathyhelminthes adalah binatang sejenis cacing pipih dengan tubuh simetris bilateral tanpa peredaran darah dengan pusat syaraf yang berpasangan. Cacing pipih kebanyakan sebagai penyebab timbulnya penyakit karena hidup sebagai parasit pada binatang/hewan atau manusia. Contoh: cacing hati, cacing pita.
e. Phylum Nemathelminthes. Nemathelminthes atau cacing gilik/giling adalah hewan yang memiliki tubuh simetris bilateral dengan saluran pencernaan yang
baik namun tidak memiliki sistem peredaran darah. Contoh: cacing tambang, cacing askaris, cacing gilik. Setiap kingdom lebih jauh lagi dibagi ke dalam kelompok yang lebih kecil dan lebih kecil lagi seperti: filum, kelas, ordo, famili, genus, dan spesies.
c.Kegiatan Pembelajaran Sains Anak Usia Dini
1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran
Tujuan kegiatan pembelajaran sains bagi peserta didik yaitu agar dapat mengembangkan rencana pembelajaran akademik bagi anak usia dini dengan Tema Hewan Peliharaan dan sub tema Ikan.
2. Uraian Materi
Ikan termasuk dalam vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27000 di seluruh dunia. Secara taksonomi ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan. Klasifikasi ikan. Ikan adalah kelompok parafiletik artinya setiap kelas yang memuat semua ikan akan mencakup pula tetrapoda yang bukan ikan. Ikan terbagi dalam ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 persen termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondricthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan bertulang keras atau sejati inilah yang mencakup hampir semua ikan pada masa kini. Ekologi Ikan. Ikan dapat ditemukan dihampir semua genangan air yang berukuran besar baik air tawar, air payau maupun air asin pada kedalaman yang bervariasi, dari yang dekat permukaan hingga ke beberapa ribu meter di bawah permukaan. Namun demikian, ada satu danau yang kadar asinnya terlalu tinggi yakni Great Salt Lake tidak bisa didiami oleh ikan. Ada beberapa spesiesn ikan yang dibudidayakan untuk dipelihara dan dipamerkan dalam akuarium. Ikan Mas (Cyprinus carpio). Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan memanjang pipih kesamping dan lunak, termasuk golongan teleostei. Tubuhnya terbungkus oleh kulit yang bersisik, berenang dengan menggunakan sirip dan bernapas dengan insang. Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475 SM di Cina. Di Indonesia mulai dipelihara sekitar tahun 1920, adapun asal dari ikan ini adalah dari Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Klasifikasi Ikan Mas. Filum : Chordata. Kelas: Pisces. Sub Kelas: Teleostei. Ordo: Ostariophysi. Sub Ordo: Cyprinoidea. Famili: Cyprinidea. Famili: Cyprinidea. Genus: Cyprinus. Spesies: Cyprinus carpio L
Contoh Rencana Pembelajaran Tematik
RENCANA PEMBELAJARAN TEMATIK
TEMA : HEWAN PELIHARAAN
SUB TEMA : IKAN KELAS/SEMESTER : II/1
WAKTU : 2 x PERTEMUAN (70 MENIT)
I. STANDAR KOMPETENSI Pembiasaan/moral
• Menyayangi mahluk cipataan Tuhan
Bahasa
Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pengalaman secara lisan melalui kegiatan bertanya, bercerita dan deklamasi
Mengenal bentuk ikan dan bagian-bagiannya
Menulis kata-kata dengan menjawab pertanyaan sederhana
Melaksanakan perintah sederhana secara lisan atau tertulis
Membuat cerita singkat tentang ikan
Kognitif
- Mengenal bentuk dan bagian-bagian ikan (morfologi dan anatomi ikan)
- Mengetahui proses perkembanganbiakan ikan
Sain Mengamati bentuk dan bagian-bagian ikan (organ ikan) Seni/motorik halus Menggambar ikan (hasil observasi) Bahasa Inggris
Melafalkan kata yang berkaitan dengan tema dalam Bahasa Inggris
II. KOMPETENSI DASAR
Menceritakan perlunya menjaga dan menyayangi mahluk ciptaan Tuhan (moral/ pembiasaan) Menceritakan bentuk bagian-bagian ikan Melaksanakan sesuatu sesuai perintah atau petunjuk sederhana (bahasa) Mencontoh kalimat dari buku atau papan tulis (bahasa) Menggambar ikan (seni, hasil dari observasi anak) Membuat cerita singkat tentang ikan
III. INDIKATOR Bahasa
- Menulis kata atau kalimat
- Menjawab pertanyaan, mengemukakan ide dan pendapat dengan kalimat benar
- Menceritakan kembali cerita yang sudah dilihat dan didenga Menyimpulkan secara sederhana dengan menggunakan bahasa sendiri tentang cerita yang dilihat atau didengar
Kogintif
- Mengetahui bentuk dan bagian-bagian ikan
- Memahami proses perkembangan ikan
Moral/pembiasaan
- Menyayangi mahluk ciptaan Tuhan
IV. LANGKAH PEMBELAJARAN
■ Kegiatan Awal
■ Kegiatan Inti
■ Kegiatan Penutup
V. Alat dan Sumber
■ LCD, CD, Komputer/laptop
■ Lembar kerja siswa
■ Ikan, piring, garpu, pisau/cutter, Tray
■ KTSP
■ Metode yang digunakan : demonstrasi, observasi, tanya jawab, inkuiri, bercerita, pemberian tugas
VI. PENILAIAN
■ Penilaian Lisan
■ Pengamatan
■ Penilaian Produk
■ Penilaian Portofolio
■ Evaluasi yang dilakukan oleh guru adalah:
■ Apakah anak dapat menyebutkan bentuk, bagian dan jenis ikan?
■ Apakah anak dapat menyebutkan alat pernapasan pada ikan?
■ Apakah anak dapat menyebutkan bagaimana proses perkembanganbiakanikan? Dapatkah anak menggambar ikan hasil observasi?
■ Dapatkah anak membuat cerita singkat tentang ikan sesuai bahasa mereka masing- masing?
Kegiatan Belajar 2
Tujuan mengenal lingkungan kita adalah agar kita memahami dan menjaga lingkungan disekitar kita.
Teori:
Lingkungan mengacu pada sekeliling kita, semua yang hidup dan benda-benda mat serta interaksi diantara mereka. Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi lingkungan mencakup cahaya, panas, air, angin, substrat (bebatuan, pasir, tanah, lumpur), zat non organik dan gas seperti oksigen dan karbondioksida. Faktor-faktor biotik yang mempengaruhi lingkungan mencakup semua mahluk hidup dan pengaruh-pengaru mereka terhadap satu sama lainnya. Lingkungan bisa saja daratan (tanah), perairan (air) atau gabungan antara darat dan air seperti rawa bakau Meskipunspesiesmanusiahanyalahsebuahkelompokkecildariorganisme, pengaru manusia terhadap lingkungan sangat luas dan hebat. Kitatelah memperkenalka spesies tumbuhan dan hewan ke dalam lingkungan yang baru dan beberapa spesies yang telah diperkenalkan ini telah menjadi hama setiap waktu Manusia juga mengadakan penebangan- penebangan di hutan curah hujan untuk diambil kayunya mengakibatkan tanah menjadi longsor dan erosi (pengikisan tanah akibat air). Selain dari itu adanya metode penebangan yang salah dan juga pembakaran hutan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan kebakaran hutan.
Dampak dari penebangan ini adalah tumbuh-tumbuhan kehilangan habitat alami, begitu juga dengan organisme lain yang tak terhitung jumlahnya, ada beberapa diantaranya yang tidak dikenal oleh kita. Nilai-nilai tanggungjawab terhadap lingkungan dan sosial diperlukan agar lingkungan kita tidak tercemar.
1) Asesmen
Tujuan dari asesmen berdasarkan kurikulum adalah untuk melihat kompetensi anak dari bidang akademik. Saat ini pendidik menginginkan dan memerlukan anak-anak yang tidak saja dapat mengulang kembali pengetahuan, kemahiran dan prosedur tetapi juga apa yang mereka pikirkan. Sebagai contoh jika anak berpikir bahwa segala sesuatu yang hidup akan diklasifikasikan bersama karena mereka dapat bergerak dan memiliki facial features, lalu kita dapat tanyakan kepada mereka dengan bahasa sederhana untuk mengidentifikasikan mahluk hidup dan tidak hidup. Asesmen dapat dilakukan secara formal dan informal. Asesmen formal biasanya berbentuk dokumen tertulis seperti tes atau kuiis yang diberi skor atau grade berdasarkan kinerja siswa. Asesmen informal biasanya tidak terlalu berkontribusi untuk penilaian akhir, asesmen ini lebih kepada keadaan umum dan dapat dilakukan melalui observasi, pedoman inventoris, partisipasi, melalui teman, evaluasi diri dan diskusi. Asesmen individual atau dalam kelompok kecil. Ada berbagai cara yang berbeda untuk membangun asesmen. Yang harus dipertimbangkan adalah
• Wawancara; guru – anak,
• Running records;
• Anekdot; contoh kerja anak: ilustrasi anak, model, diagram, cerita, laporan, perencanaan, poster, video atau audio recording;
• Performance: aturan permainan, debat, drama, nyanyi, puisi;
• Peta konsep;
• Auditape dari grup diskusi (kecil maupun besar);
• Observasi pada saat anak bekerja,
• Checklist,
• Tes (praktek dan tulisan),
• Dokumentasi pada saat anak mengadakan kegiatan.
Kumpulkan semua hasil kerja anak, kemudian dianalisis tipe pembelajaran yang di ases. Kita akan mengetahui kelemahan dan kekuatan dari masing-masing tipe.
Langkah-langkah dalam pembuatan asesmen: Analisis hasil identifikasi
• Penentuan bentuk alat yang akan digunakan dalam asesmen
• Penentuan butir-butir pernyataan/pertanyaan yang akan diterapkan dalam alat yang telah ditentukan dalam asesmen
• Penentuan kriteria penilaian, penentuan bentuk laporan.
Contoh penyusunan dan pemberian tingkatan pada seorang siswa
Organiser and Level 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Life and living
Hidup bersama
Struktur dan fungsi
Kergamanan mahluk hidup, perubahan dan kesinambungan
Natural and processed materials
Material dan penggunaannya
Struktur dan sifat
Reaksi dan perubahan
Working Scientifically
Merencanakan investigasi
Membangun investigasi
Memproses data
Mengevaluasi yang didapat
Penggunaan sains
Acting responsibilit y
Earth and beyond
Bumi, langit dan manusia
Perubahan bumi
Tempat hidup kita
Energi dan Perubahannya
Energi dan kita
Transfer energi
Energi dan sumber serta penerima
3.Latihan
Kembangkan minimal dua alat asesmen untuk pembelajaran sains bagi anak usia dini dengan menggunakan tematik dan beri alasan mengapa menggunakan alat tersebut. Jelaskan kemahiran dasar yang harus diberikan pada pembelajaran sains anak usia dini? Buatlah satu perencanaan (lesson plan) untuk pembelajaran sains yang terintegrasi.
K. Pengembangan Pengetahuan Sosial Anak Usia Dini
1. Pengembangan Pengetahuan Sosial Anak Usia Dini
Seperti yang telah didefinisikan oleh National Council for the Social Studies (NCSS), ilmu sosial adalah ilmu yang terintegrasi dari ilmu pengetahuan sosial dan humanistik untu
memajukan kompetensi yang sifatnya kewarganegaraan. Ilmu sosial saling berkordinasi, sistematika pembelajarannya menggambarkan berbagai disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, filsafat, pengetahuan politik, psikologi, agam dan sosiologi atau humanistik. (NCSS, 2003) Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia, hubungan antar manusia serta dengan lingkungan sekitar manusia itu sendiri, seperti sosiologi, ekonomi, politik antropologi, sejarah, psikologi, geogrofi dan lain-lain.
Tujuan dari ilmu sosial adalah untuk membantu anak usia dini untuk mengembangka kemampuan untuk membuat keputusan yang beralasan sebagai bagian dari warga masyarakat yang demokratis di dalam keragaman budaya di dunia yang saling tergantung. (NCSS, 2003) Dengan mempelajari ilmu sosial, anak belajar mengenal diri dan lingkunga sosialnya. Selain itu, dengan memahami diri dan lingkungan sosialnya, anak akan belajar untuk menempatkan diri sesuai dengan siatuasi dan kondisi yang mereka hadapi.
Dua tujuan utama dari ilmu sosial yaitu menyiapkan anak untuk ”mengasumsikan kewarganegaraan dan untuk mengintegrasi pengetahuan, ketrampilan dan etika denga dan melalui disiplin ilmu. Kedua tujuan tersebut dapat membedakan ilmu sosial denga ilmu yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilmu sosial memiliki cirri khas tersendiri.
A. Budaya
Kebudayaan adalah uraian pertama dari sepuluh uraian tematik yang dikembangkan oleh National Council for the Social Studies (NCCS, 1994) yang berfungsi sebagai kerangka untuk program pengetahuan sosial k-12. Kebudayaan adalah sentral untuk kita sebagai individu dan sebagai masyarakat. Kebudayaan adalah salah satu unsur yang sangat melekat dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat.
Kebudayaan adalah cara hidup, lingkungan buatan manusia, nilai-nilai dan kepercayaan, symbol, interpertasi, sudut pandang yang diberikan oleh kelompok social (Banks, 2008). Kebudayaan menetapkan cara bagaimana berpikir, merasakan, dan berperilaku. Budaya kelompok dibuktikan melalui nilai-nilai, komunikasi nonverbal, bahasa, hubungan interpersonal, dress codes, parenting, peran gender, kebiasaan, adat istiadat sosial, dan hiburan. Berbagi kebudayaan membuat kita dapat tinggal berkelompok, dan inilah cara suatu kelompok beradaptasi dengan lingkungan di mana ia tinggal. Karakter penting lain mengenai kebudayaan adalah bahwa kebudayaan itu berubah secara konstan. Ringkasnya, kebudayaan
itu mengikat dan membagi atau memisahkan masyarakat. Mengerti dan menerima perbedaan dan kesamaan dapat dilakukan pada masa usia dini. Upaya untuk mengenalkan perbedaan dan kesamaan serta penerimaan terhadap perbedaan tersebut dapat dilakukan dengan konsep pembelajaran ilmu sosial yang menarik dan bermakna.
Lingkungan hendaknya mengembangkan kebudayaan, baik lingkungan rumah maupun lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah yang merayakan keragaman dan kesatuan dibangun atas dasar rasa saling menghormati yang dalam terhadap semu individu dan kelompok (Copple, 2003; Garcia, 2003). Untuk menciptakan ruang kela yang menggabungkan rasa saling menghargai yang dalam bagi individu dan kelompok berarti pendidik harus terlebih dahulu mengerti beberapa hal:
• Perilaku, nilai-nilai, dan gagasan anda sendiri mengenai orang lain
• Perilaku, nilai-nilai, dan gagasan anak mengenai orang lain
• Bagaimana perilaku terhadap orang lain dipelajari
Perilaku dan nilai-nilai yang langsung dan membimbing merupakan dasar untuk merayakan keanekaragaman. Tetapi sebagai seorang pendidik, anda harus lebih dari sekedar memahami perilaku anda sendiri dan perilaku anak. Pendidik juga harus familiar dengan konsep kunci untuk mempelajari merayakan keanekaragaman seperti:
• memahami keterkaitan dan saling ketergantungan
• pengetahuan mengenai kesamaan yang menyatukan orang-orang dari beragam budaya, pengalaman, Ras / etnis dan bangsa
• keterampilan untuk menyelesaikan konflik interpersonal yang kemudian menjadi dasar untuk bekerja sama dengan orang lain
B. Waktu, Kesinambungan dan Perubahan
1. Waktu
Anak usia dini mengenal konsep waktu dengan sederhana. Anak usia dini mengenal lamanya dalam satu hari adalah ketika ia bangun tidur, sampai dengan ia tidur kembali. Ia mengetahui adanya perubahan ketika melihat fotonya yang baru lahi dan membandingkan dengan kondisi dirinya pada masa sekarang dengan banyak perubahan. Anak usia dini mengetahui bahwa makan dilakukan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada waktu pagi hari, pada waktu siang hari dan pada waktu malam hari.
Anak-anak memiliki pengertian tentang waktu, tetapi lebih bersifat naluri daripada konvensional. Selama anak usia dini, anak-anak dapat membedakan masa lalu dari sekarang dan mulai untuk menggambarkan kejadian sehari-hari dalam pola berurutan. Anak-anak mengasosiasikan waktu kronologis dengan waktu pribadi sebagai cerminan dari siklus alami kejadian sehari-hari.
Anak usia dini memiliki keterbatasan persepsi mereka tentang urutan dan lamanya waktu dan kemampuan mereka untuk mengatur urutan dan pengalaman sehari-hari. Ide intuitif anak usia dini tentang waktu adalah subyektif. Subjektivitas ini penyebab utama kesalahan yang terjadi. Usia 5 tahun mengetahui bahwa menunggu selama 10 menit, akan lebih sulit daripada menunggu 5 menit, tetapi mereka juga menyimpulkan bahwa diperlukan waktu lebih sedikit untuk roda yang berbalik cepat dalam putaran selama 5 menit daripada yang dilakukannya untuk sebuah keran yang menitik dalam waktu yang sama (Vukelich dan Thornton, 1990). Pemahaman yang terbentu kadang kala bertentangan dengan konsep yang sebenarnya.
Waktu yang berdasarkan intuisi berbeda dari waktu operasional. waktu operasional menyangkut pemahaman hubungan urutan, lama, dan berdasarkan operasi persamaan dalam logika, baik itu kualitatif atau kuantitatif (Piaget, 1946). Tidak sampai memasuki operasi formal anak, dekat dengan masa remaja awal, apakah mereka mampu menguasai waktu operasional.
Mungkin karena urutan sementara hanya membutuhkan perbandingan kualitatif, seperti sedikit lawan besar, anak-anak berusia 4 atau 5 dapat menunjukkan beberapa pemahaman kemampuan untuk mengurutkan peristiwa. Usia 4 sampai 6 tahun dapat melakukan tindakan secara berurutan untuk mencapai tujuan; mereka tahu peristiwa yang terjadi dan mereka dapat mengurutkan kejadian sehari-hari dengan mengorganisir siklus (Vukelich & Thornton, 1990). Usia 4 tahun dapat akurat dalam menilai sesuatu yang bersifat sementara atas tingkat kesempatan; pada usia 5 tahun, anak-anak dapat menilai urutan terbelakang dari kegiatan sehari-hari dan urutan terdepan dari titik yang telah ditentukan dalam beberapa hari dan dapat mengevaluasi panjang interval dari kegiatan sehari-hari . Sekitar usia 7, anak-anak juga dapat menilai urutan peristiwa mundur dari beberapa titik acuan.
Anak-anak belajar konsep urutan sementara - seperti sebelum dan sesudah, besok dan kemarin, atau mereka yang hanya membutuhkan bahwa posisi anak dalam dua poin waktu - lebih mudah daripada hubungan kuantitatif sementara. Untuk memahami hubungan kuantitatif sementara, seorang anak harus menyadari bahwa jarak 1:00-2:00 adalah sama dengan jarak
2:00-3:00. Anak-anak yang hanya mengerti urutan mungkin tidak sepenuhnya memahami
bahwa jarak adalah sama. Sambil lalu, ini masalah yang sama dengan ciri kesalahan awal anak dalam menggunakan jarak linier.
Seiring waktu anak mencapai Taman Kanak-kanak, mereka menggunakan istilah- istilah waktu dan jam dalam bercerita. Meskipun, mereka belum diinternalisasi konsep lamanya jarak, seperti jam dan menit, mereka memahami bahwa istilah-istilah ini memiliki makna. Anak pertama memulai dengan kegiatan mengasosiasikan jadwal kelas reguler setiap hari, kemudian mereka mencocokkan jadwal ini dengan waktu yang ada di jam. Selanjutnya, konsep jam, setengah jam, dan seperempat jam dapat berkembang.
Usia 5 tahun mulai mengerti unit sementara waktu - seperti hari, tanggal, dan waktu kalender, dirumuskan pada urutan sementara atau peristiwa yang berurutan – dan dapat menyesuaikan diri pada waktunya, mencocokkan waktu dengan peristiwa eksternal: “itu adalah hari; matahari bersinar, ” atau “itu adalah malam; bintang-bintang berada di luar”. Memahami kalender waktu termasuk kemampuan untuk mengidentifikasi konsep-konsep seperti waktu pertama, terakhir, berikutnya kemudian, lebih cepat, sebelum, dan sesudah. Pada usia 5 tahun, anak-anak dapat mengatakan apa hari itu dan akan menggunakan istilah-istilah umum seperti musim dingin sebelum mereka akan menggunakan istilah umum hari ini, sebelum, atau dalam beberapa hari (Ames, 1946). Anak pertama bisa menanggapi kata waktu; berikutnya, mereka dapat menggunakan kata sendiri; akhirnya, mereka dapat menggunakan kata waktu untuk menjawab pertanyaan dengan benar. Pada usia 6, 7 dan 8, anak-anak dapat mulai menggunakan metode konvensional untuk menyesuaikan diri mereka dalam waktu; jam, jam tangan, dan kalender mulai memiliki beberapa arti.
Pengetahuan tentang konsep waktu anak-anak berkembang mengarah pada gagasan bahwa
anak-anak muda menerima instruksi yang direncanakan dalam waktu - yaitu, ketika pengajaran ini didasarkan pada siklus, berulang, dan kegiatan yang berurutan dari hari dan kehidupan anak. Walaupun tidak patut untuk meminta anak-anak untuk menghafal nama- nama hari atau bulan, untuk memberitahu waktu, atau mempelajari konsep waktu operasional,
hal itu adalah tepat bagi orang dewasa untuk memberi label pada anak-anak dan untuk memastikan rutinitas kehidupan mereka. Dengan mengalami rutinitas, mengukur waktu dan bagian dengan langkah yang berubah-ubah, anak akan mendapatkan konsep-konsep waktu.
2. Perubahan
Dalam banyak hal, studi sejarah adalah studi perubahan. Beberapa perubahan merupakan kemajuan; yang lain tidak. Namun demikian, perubahan bersifat univers al. Tidak peduli di mana kita tinggal atau bagaimana, perubahan akan menjadi bagian dari kehidupan kita (Brophy & Alleman, 2002). Mampu menerima dan beradaptasi dengan perubahan adalah penting untuk hidup. Daripada takut perubahan, anak-anak dapat diajarkan untuk menerima keniscayaan perubahan dan belajar cara untuk beradaptasi dengan perubahan pengalaman mereka.
Sekitar anak dengan kesempatan untuk mengubah pengalaman, lingkungan langsung menawarkan banyak alat belajar. Dari studi lingkungan sekolah, alam dan diri mereka sendiri, anak-anak dapat belajar bahwa (a) perubahan kontinu dan selalu hadir, (b) perubahan
mempengaruhi hidup mereka dengan cara yang berbeda, dan (c) perubahan bisa dicatat dan catatan tersebut dapat membantu orang lain untuk memahami hal-hal yang telah berubah.
C. Orang, Tempat dan Lingkungan
Perencanaan untuk mengajar geografi dimulai dengan studi lingkungan langsung fisik anak- anak dan kemampuan mereka dan kesempatan untuk mengamati, berspekulasi, menganalisis dan mengevaluasi lingkungan. Baik lingkungan dan eksplorasi anak- anak di dalamnya sangat kompleks dan rumit.
Untuk membantu pendidik mengatur anak-anak untuk belajar geografi dalam suatu lingkungan, standar nasional geografi, Geography for Life (Geography Education Standards Project, 1994 dan The National Council for The Sosial Stidies) (1998) mengidentifikasi tema utama dan konsep kunci untuk mempelajari geografi. Percaya bahwa studi geografi adalah lebih dari sekedar tempat geografi.
1. Bumi Tempat Tinggal Kita
“Semua batu telah dibuat oleh tukang bangunan dari bumi dan bumi adalah batu yang terpecah”. “Pegunungan membuat dirinya sehingga kita bisa ski”. Penjelasan tentang sifat bumi diberikan dalam menjawab petanyaan yang diajukan denan Piaget (1965, P. 207), dan mereka menunjukkan anak-anak berpikir tentang sifat bumi. Piaget telah melabel tahap berpikir ini sebagai “artifisialisme”, gagasan bahwa anak- anak memandang benda-benda di bumi untuk mereka gunakan sendiri, dibuat untuk tujuan- tujuan(biasanyamereka).Dandibuatsendiriatauolehoranglain-pegunungan membuat dirinya sendiri, tukang bangunan membuat batu Dalam usaha untuk menentukan dimana anak-anak memperoleh pemikiran sepert ini, Piaget menyarankan pendidikan religius atau pengalaman pendidikan:
Pemikiran artifisial mungkin tidak pernah dipertimbangkan sebelumnya. Atau dapat muncul dari kekuatan orang tua bagi anak-anak, yang tampak seperti dewa bagi anak- anak, menyebabkan anak-anak yakin bahwa orang-orang yang kuat, seperti orang tua mereka, dapat menghancurkan batu untuk menciptakan bumi.
Ingat terus pemikiran anak-anak usia dini, anda dapat membantu anak-anak Membangun konsep yang lebih akurat tentang bumi dengan memberikan pengalaman terstruktur yang langsung dan konkrit dilingkungan mereka. Dalam merencanakan pengalaman penelitian bumi, anda harus bertanya pada diri sendiri, “Apa yang telah anak-anak melalui pengalaman mereka tentang cara bumi berfungsi?” “Apa yang telah mereka pelajari tentang fenomena alam - kekuatan bumi, bagaimana air mengali menuruni bukit, efek pertumbuhan tanaman dan binatang?” Anda dapat menggunakan jawabannya untuk merencanakan pengalaman untuk anak-anak berdasarkan konsep kunci identifikasi geografi, pengetahuan tentang bumi. Kita hidup, dan kita tinggal dibumi. Ide yang sungguh sederhana-kecuali anda adalah anak kecil yang yakin bahwa semua yang bergerak itu hidup dan bahkan beberapa benda yang tidak bergerak, seperti racun, yang dapat membunuh anda, juga hidup (Piaget, 1965). Bagi anak- anak mobil, perahu, awan, sungai dan seluruh benda yang bergerak memiliki nyawa dan kesadaran.
Saat anak-anak menggali lingkungan anda, anda dapat memberikan pertanyaan untuk membantu anak-anak membedakan benda hidup dan benda tidak hidup. Tanyakan pada mereka apakah benda yang mereka mainkan hidup atau tidak hidup. Berdasarkan jawaban mereka, anda dapat memberikan pertanyaan lain atau memberikan saran-saran. Usahakan memperluas pemikiran anak-anak dengan bertanya, “apakah menurutmu ini hidup?” ”kenapa
menurutmu ini hidup?” ”bagaimana kamu tahu?” ”apakah Kamu hidup?” ”benda apalagi yang hidup? ”benda apa yang tidak hidup?”
Setelah melakukan perjalanan, anda dapat menyiapkan meja, papan bulletin, atau diagram benda hidup dan benda tidak hidup. Anak-anak dapat meletakkan benda atau gambar yang mewakili benda-benda yang mereka lihat dalam perkalanan ke diagram yang sesuai.Batu, pasir dan gambar rumah dapat ditempatkan pada bagian benda tidak hidup dan gambar atau bagian tanaman dan pohon dan gambar hewan dan burung dibagian benda hidup.
Anda juga dapat membantu anak-anak membuat bukle benda hidup dan tidak hidup. Anda dapat membantu anak-anak menuju generalisasi bahwa benda hidup memerlukan makanan dan air sementara benda tidak hidup tidak memerlukannya.
Pengalaman lain dapat mendukung konsep bahwa kita hidup dipermukaan bumi. Saat bermain
di luar ruang, anak-anak dapat mengelompokkan benda-benda yang ada dibumi. Anda dapat memperoleh pemahaman tentang proses berfikir mereka, yang diperlukan untuk merencanakan dan menilai proses belajar mengajar.
a. Daratan dan Air
Dengan mengenali lingkungannya, anak-anak dapat mulai mengetahui perbedaan permukaan bumi dan hubungan antara permukaan ini dan bagaimana mereka hidup. Anak-anak perlu waktu untuk bermain, bereksperimen dan mengeksplorasi sifat pasir air dan tanah di dalam dan di luar untuk mempelajari sifat permukaan bumi. Seluruh bahan ini dicampur dengan pasir dan tanah dan bermain dengan Lumpur dan air membantu anak-anak membangun pengetahuan fisik tentang bumi dimana mereka tinggal - pengetahuan yang sangat diperlukan untuk pemikiran formal tentang bumi nantinya. (NRC & IM, 2000)
Eksplorasi anak -anak dengan air pasir dan lumpur dapat membantu merek Mengetahui bahwa bahan-bahan ini mengambil bentuk tempat penampungannya dan mempraktekan ide bahwa jumlah bahan tersebut tetap sama, bahkan saat dimasukkan ke dalam penampung yang berbeda bentuknya. Pada sebuah grafik, anak-anak usia primer dapat menghitung dan mengingat berapa jumlah cangkir pasir, air atau tanah yang dibutuhkan untuk mengisi penampung yang besar Minta mereka menuangkan isi cangkir kedalam penampung lain dan untuk memperkirakan apakah jumlah air tetap sama. Mereka dapat menguji hipotesa mereka dengan bahan tersebut kembali ke kontainer awal.
Ingatlah bahwa pengalaman ini bersifat eksplorasi dan harus konkrit. Konsep abstrak dari sifat tanah dan air seperti evaporasi, haru diajarkan dengan cara konkrit. Walaupun begitu, pemahaman anak-anak mungkin tetap parsial. Peneliti menyarankan bahwa bahkan setelah instruksi yang melibatkan pengalaman langsung anak-anak usia 7-8 tahun yakin bahwa air telah berevaporasi (menguap) dari makanan sebenarnya terserap kedalam makanan. Apalagi, spons dan handuk menyerap air, jadi kenapa makanan tidak. (Landry dan Forman, 1997)
Di sekolah atau lingkungan sekitar, anak-anak dapat menemukan permukaan tanah yang berbeda. Tempat bermain mungkin berumput, atau memiliki daerah berpasir. Anak-anak dapat merasakan permukaan yang berbeda dan pengelompokkan sebagai keras, lunak, kasar atau halus dan mendiskusikan tujuan dan penggunaan masing-masing. Tanyakan, ”kenapa jalan raya keras? Apa yang terjadi jika kamu terjatuh diatasnya?” ”apa kamu pernah terjatuh
di pinggir jalan? Apa yang terjadi?” ”kendarai sepedamu dijalan, dia ats rumput dan kemudian diatas pasir. Dimana yang dengan mudah dikendarai? Kenapa?”.Beberapa
permukaan mungkin dibuat oleh manusia, yang lain secara alami. Anak-anak TK dan usia
Primer mungkin telah mampu mengelompokkan permukaan.
Perjalanan dilakukan di komunitas yang lebih luas memungkinkan anak-anak untuk mengamati bahwa bumi ditutupi juga oleh air selain daratan. Satu kelas tingkat 2 di Boston melakukan perjalanan malam ke tempat wisata danau untuk berenang di danau, mendaki gunung disekellingnya, dan bener-bener mengalami sendiri perbedaan permukaan bumi.
Bahkan dengan melakukan perjalanan, anak-anak tidak mampu benar benar mengenali seluruh permukaan bumi. ”tugas sekolah adalah untuk melengkapi bahan-bahan sumber pelajaran” (Mitchell, 1934). Berbagi pengalaman dengan foto, lukisan atau gambar digital dan bahan rujukan atau audiovisual dapat digunakan untuk membantu anak anak megembangkan kesadaran tentang perbedaan jenis permukaan bumi. Pilih buku rujukan factual dan juga bacaan anak-anak untuk memperluas pengetahuan anak-anak tentang permukaan bumi. Mulailah dengan memilih buku-buku tentang lingkungan dan komunitas anak. Gunakan buku- buku lain untuk membawa anak-anak ketempat yang belum pernah ditangani.
Tergantung pada pengalaman langsung anak dengan tanah dan air dan buku yang mereka telah membaca, mereka dapat melakukan beberapa kegiatan berikut:
• Membuat dua lukisan dinding dengan label ”Di bumi, Di air” dan memasukkan gambar dari hal-hal yang hidup di darat atau di air, ditempatkan dengan benar
• • Mengklasifikasikan gambarkelompok bidang tanah, perbukitan, pegunungan, lembah, padang pasir dan sekelompok gambar permukaan sungai, air terjun, danau, laut dan air. Anak-anak dapat mengurutkan dua kelompok gambar ke dalam kotak yang sesuai label
• Membahas dan menggambar jenis kegiatan yang terjadi di darat dan di air membuat buku kecil atau grafik untuk kelas. Berenang, memancing dan berperahu diklasifikasikan sebagai kegiatan air, berkemah, bermain bola dan kegiatan berkebun diklasifikasikan sebagai kegiatan di darat
b. Merawat Bumi Kita
Hal ini sangat mengkhawatirkan bahwa banyak anak-anak tidak berhubungan dari apa yang kita sebut alam. Kita sendiri adalah bagian dari alam, berevolusi bersama dengan hewan dan tumbuhan lain. Kita sebaiknya memberikan perhatian lebih untuk habitat kita, mengetahui bahwa kehilangan mereka adalah penyebab utama kepunahan spesies (Rivkin, 1995) dan iklim, mengetahui bahwa perubahan iklim merupakan penyebab utama dari pemanasan global.
Setiap individu, dimulai dari anak-anak, harus belajar untuk peduli terhadap tempat tinggal kita dibumi. Setiap orang harus peduli dengan ratai kehidupan, kekayaan akan burung, serangga, rumput dan pohon-pohon dan kondisi udara, air dan tanah.
Berdasarkan beberapa studi, belajar untuk merawat bumi (a) adalah proses yang berkesinambungan (b) terdiri dari berbagai disiplin ilmu (c) harus sesuai usia (d) harus secara langsung berhubungan dengan anak-anak, pengalaman sehari-hari dan (e) harus mencakup konsep dan sikap dan nilai-nilai. Kamu dapat memulainya dengan mendorong anak-anak untuk belajar mengamati lingkungan mereka, memberikan pengalaman yang dapat mengembangkan pemahaman tentang saling ketergantungan, kesadaran estetika, dan kesadaran sosial, seluruh bagian dari pendidikan lingkungan.
D. Identitas dan Perkembangan individu
Pengembangan kompetensi sosial adalah fitur utama dari program preschool dan penelitian menunjukkan pentingnya untuk kesuksesan sekolah nanti. Perbedaan dalam kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain juga bergantung pada kematangan anak- anak. Meskipun kebanyakan 3- 4 tahun- berpindah dari bermain asosiatif pararel ke awal bermain dan dapat mengelola satu teman bermain pada satu waktu, yang lain lebih suka bermain soliter dan belum siap untuk berhubungan dengan orang lain. Pada usia 5 tahun, anak umumnya telah mengembangkan teman khusus dan akan dapat mengunjungi teman mereka sendiri. Oleh anak-anak waktu 6 atau 7, paling paling dapat giliran, bernegosiasi, dan bekerja sama untuk terus akan bermain: dan mereka mulai membentuk kelompok dengan sebaya.
Anak-anak memasuki kelas preschool-primer dengan berbagai perkembangan social dan keterampilan. Para peneliti telah menunjukkan sejumlah teori untuk menjelaskan mengapa anak-anak berbeda dalam kemampuan mereka untuk berhubungan secara efektif dengan orang lain. Diantaranya adalah teori perilaku, teori erikson, dan teori- teori sosial- kognitif saat ini (Bronson, 2000).
a. Identifikasi umum: Nama
Nama populer yang unik. Menggunakan nama-nama anak dalam kelas mendorong apresiasi mereka makna. Bila menggunakan nama seorang anak berkata, “Aku tahu dan menghormati dia.” pendidik dapat mendorong anak-anak tidak hanya saling memanggil dengan nama, tetapi juga menggunakan nama-nama pendidik, sukarelawan dan pembantu. Dengan cara ini, anak- anak belajar bahwa setiap orang adalah orang penting dan bahwa masing-masing berbeda dari yang lain. Mungkin sekali anak-anak didorong untuk belajar nama pertama orang tua mereka. Memahami bahwa ibu dan ayah mereka memiliki nama sendiri untuk membantu anak- anak melihat orangtua mereka sebagai orang-orang di kanan mereka sendiri.
Di kelas Anda dapat melakukan hal berikut:
- Gunakan nama anak-anak berada di jalur dan pengganti nama mereka di cerita puisi, dan permainan.
- Tulis nama anak-anak pada objek yang mereka milik.
- Buat berita dengan menggunakan nama anak-anak: “Susan memiliki sepatu baru coklat.”
- Membeli pad cap dan stempel karet dengan nama anak-anak terdaftar secar a individual pada masing-masing. Anak-anak baru belajar membaca nama merek menikmati prangko.
- Tempat dua tumpukan pada permainan kartu meja untuk anak-anak untu bermain dengan. Anak-anak dapat mengurutkan melalui dan menemukan nam mereka sendiri, semua nama mereka dapat membaca, atau nama yang sama.
- Tergantung pada umur mereka, mereka dapat mengklasifikasikan kartu nam sesuai dengan anak laki-laki, perempuan, teman, atau awal pemilihan akhir.
- Ambil gambar anak-anak dan tingkat mereka pada kartu dengan nama-nama mereka.
Karena anak yang akrab dengan gambar dan nama-nama, nama lemba dipotong. Lalu anak-anak dapat mencocokkan nama dengan gambar.
- Bagaimana papan pesan menggunakan nama anak-anak. Ini mungkin bahwa “kita di
TK. Ada 15 anak-anak” dengan anak-anak potret diri dan nama di bawa ini.
- Buatlah nama buku bergambar. Tempatkan foto setiap anak di halaman Kemudian anak atau penulis nama Anda di bawah foto dan kalimat tentan apa yang dia suka.
dalam kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain juga bergantung pada kematangan anak- anak. Meskipun kebanyakan 3- 4 tahun- berpindah dari bermai asosiatif pararel ke awal bermain dan dapat mengelola satu teman bermain pada satu waktu, yang lain lebih suka bermain soliter dan belum siap untuk berhubunga dengan orang lain. Pada usia 5 tahun, anak
umumnya telah mengembangkan tema khusus dan akan dapat mengunjungi teman mereka sendiri. Oleh anak-anak waktu 6 atau 7, paling paling dapat giliran, bernegosiasi, dan bekerja sama untuk terus akan bermain: dan mereka mulai membentuk kelompok dengan sebaya.
Anak-anak memasuki kelas preschool-primer dengan berbagai perkembangan sosia dan keterampilan. Para peneliti telah menunjukkan sejumlah teori untuk menjelaskan mengapa anak-anak berbeda dalam kemampuan mereka untuk berhubungan secara efektif dengan orang lain. Diantaranya adalah teori perilaku, teori erikson, dan teori teori sosial- kognitif saat
ini (Bronson, 2000).
a. Identifikasi umum: Nama
Nama populer yang unik. Menggunakan nama-nama anak dalam kelas mendorong apresiasi mereka makna. Bila menggunakan nama seorang anak berkata, “Aku tahu dan menghormati dia.” pendidik dapat mendorong anak-anak tidak hanya saling memanggil dengan nama, tetapi juga menggunakan nama-nama pendidik sukarelawan dan pembantu. Dengan cara ini, anak- anak belajar bahwa setiap orang adalah orang penting dan bahwa masing-masing berbeda dari yang lain.
Mungkin sekali anak-anak didorong untuk belajar nama pertama orang tua mereka Memahami bahwa ibu dan ayah mereka memiliki nama sendiri untuk membantu anak- anak melihat orangtua mereka sebagai orang-orang di kanan mereka sendiri. Di kelas Anda dapat melakukan hal berikut:
- Gunakan nama anak-anak berada di jalur dan pengganti nama mereka di cerita, puisi, dan permainan.
- Tulis nama anak-anak pada objek yang mereka milik.
- Buat berita dengan menggunakan nama anak-anak: “Susan memiliki sepatu baru coklat.”
- Membeli pad cap dan stempel karet dengan nama anak-anak terdaftar secara
individual pada masing-masing. Anak-anak baru belajar membaca nama mereka menikmati prangko.
- Tempat dua tumpukan pada permainan kartu meja untuk anak-anak untuk bermain dengan. Anak-anak dapat mengurutkan melalui dan menemukan nama mereka sendiri, semua nama mereka dapat membaca, atau nama yang sama. Tergantung pada umur mereka, mereka dapat mengklasifikasikan kartu nama sesuai dengan anak laki-laki, perempuan, teman, atau awal pemilihan akhir.
- Ambil gambar anak-anak dan tingkat mereka pada kartu dengan nama-nama mereka.
Karena anak yang akrab dengan gambar dan nama-nama, nama lembar dipotong. Lalu anak-anak dapat mencocokkan nama dengan gambar.
- Bagaimana papan pesan menggunakan nama anak-anak. Ini mungkin bahwa “kita di
TK. Ada 15 anak-anak” dengan anak-anak potret diri dan nama di bawah ini.
- Buatlah nama buku bergambar. Tempatkan foto setiap anak di halaman. Kemudian anak atau penulis nama Anda di bawah foto dan kalimat tentang apa yang dia suka.
b. Fisik diri
Anak-anak sebagai makhluk fisik, sikap mereka tentang diri mereka sendiri yang melibatkan tubuh fisik. Bagaimana tubuh bergerak dan berinteraksi, bagaimana mereka berpikir anak- anak menonton, jenis keterampilan tubuh mereka dapat mempengaruhi- semua diri.
Diperkirakan berasal ketika bayi mulai menemukan diri mereka sendiri dan lingkungan mereka dengan melemparkan lengan mereka tentang dan mempelajari apa bagian tubuh mereka dan apa yang tidak. sensasi dingin, kelaparan dan kehangatan semua bekerja sama untuk membantu bayi belajar tentang tubuh dan diri. periode sensorimotor keseluruhan, anak-
anak menggunakan tubuh mereka untuk belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka. Yang terpenting pada diri anak untuk perkembangan harga diri :
• Ambil banyak foto anak untuk buku tempel, papan bulletin atau hadiah
• Menceritakan tentang perbedaan warna kulit. anak-anak akan tertarik untuk
mengeksplorasi apa warna kulit mereka dipanggil! anak-anak dapat diajarkan bahwa mereka memiliki jumlah yang berbeda melanin dalam tubuh mereka
• Menyediakan semua jenis cermin bagi anak-anak untuk menggunakan full-length, tangan, kuningan-dan memberikan anak-anak umpan balik deskriptif karena mereka melihat diri mereka sendiri: “ Anda memiliki mata coklat gelap” “Melihat melewati
• Mencatat tingi dan berat badan anak. kasir kaset atau strip panjang kertas, persis tinggi anak-anak, membantu mereka mengetahui berapa tinggi mereka Pastikan kamu sensitive pada anak yang lebih tinggi atau yang lebih kecil dari yang lain.
• Ukur bagian lain tubuh, seperti tangan, kaki, telinga, jempol dan hidung dengan pengukuran yang sebenarnya seperti tangan dan kaki.
• Buat grafik dengan nama anak pada satu sumbu dan kulit, rambut atau warna mata pada sumbu yang lain.
• Diskusikan perbedaan warna kulit, rambut dan mata. Bermain dengan menekankan bagian tubuh - kepala, lengan, lutut dan jari kaki; Looby Loo: or Simon says.
• Menyediakan peralatan otot besar dan kecil untuk anak-anak untuk memanjat, melalui, naik turun dan memanipulasi dengan jari-jari dan tangan mereka
• Buat bookklet atau bagan pada hal apa yang dapat dilakukan anak. Sebuah booklet kita sebut I can Run dapat dimulai dengan kalimat utama “I Can Run” yang kemudian berfungsi sebagai dasar untuk halaman selanjutnya pada buku tersebut: “I Can Run Quickly; I can run slowly or angrily or happily: dan begitu selanjutnya. Anak dapat mengilustrasikan halaman tersebut. Buku serupa dapat diberi judul I Can Jump atau yang lain.
Bagian terpenting pada fisik diri anak adalah gender. Sebagai anak dewasa, mereka menjadi peduli pada perbedaan seksual. Kepedulian ini sering terlihat jelas dalam diskusi ketika menggunakan kamar mandi atau gambar detail seseorang. Kepercayaan diri dan kepedulian pendidik membahas diskusi dan pertanyaan dengan respect dan siap membantu mengatasi kesalahan-kesalahan konsep ( Chrisman & Counchenour, 2002). Pendidik dan orangtua harus memperharikan kepentingan seksualitas dan hubungan perasaan positif atau negative pada anak tentang dirinya (National PTA, 2002). Orang dewasa yang sedang bekerja dengan anak harus menggunakan nama asli untuk jenis kelamin, berbicara terus terang tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan mendorong anak untuk tetap pada aturan dan perasaan ketika bermain peran.
Sikap orang dewasa terhadap seksualitas penting bagi harga diri anak. Untuk banyak orang dewasa, topik seksualitas menghasilkan rasa bersalah dan kecemasan dan perasaan positif. Orang dewasa yang menduga dalam cara yang lembut bahwa perilaku tertentu itu buruk mungkkin bisa membuat kecemasan atau malu pada anak. Perasaan positif didapatkan dari pendidik yang mengerti dan menerima seksualitas anak.
Sikap gender berkembang ketika masa prasekolah (Gunnar, 2003). Promosi ketidakbiasan dan nilai perhatian gender dan aturan gender membutuhkan anda, seorang pendidik, untuk menguji nilai dan prasang kamu. Perubahan wanita terbentuk dari kepedulian bangsa pada bagian sosialisasi dalam menugaskan kekakuan aturan gender awal dalam kehidupan. Kita dapat membantu anak menjadi peduli pada seksualitas mereka sendiri tanpa menugaskan mereka urutan aturan gender :
• pastikan bahwa blok, mainan kayu dan roda area yang tidak boleh menjadi sentra anak laki-laki dan masak-masakan area sentra anak perempuan
• menghilangkan atau memanggil bersama anak dengan sepatu merah, celana biru, resleting jaket, mata hijau dan lainnya, daripada membagi kelompok dari laki-laki dan perempuan
• melengkapi model laki-laki dan perempuan dalam variasi pkerjaan
• Tanya anak laki-laki untuk membantu membersihkan, memasak, mengelap meja dan melakukan tugas lain sering seperti pekerjaan wanita
• Temukan cerita untuk melukiskan laki-laki dan perempuan dalam variasi pekerjaan tidak ditugaskan dari aturan gender.
• Uji anak ketika meraka membuat statemen seperti ”laki-laki tidak dapat melakukan itu” atau ”itu bukan untuk perempuan” dengan memberikan informasi dan fakta untuk mengoreksi pemikiran mereka.
E. Kekuatan, Kekuasaan, Sipil dan Pemerintahan
Dalam program prasekolah dan primer, anak-anak tidak hanya mempersiapkan diri untuk menjadi anggota masyarakat yang demokratis, tetapi mereka benar-benar warga negara yang demokrasi (Dewey, 1944). Harian, berkontribusi pada penciptaan dan promosi suatu masyarakat yang demokratis dan menerima manfaat dari milik masyarakat ini.
Melalui setiap pengalaman dalam program ini, anak-anak belajar bahwa mereka layak dihargai dan dihormati. Mereka tahu bahwa mereka akan memenuhi kebutuhan individu dan keinginan Anda dan untuk melindungi kebebasan berekspresi, mengejar kebahagiaan dan hak- hak lainnya. Namun, sambil belajar untuk memperluas keprihatinan mereka dan memberikan sebagian dari keegoisan mereka. Sebagai anggota komunitas demokratis, anak-anak mengembangkan rasa kekhawatiran, mengakui bahwa kepentingan mereka tumpang tindih dengan kepentingan orang lain dan kesejahteraan mereka erat terkait dengan kesejahteraan orang lain (Boyle-Baise, 2003). Belajar untuk menyeimbangkan kebutuhan individual dengan kepentingan umum.
Pendidik membangun dan mempertahankan prinsip-prinsip dasar demokrasi di kelas. Cara- cara di mana pendidik menetapkan kontrol, berkaitan dengan masing-masing anak dan interaksi mereka satu sama lain dan mengajar siswa dari semua mengirim pesan yang kuat kepada anak-anak tentang nilai-nilai demokrasi. Meskipun tidak ada cara yang benar atau salah untuk melakukan hal ini pendidik, mengamati kelas demokratis, satu segera menjadi sadar bagaimana pendidik secara aktif mendukung nilai serta martabat sambil melindungi dan mempromosikan kesejahteraan dari total kelompok. Dalam kelompok demokratis, sistematis mengikuti prinsip-prinsip tertentu:
1. Pendidik berbagi kontrol. Jangan memberikan perintah dan mengharapkan anak-anak untuk membuta mengikuti instruksi mereka. Alih-alih hanya menekankan tugas atau kemampuan untuk belajar, pendidik berfokus pada bagaimana anak-anak rasakan, bereaksi dan berinteraksi dengan satu sama lain juga (Bredekamp & Copple, 1997).
2. Anak-anak membuat keputusan. Mampu membuat keputusan yang bijaksana diperlukan peserta dalam masyarakat demokratis (Longstreet, 2003).
3. Disiplin yang tegas dan konsisten, tetapi tidak berbalik dengan kekerasan, paksaan, ancaman atau malu. Sudah datang untuk percaya bahwa aturan otoritas dan yang menjadi berarti baik mengikuti perintah, anak-anak harus berpartisipasi dalam mendefinisikan dan mengikuti aturan dan memulai proses panjang memisahkan niat dari tindakan.
4. 4. Kebebasan berpikir dan berbicara yang dikembangkan. Anak diharapkan memiliki pendapat dan dapat mengekspresikannya. Harapan ini mencangkup bagian dari kurikulum (Greenberg, 1992). daripada memberi anak-anak potongan kertas warna atau pola untuk kegiatan artistik, para pendidik meminta mereka untuk mengekspresikan ide-ide mereka sendiri, pemikiran dan perasaan dalam
menggambar, melukis atau konstruksi. Mereka dibiarkan untuk berdiskusi, menulis dan mengekspresikan apa
yang mereka tahu dan rasakan dalam seni bahasa dan membuat pilihan tentang bagaimana mereka akan belajar matematika dan kemampuan sains. Pendidik taman kanak-kanak, melihat dari kesukaan anak terhadap dinosaurus, mintalah mereka untuk menggambar dinosaurus kesukaan mereka.
5. Anak tidak pernah kewalahan oleh kekuatan orang lain. Pendidik adalah sosok yang kurang kuat di dalam kelas, dan mereka tidak mengizinkan ank-anak untuk mengatur melalui kekuatan pernyataan, kebohongan, atau ancaman.
6. Rasa kemasyarakatan yang dibangun. Ruangan kelas adalah grup dari individual dan pendidik mengembangkan grup ini menjadi sebuah komunitas dengan membantu mereka berbagi tujuan. Meskipun anak kecil dapat mulai merasakan bahwa mereka adalah bagian dari komunitas itu dan berbagi di dalamnya, kelengkapan dari keluarganya, memiliki grup sendiri dari teman, kelas, dan sekolah. Tidak hanya anak yang didukung untuk melihat bagian dirinya yang merupakan bagian dari keseluruhan grup, tetapi bagian kecil grup termasuk ke dalam keseluruhan grup yang dikembangkan (New, 1999a).
7. Pendidik sebagai contoh yang menghormati orang lain (DeRoach, 2001). Pendidik yang memperdulikan dan menghormati setiap anak di dalam grup dan setiap orang dewasa yang bekerja sama dengan anak menjadikan dirinya sebagai contoh untuk anak. Contoh pendidik dan pengaruh kebiasaan hormat akan membuat anak mengetahui bagian jalan terbaik yang masing-masing menghormati dan memperdulikan.
8. Pendidik yang perduli mendapatkan rasa hormat dari anak. Pendidik adalah contoh
kuat untuk anak. Mereka tidak hanya contoh dari rasa hormat, rasa perduli, tetapi mereka menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh anak dan menemukan berbagai cara untuk mencontohkan rasa hormat. Kemampuan untuk bertanggung jawab untuk satu orang dan kepada seluruh partisipasi dalam kesejahteraan grup adalah asset dalam sebuah masyarakat. Tetapi dalam masyarakat demokrasi, ini adalah persyaratan dari anggota masyarakat (Morgan & Sterb, 2001). Standar nasional untuk Masyarakat dan Pemerintah (Pusat dari Pendidikan Kewarganegaraan, 1994) tercantum di dalamnya, akhir dari tingkat 4, anak harus dapat dikembangkan dengan mengikuti kemampuan berpartisipasi :
• Mempengaruhi keputusan dengan bekerja sama dengan yang lainnya
• Kesenangan memperjelas artikulasi dan membuat mereka mengetahui untuk membuat keputusan
• Membangun koalisi, negosiasi, membuat perjanjian dan melihat sensus penduduk
• Mengurus konflik
Kecondongan untuk bekerja demi kebaikan bersama dan berpartisipasi dalam upaya bersama dimulai sejak awal kehidupan. Untuk anak di bawah usia 7 atau 8, partisipasi dimulai ketika mereka memikul tanggung jawab untuk diri mereka sendiri. Ruanga untuk anak usia 3 - 4 tahun tidak hanya diatur untuk memungkinkan tetapi untuk mempromosikan tanggung jawab anak untuk berpakaian sendiri, toilet, dan mencuci. Anak-anak sangat muda ini mungkin mulai untuk memikul tanggung jawab untuk orang lain dan kelompok dengan bergabung
dalam kelompok-kelompok kecil untuk diskusi, kegiatan, cerita, atau lagu. Dengan bantuan orang dewasa, 3 dan 4 tahun dapat berpartisipasi dalam mengatur meja, menyajikan makanan, membersihkan setelah bermain dan bekerja, atau merawat tanaman dan hewan yang menjadi anggota kelompok.
Sebelumnya, anak-anak belajar untuk berpartisipasi dalam memungkinkan anak-anak dengan kebutuhan khusus untuk berfungsi sepenuhnya dalam kelompok (Copple, 2003). Dasar anak- anak berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok lain. Mereka dapat merencanakan bersama dan berbagi tanggung jawab. Dengan berbagi ide, anak-anak di kelas primer dapat memecahkan masalah dan membuat rencana untuk pembelajaran mereka sendiri. Anak-anak yang diberi tanggung jawab bahwa mereka dapat memenuhi dalam kelompok belajar untuk berpartisipasi dalam masyarakat demokratis.
Belajar untuk hidup dan berpartisipasi dalam suatu kelompok berarti mengatur peraturan dan mengikuti mereka (civitas, 2003). Anak-anak harus mengambil bagia dalam membangun aturan di kelas. Mereka dapat berkontribusi dengan aturan dalam mengerjakan kayu, membangun blok, menggunakan kamar mandi dan meja air, dan sebagainya. peraturan lain yang dibuat untuk mereka. Semua harus berpartisipasi dalam latihan kebakaran, dan karena ada sedikit kesempatan bagi mereka untuk berkontribusi pada latihan peraturan, mereka dapat menggunakan kesempatan ini untuk mendiskusikan mengapa penting untuk mengikuti aturan- aturan tertentu, mengapa peraturan dibuat, siapa yang membuat mereka, dan bagaimana mereka dibuat. Anak-anak juga dapat menyadari aturan lain yang mereka harus mengikuti: Undang-undang lalu lintas, aturan untuk naik bus, dan aturan di rumah. Pertanyaan- pertanyaan ini mungkin akan dibahas: “apa yang akan terjadi jika tidak ada orang yang mengikuti aturan” “Apakah anda piker semua orang harus mematuhi peraturan lalu lintas” “kenapa?”
Mengalami peraturan dan mendiskusikan tujuan mereka dapat membantu anak-anak menyadari bahwa peraturan dibuat untuk melindungi mereka dan lain-lain. Anak-anak juga harus menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk mengikuti aturan, untuk membuat aturan yang diperlukan untuk hidup dalam kelompok, untuk mengubah aturan yang tidak berfungsi lama untuk melindungi mereka dan orang lain dan untuk menyesuaikan aturan sesuai dengan perubahan situasi (Nolte, Harris & Harris, 1998). Kelas rapat merupakan cara yang efektif untuk model dan praktek nilai nilai demokrasi dengan cara yang otentik untuk menjelaskan aturan, menyelesaikan konflik interpersonal, dan melakukan pemecahan masalah kolektif (Angell, 2004).
2. Latihan
a) Berikan penjelasan bagaimana anak- anak di belajarkan tentang diri dan perkembangan individu.?
b) Bagaimana membelajarkan anak mengenai budaya dan waktu kepada anak?
c) Bagaimana cara mendampingi dan memfasilitasi anak usia dini belajar sains?
3. Sumber Belajar
Brewer, Jo, Ann. Introduction to Early Childhood Education Preschool Through Grades sixth edition. New York: Pearson Education, Inc, 2007.
Miller, Linda. Exploring Science in Early Childhood. Dalma Learning Publisher George S.
Morrison, The World of Child Development Conception to Adolescence, (London: Delmar
Publisher, 1992), h. 12.
Diane E. Papalia, Sally Wendkos Olds, dan Ruth Duskin Feldman, Human Development, Tenth Edition, (New York: The McGraw-Hill Companies, 2008), h. 12.
Isbell, Rebecca. (1995). The Complete Learning Center Book. Beltsville, Maryland, Gryphon
House, Inc.
Herr, Judy, Yvonne Libby Larson, (2000). Creative Resources for The Early Childhood
Classroom, 3rd Edition, USA: Delmar Thomson Learning. Kostelnik,
Majorie J. and Howe, Donna. (1991). Teaching Young Children Using Themes. USA: Good
Year Books.
Phelp, Pamela C. (2005). Beyond Centers and Circle Time: Scaffolding and Assesing The Play of Young Children. Florida: The Creative Center for Childhood Research and Traning Inc. (CCCRT).
Phelp, Pamela C. (2005). Beyond Cribs Rattles. Playfully Scafolding the Development of Infant and Toddlers. Florida: The Creative Center for Childhood Research and Traning, Inc. (CCCRT).
Wolfgang, Charles H, (1981). Bea Mackender, Mary E. Wolfgang. Growing and Learning through Play. USA: Judy/Instructo.
L. PEMBELAJARAN SENI UNTUK ANAK USIA DINI
1. Uraian Materi
Pembelajaran pada anak usia dini dilakukan melalui kegiatan bermain. Seorang pendidik harus dapat menyiapkan kegiatan bermain anak dengan cara menyiapkan materi (content), dan proses belajar. Salah satu materi (content) pembelajaran yang harus dipersiapkan oleh pendidik adalah seni.
Secara tradisional, seni merupakan bagian penting pada program program pembelajaran anak usia dini. Friedrich Froebel, percaya bahwa anak usia dini harus terlibat dalam proses menciptakan seni mereka sendiri dan menikmati seni orang lain. Menurut Froebel, kegiatan seni yang penting adalah bukan karena membantu pendidik untuk mengenali anak-anak dengan kemampuan yang luar biasa, juga untuk mengembangkan semua aspek perkembangan anak (Froebel, 1826).
Secara alamiah anak sudah memiliki kemampuan seni. Anak usia dini sudah bisa memiliki dan mengembangkan imajinasi. Anak berumur 1 tahun sudah mulai mencoret-coret apa saja.
Ia mulai mempelajari dan menyerap segala yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Setiap benda yang dimainkan, berfungsi sesuai dengan imajinasi si anak.
Menurut Nancy Beal dan Gloria Bley Miller (2003 : 1) Seni merupakan lakon, yang menolong anak-anak untuk memahami dunia mereka. Namun seni melebihi lakon yang akan membuat mereka mengekspresikan pengalaman-pengalaman dan fantasi-fantasi individu dengan cara- cara konkret dan spontan. Seni ”mengundang” anak-anak untu menyentuh dan melakukan eksperimen, mengeksplorasi dan mentransformasi segala hal yang anak-anak jumpai dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan demikian, seni adalah suatu media yang dapat membantu anak usia dini menyampaikan sesuatu (gagasan/ ide, perasaan, keinginan, imajinasi, dan lain-lain) yang tidak mampu mereka ungkapkan melalui kata-kata. Seni merupakan hal yang menyenangkan dan memuaskan untuk anak usia dini. Hal ini memungkinkan mereka untuk belajar banyak ketrampilan, menyataka perasaan diri mereka, menghargai keindahan, dan memiliki kesenangan pada waktu yang sama.
Sasaran Pembelajaran Seni
Seni memiliki peranan penting untuk membantu anak menyampaikan gagasan dan perasaannya. Proses menciptakan sesuatu sebagai bentuk penuangan gagasan atau perasaannya merupakan hal yang paling penting, dibandingkan dengan “hasil” yang mereka ciptakan. Oleh karena itu, seni memiliki sasaran pengembangan di antaranya :
a. Sasaran pengembangan sosial emosional
Melalui pembelajaran seni, anak akan belajar menyatakan dan menyalurkan perasaan atau emosi, menyatakan kekhasan individunya (bangga dan percaya diri dengan keunikan pribadinya), belajar berbagi dan bekerjasama dengan orang lain.
Anak usia dini akan merasakan kepuasan emosional ketika mereka terlibat dalam kegiatan seni. Misalnya membuat pemodelan bentuk tertentu dengan tanah liat, menggambar dengan krayon, atau membuat kolase dari bahan sisa daur ulang. Kepuasan ini berasal dari kebebasan menggunakan alat dan bahan yang mereka gunakan dan otonomi dalam pengambilan keputusan yang mereka buat (Schirrmacher, 1998; Seefeldt, 1993). Memutuskan sendiri apa yang akan mereka buat dan bahan apayang akan mereka gunakan, harus menjadi kesempatan pertama bagi anak dalam membuat pilihan dan membuat keputusan secara independen.
Terlibat dalam kegiatan seni juga membangun harga diri anak dengan memberi mereka kesempatan untuk mengekspresikan apa yang mereka pikirkan dan rasakan (Klein, 1991; Sautter, 1994). Sautter (1994) menyatakan bahwa ketika anak-anak berpartisipasi dalam kegiatan seni dengan teman sekelas, umpan balik yang mereka berikan satu sama lain dalam membangun harga diri adalah dengan membantu mereka belajar menerima kritik dan pujian dari orang lain. Kegiatan seni juga membantu anak-anak berlatih keterampilan sosial yang penting seperti bergiliran, berbagi, dan bernegosiasi dalam penggunaan alat dan bahan untuk kegiatan seni.
b. Sasaran Pengembangan Kognitif
Melalui pembelajaran seni, anak akan belajar meningkatkan kreativitas yang dimilikinya, mengembangkan pemahaman sebab dan akibat, menyatakan bentuk dan obyek (untuk memperkaya kosa kata), memecahkan permasalahan (problem solving) dan mengembangkan keterampilan perencanaan (designing).
Untuk anak usia dini, seni merupakan kegiatan eksplorasi sensorik. Mereka menikmati perasaan bagaimana krayon bergerak di atas kertas dan melihat gumpalan cat berwarna yang menyebar menjadi lebih besar. Kamii dan DeVries (1993) menyarankan bahwa kegiatan mengeksplorasi bahan seni sangat penting karena melalui eksplorasi bahwa anak-anak membangun pengetahuan tentang objek di dunia di sekitar mereka.
Kegiatan seni juga mendukung anak-anak untuk membuat keputusan dan melakukan evaluasi diri. Klein (1991) menggambarkan empat keputusan tesebut, yaitu pertama, mereka memutuskan apa yang akan mereka gambar (orang, pohon, seekor naga). Kedua, mereka memilih media yang akan mereka gunakan, pengaturan objek dalam pekerjaan mereka, dan perspektif orang lain.
Anak-anak memutuskan berikutnya seberapa cepat atau seberapa lambat mereka akan menyelesaikan proyek mereka, dan akhirnya, bagaimana mereka akan mengevaluasi hasil penciptaan mereka. Paling sering, anak-anak mengevaluasi karya seni mereka dengan berpikir tentang apa yang mereka sukai dan apa yang orang lain katakana kepada mereka adalah menyenangkan (Feeney & Moravcik, 1987).
Sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang, keputusan seni anak-anak bergerak mulai dari kegiatan mengeksplorasi dengan indra mereka dan mulai melibatkan penggunaan simbol. Anak-anak mulai “mewakilkan” benda-benda nyata, peristiwa, dan perasaan dalam karya seni mereka. Menggambar, khususnya, menjadi sebuah kegiatan yang memungkinkan mereka untuk melambangkan apa yang mereka ketahui dan rasakan. Ini merupakan sarana yang diperlukan oleh anak-anak dalam mengembangkan kosa kata, baik itu tertulis atau lisan (de la Roche, 1996). Penggunaan simbol awal dalam karya seni sangat penting karena merupakan dasar untuk melambangkan benda dengan kata-kata serta melatih kemampuan menuli permulaan.
c. Sasaran Pengembangan Fisik
Seni juga memberi peluang untuk pengembangan fisik. Ketika anak-anak merobek kertas untuk kolase atau menggunakan gunting untuk memotong, mereka mempergunakan otot kecil. Mereka melakukan gerakan melompat-lompat ketika mendengar dan menyanyikan lagi “kelinci”, saat itu mereka menggunakan otot besar.
Kegiatan seni dapat mengembangkan kontrol otot besar dan kecil bagi anak anak (Koster,
1997). Gerakan lengan diperlukan untuk melukis atau menggambar di kanvas atau di atas kertas besar di lantai. Hal ini akan membangun koordinasi dan kekuatan otot. Gerakan- gerakan kecil dari jari-jari, tangan, dan pergelangan tangan diperlukan untuk menggunakan gunting, bermain dengan tanah liat atau plastisin, atau menggambar atau melukis pada permukaan yang lebih kecil, dapat mengembangkan control dan keterampilan motorik halus. Pengulangan-pengulangan kegiatan tersebut akan menumbuhkan kepercayaan diri dalam penggunaan alat dan bahan untuk kegiata seni, yang nantinya dapat dijadikan bekal untuk kegiatan menulis.
Kegiatan seni juga membantu anak mengembangkan koordinasi mata-tangan (Koster, 1997). Anak usia dini dapat memutuskan bagaimana menata bagian- bagian tertentu menjadi satu dan ditempatkan di posisi mana. Dengan demikian, anak belajar mengkoordinasikan apa yang mereka lihat dengan gerakan tangan dan jari. Koordinasi mata-tangan ini sangat penting untuk melakukan banyak kegiatan, termasuk menulis dan membuat jarak antar huruf dan kata-kata.
Komponen Pembelajaran Seni
Setiap individu sejak dilahirkan telah memiliki potensi untuk menjadi kreatif. Pada anak usia dini, mereka membutuhkan kesempatan untuk mengungkapkan cara pandangnya secara bebas sehingga imajinasi / fantasi yang dipikirkan dapat diekspresikan secara bebas pula, dan inilah yang menjadikan anak menjadi kreatif. Proses kreatif pada anak usia dini, dimunculkan pada kegiatan-kegiatan yang sering dilakukan anak dengan situasi dan kegiatan yang menyenangkan (kegiatan bermain).
Buku Nurturing Early Learners Aesthetic and Creative Expression (dipublikasikan oleh Preschool Unit Ministry of Education, Singapore, 2003) menjelaskan bahwa salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengembangkan potensi kreatif anak, di antaranya adalah melibatkan anak dalam pengalaman seni. Pengalaman seni tersebut dapat berupa kegiatan menari (dance), bermain musik (music), seni dan kerajinan tangan (art and craft) serta bermain drama (theatre or performing art). Pengalaman-pengalaman tersebut menjadikan anak-anak menjadi ekspresif, kreatif dan imajinatif. Keterlibatan tersebut dapat menstimulasi indera mereka dan meningkatkan pembelajaran dan pemikiran mereka. Pengalaman- pengalaman tersebut memberikan kesempatan pada anak untuk: (a) Mengekspresikan ide dan perasaan mereka tentang dunia sekitarnya; (b) Meningkatkan kepercayaan diri dalam
mengkomunikasikan ide dan mengekspresikannya; (c) Banyak akal dan kreatif; (d) Membuat keputusan tentang apa yang mereka inginkan dan bagaimana mendapatkannya; (e) Mengapresiasi sesuatu yang berbeda yang dibuat oleh orang lain.
Dalam hal ini pendidik anak usia dini dapat menggunakan kegiatan seni, dalam semua aspek lingkungan pembelajaran.
Menstimulasi anak untuk mengamati dan mengeksplorasi lingkungan alam dan lingkungan buatan manusia, mengeksplorasi berbagai elemen seni dan musik, mengeksplorasi yang bisa dilakukan oleh tubuhnya dalam ekspresi kreatif. Mengekspresikan dan menunjukkan obyek, ide dan pengalaman menggunakan media seni, alat musik dan pola gerakan. Meningkatkan rasa percaya diri dalam mengekspresikan potensi kreatif mereka. Mengapresiasi dan merespon ragam karya seni dan kerajinan serta ekspresi yang Artistik Adapun komponen pembelajaran seni mencakup (1) menari; (2) bermain musik; (3) bermain drama serta (4) seni
dan kerajinan tangan.
1. Menari
Menari adalah aktivitas menggerakan tubuh untuk mengekspresikan gagasan, merespon musik, dan mencurahkan perasaan. Menari memiliki tujuan untuk mendemonstrasikan suatu ketrampilan motorik (misalnya berlari, melompat, meloncat dan lain-lain), melatih keseimbangan saat bergerak, menempatkan diri dalam peran dan situasi tertentu serta memahami dan mengikuti instruksi.
Menari sebagai salah satu bentuk kegiatan seni, memiliki keragaman jenis, namun tidak semua kegiatan menari sesuai untuk anak usia dini. Menari lebih spesifik dikatakan oleh Stinson sebagai gerakan yang beraturan, signifikan dan dipengaruhi oleh penjiwaan. Tari yang kreatif adalah gerakan yang ditampilkan secara menarik dengan menyesuaikan alunan lagu atau musik.Terlepas dari itu, gerakan tari untuk anak usia dinisebaiknya yang mudah dan tidak terlalu bervariasi, menyenangkan dan dalam kondisi tertentu gerakan tari anak bersifat alami. Gerakan tari pada anak usia dini umumnya bersifat pengulangan dari 5-6 gerakan, dengan ditambah variasi formasi yang sederhana. Hal penting yang perlu diperhatikan oleh pendidik adalah memperhatikan kondisi fisik dan psikologis anak saat ingin menari. Memaksakan atau menekan anak untuk menunjukkan suatu gerakan tari, terlebih harus sempurna, hanya akan membuat kondisi anak menjadi semakin buruk dan tidak mengembangkan kreativitas mereka.
Kegiatan kreatif tari dapat berupa:
- Bergerak bebas mengikuti irama lagu atau instrument
- Bergerak bebas menyesuaikan dengan tempo musik/lagu
- Bergerak dan berhenti
- Menari dengan menggunakan gerakan hewan, tumbuhan, robot, kendaraan, dan sebagainya
- Menari dengan pola yang bervariasi
- Menari dengan gerakan formasi
2. Bermain Musik
Musik adalah kombinasi suara dan atau instrumen untuk mengkreasi melodi danbunyi yang teratur. Musik memiliki tujuan untuk memahami dan mengulang pola, menunjukkan kesadaran akan konsep dan urutan, memahami angka dan hitungan, menyimak dan membedakan suara, memahami instruksi lisan dan lain-lain.
Bermain musik serta mendengarkan musik merupakan salah satu kegiatan yang sangat digemari oleh anak-anak. Hampir setiap anak akan dengan mudah mengikuti kegiatan ini. Sering kita lihat seorang anak yang berhenti sejenak dengan kegiatannya hanya karena ada suara lagu di televisi kemudian ia fokus memperhatikan TV. Ada pula anak-anak yang dengan asyiknya menyanyikan lagu-lagu yang sering ia dengar saat mereka sedang makan, mandi, menjelang tidur, ataupun bermain. Bagi anak, musik dapat menimbulkan rasa kebersamaan serta rasa gembira. Menurut beberapa penelitian, musik sudah dapat distimulasikan sejak anak masih berada dalam kandungan, karena dianggap mampu menstimulasi kerja neuron- neuron pada otak anak. Bagaimanapun, musik akan sangat membantu anak dalam melatih kemampuan menyimak, konsentrasi serta menambah pembendaharaan kosa katanya.
Kegiatan kreatif musik dapat berupa:
- Bernyanyi dengan bermacam ekspresi
- Bersenandung tanpa mengurangi unsur musik: nada, irama dan temponya.
- Membuat beragam yel-yel
- Bermain syair: mengubah syair, mengikuti pola syair (o le, , le, o la..la.., bola..bola. bola)
- Membuat pola tepuk yang variatif (disesuaikan tema ataupun tujuan)
- Bermain jentik jari
- Membuat alat musik ritmis dan alat musik melodis buatan dengan bahan-bahan yang ada di sekitar
- Mengiringi lagu dengan alat musik buatan
- Tebak lagu dengan instrumen atau senandung
- Membuat permainan dengan menggunakan lagu
- Bernyanyi dengan menggunakan jari-jari
- Musik cepat-lambat atau mengubah tempo di mana saja
- Mendengarkan musik sambil menggambar
Contoh kegiatan bermain musik dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan berikut ini :
a. Menyanyikan lagu-lagu anak
Pendidik mengajak anak menyanyikan lagu-lagu yang sesuai dengan tema-tema yang digunakan atau yang dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka. Dalam hal ini pendidik dapat membuat atau mengkreasikan lagu baru ciptaannya sendiri. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan atau tanpa alat musik pengiring.
b. Bermain Tepuk
Kegiatan bermain tepuk merupakan salah satu kegiatan yang juga sangat digemari anak selain bernyanyi. Anak akan dikenalkan berbagai pola tepuk yang disesuaikan dengan tema-tema. Gerak dan ekspresi sangat memberi pengaruh dalam kegiatan ini. Pendidik juga dapat berkreasi membuat berbagai permainan tepuk yang memotivasi, mengenalkan sebuah konsep, atau melatih konsentrasi anak.
c. Tebak nada dan lagu
Dalam kegiatan ini, pendidik dapat melakukannya dengan bantuan alat music ataupun dengan bersenandung tanpa syair. Kemudian anak diminta menebak lagu berdasarkan bunyi solmisasi dari alat musik tersebut atau nada yang dimunculkan dari suara senandung guru.
d. Bermain alat musik buatan
Ada beberapa jenis alat musik yang bisa dipelajari atau dilatihkan kepada anak Alat musik juga ada yang berupa alat musik permanen maupun alat musik buatan di mana bahannya dapat diperoleh di sekitar anak. Agar lebih menarik, alat-alat itu kemudian dihiasi dengan berbagai macam hiasan.
e. Gerak dan Lagu
Secara umum ada dua jenis tarian dalam kegiatan seni itu sendiri. Pertama, kegiatan tari daerah. Kemudian dilanjutkan dengan menari modern. Sebelum anak diajarkan tari, biasanya anak akan diajak bergerak bebas mengikuti irama musik. Kemudian mereka mulai dikenalkan dengan kegiatan gerak tari yang berpola dan menggunakan beberapa formasi.
3. Bermain Drama
Bermain drama adalah mengekspresikan cerita melalui aksi dan dialog. Aksi bias berupa gerakan badan anak yang bisa mengkomunikasikan pesan. Bermain drama memiliki tujuan memahami dan memanage perasaan diri, memahami dan merespon perasaan orang lain, menempatkan diri dalam peran dan situasi tertentu serta mengekspresikan kata-kata.
Seperti halnya kegiatan musik, bermain dramatisasi juga banyak membantu anak dalam membangun ingatan, perbendaharaan kata serta imajinasi. Kegiatan inidapat terbagi menjadi kegiatan bermain peran maupun sosio drama. Pada saat bermain peran, unsur symbolic dan make-believe play sangat terlihat. Anak-anak menyenangi perannya sebagai salah satu atau beberapa tokoh dengan menggunakan berbagai media atau atribut yang ada. Aktivitas ini umumnya lebih disukai oleh anak-anak yang lebih kecil usianya. Sedangkan permainan sosiodrama menunjukkan aktivitas kelompok dengan adanya pembagian peran dan memunculkan banyak dialog. Alur cerita dapat terhenti kapan saja sesuai kesepakatan mereka. Apa yang diperankan atau didramatisasikan oleh anak diilhami dari kejadian dan contoh yang biasa mereka temui dalam kehidupan sehari-hari. Pendidik dapat menambah informasi bagi anak dengan kegiatan fieldtrip, membacakan buku, ataupun berdiskusi tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh mereka.
Kegiatan kreatif dramatisasi dapat berupa:
- Bermain peran sebagai polisi, dokter, seorang ibu, guru, tukang kayu, koki, penyiar, pemain musik, dan sebagainya.
- Menggunakan benda-benda di sekitar sebagai telepon/handphone, mesin kasir, komputer/ laptop, kendaraan, bayi/adiknya, alat masak, binatang, peralatan da perlengkapan profesi seperti suntikan, botol obat, pistol, martil, stetoskop, dan sebagainya.
- Menggunakan balok-balok untuk bermain ‘make-believe’ seperti: suasana perkotaan, kebun binatang, suasana rumah, mall, dan sebagainya.
- Bermain sosio-drama dengan tema keluarga, market/pasar, rumah sakit, perjalanan dengan pesawat atau bus, sekolah, cerita ksatria dan penjahat, dan sebagainya.
4. Seni dan Kerajinan Tangan
Aktivitas ini mengajak anak mengamati, meraba, mencium, menggunakan dan memperlakukan alat dan bahan untuk menghasilkan sesuatu.
Adapun beragam contoh kegiatan seni dan kerajinan tangan di antaranya :
- Menggambar dan mewarnai berbagai bentuk dengan crayon, cat air dan kuas, maupun pensil warna dan spidol
- Finger-painting atau melukis dan menghias gambar dengan jari-jari
- Menggambar dengan kapur kemudian dihias dengan cat air
- Mewarnai dengan pasir warna
- Menggambar di bak pasir dengan jari atau kayu kecil
- Bermain dengan cat minyak untuk menemukan berbagai bentuk
- Menyablon dan menggambar di atas kaus, baju maupun bahan kain
- Brushing/penyemprotan dengan sikat gigi dan cat air
- Membuat berbagai bentuk dengan plastisin
- Kolase atau menempel potongan-potongan kertas, serbuk, serpihan, serabut, kapas, berbagai tekstur, atau benda-benda kecil pada sebuah gambar
- Bermain dengan stiker-stiker kecil
- Menggunting dengan berbagai bentuk
- Membuat stempel dengan berbagai media dan bentuk yang variasi
- Meronce dengan berbagai pola, bentuk dan bahan
- Melipat berbagai bentuk dengan beragam kertas
- Membuat bermacam bentuk dengan stik es cream, lidi atau batang korek api
- Membuat alat permainan, hiasan, maupun ragam kreasi lainnya dengan benda-benda yang sudah tak terpakai.
Berikut ini beberapa contoh kegiatan seni dan kerajinan tangan yang bisa dilakukan
oleh anak usia dini.
Tabel 26. contoh kegiatan seni dan kerajinan tangan yang bisa dilakukan oleh anak usia dini
Nama Karya Cara Membuat Contoh Hasil Karya
Sun Catcher “kupu-
kupu” Potong bentuk kupu-kupu dari
kertas hitam. Bentuk ini harus simetris. Kemudian ajaklah anak menggunakan pembolong kertas untuk menghasilkan bulatan-bulatan kertas untuk
ditempelkan di kedua sisi sayap kupu-kupu. Setelah kering, gantunglah di jendela
Trek Mobil Tuangkan cat tempera beberapa
warna di atas busa (spons tipis). Kemudian ambillah mobil- mobilan yang rodanya memiliki gerigi. Tempelkan ban atau
roda mobil-mobilan pada spons yang telah diberi cat, kemudian jalankan roda mobil-mobilan
di atas kertas untuk membuat aneka macam warna trek mobil.
Ikan Kertas Ambillah sebuah piring
kertas. Dengan bimbingan pendidik, mintalah anak untuk menggunting salah satu sudut piring kertas membentuk segitiga. Kemudian tempelkan guntingan segitiga tersebut pada sisi piring kertas yang lainnya sehingga membentuk “ekor”. Selanjutnya mintalah anak mewarnai ikan tersebut dengan menggunakan kertas kref, atau cat air atau juga bisa dengan menggunakan glitter.
Stempel Balon Tuangkan cat tempera beberapa
warna di atas busa (spons tipis). Kemudian ambillah sebuah balon dan bantulah anak untuk meniupnya, cukup dengan ukuran kecil saja.
Selanjutnya ajaklah anak untuk menempelkan salah satu sisi balon dan cap/stempelkan pada kertas putih.
Gelembung Ceria Tuangkan cairan sabun ke dalam
mangkuk plastik. Bimbinglah anak untuk meniup cairan sabun tersebut sehingga menghasilkan gelembung-gelembung. Kemudian tuangkan pewarna makanan di atas gelembung sabun. Ambil selembar
kertas dan tempelkan di atas gelembung sabun. Selanjutnya keringkan.
Merobek kertas Berikan sebuah kertas putih dan
kertas berwarna lain pada anak. Bimbing anak untuk merobek kertas berwarna menjadi serpihan-serpihan kecil. Ajak anak untuk membuat sesuatu dengan cara menempelkan serpihan-serpihan kertas kecil
di kertas putih. Biarkan anak
berekspresi sesuai dengan imajinasinya.
Lukisan kelereng Ambillah sebuah tutup kaleng
dan lapisi dalamnya dengan sebuah kertas sehingga membentuk tutup kaleng tersebut. Buatlah beberapa adonan cat warna dan celupkan beberapa buah kelereng di dalamnya. Ajak anak untuk mengambil kelereng tersebut (bisa menggunakan tangan atau garpu penjepit). Ajak anak
untuk menggoyang-goyangkan
tutup kaleng tersebut sehingga kelereng bergerak kesana kemari membentuk sebuah
Stempel Tangan Ajak anak untuk melumuri
telapak tangannya dengan cairan pewarna. Akan lebih indah jika beberapa warna. Kemudian minta anak untuk menstempelkan telapak tangannya pada sebuah kertas atau kain. Setelah kering, mintalah anak menambahkan garis atau bentuk tertentu sehingga tercipta gambar yang unik dari hasil stempel tangan tersebut.
Lukisan benang Ajak anak untuk membuat cairan beberapa pewarna.
Kemudian celupkan benang pada cairan pewarna tersebut. Satu buah benang untuk satu cairan pewarna. Minta anak untuk menggoreskan celupan benang tersebut pada kertas putih.
2. Kesimpulan
Seni adalah suatu bagian penting dalam kurikulum anak usia dini. Setiap hari, anak-anak akan menemukan beragam alat dan bahan yang ia jumpai dalam kegiatan sehari-hari, yang menyediakan peluang untuk melakukan aktivitas seni. Melalui kegiatan seni, anak dapat menyatakan perasaan dan gagasan, meningkatkan koordinasi mata dan tangan mereka, mengembangkan ketrampilan otot yang kecil, belajar untuk mengenali warna, ukuran dan bentuk suatu benda serta mengembangkan kreativitas dengan cara mengeksplorasi dan menggunakan alat dan bahan-bahan seni.
3. Latihan
Pikirkanlah sebuah tema kecil. Kemudian buatlah rancangan kegiatan seni yang dapat memberikan pemahaman pada anak tentang tema kecil tersebut. Buatlah rancangan kegiatan seni-nya yang meliputi komponen seni menari, bermain musik, dramatisasi dan kegiatan seni
& kerajinan tangannya.
4.Daftar Pustaka
Dockett, Sue, Marilyn Fleer. (2002). Play and Pedagogy in Early Childhood Education:
Bendin The Rules., Australia: Thomson.
Fox, Jill Englebright & Stacey Berry. (2011). Art in Early Childhood: Curriculum
Connections, Virginia: Virginia Commonwealth University.
Koralek, Derry (ed.). (2004). Spotlight on Young Children and Play, Washington DC: NAEYC.
Mayesky, Mary. (1990). Creative Activities for Young Children. USA: Delmar Publishers
Inc.
Preschool Unit of Ministry of Education, Singapore. (2003). Nurturing Early Learners : Aesthetic and Creative Expression. Singapore : Tien Wah Press Pte. Ltd.
Tegano. (1990). Early Childhood : A Creative Play Model, Second Edition. Manuscript.
Trister Dodge, Dianne, Laura J. Colker, Cate Heroman. (2002). The Creative Curriculum for
Preschool. 4th ed. Washington DC: Teaching Strategies.
Wolfgang, Charles H., dan Mary E. Wolfgang, (1992). School for Young Children: Developmentally Appropriate Practices, Boston: Allyn and Bacon.
M. Pemanfaatan TIK dalam Pembelajaran PAUD
1. Pengantar TIK
TIK atau Teknologi Informasi dan Komunikasi lebih dikenal dengan istiah ICT. ICT adalah kependekan dari Information and Communication Technologies. Jika merujuk pada sejarah kemunculannya, istilah ICT mulai dikenal setelah adanya perpaduan antara teknologi
komputer, baik peramgkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) dengan teknologi komunikasi pada pertengahan abad ke-20. Perpaduan kedua teknologi ini perkembang sangat pesat melampaui bidang teknologi lainnya. Dalam pengertiannya TIK adalah perpaduan antara teknologi informasi dan teknologi komunikasi, akan diuraikan sebagai berikut.
Teknologi Informasi
Teknologi informasi merupakan studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama komputer untuk menyimpan, menganalisis dan mendistribusikan informasi apa saja, termasuk kata-kata, bilangan dan gambar. Lucas (dalam munir, 2008) menyatakan bahwa teknologi informasi adalah segala bentuk teknologi yang diterapkan untuk memproses dan mengirim informasi dalam bentuk elektronik, micro komputer, komputer mainframe, pembaca barcode, perangkat lunak memproses transaksi, perangkat lembar kerja dan peralatan komunikasi dan jaringan merupakan contoh teknologi informasi. Informasi yang disampaikan berupa pesan- pesan elektronik.
b. Teknologi Komunikasi
Teknologi komunikasi merupakan perangkat-perangkat teknologi yang terdiri dari hardware, software, proses dan sistem, yang digunakan untuk membantu proses komunikasi, yang bertujuan agar komunikasi berhasil. Keterkaitan Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi Teknologi Informasi menekankan pada pelaksanaan dan pemrosesan data seperti menangkap, mentransmisikan, menyimpan, mengmbil, memanipulasi atau menampilkan data dengan menggunakan perangkat-perangkat teknologi elektronik terutama komputer. Sedangkan teknologi komunikasi menekankan pada penggunaan perangkat teknologi elektronika dan lebih menekankan pada aspek ketercapaian tujuan dalam proses komunikasi, sehingga data dan informasi yang diolah dengan teknologi informasi harus memenuhi kriteria komunikasi yang efektif. Meskipun secara terpisah masing-masing kata pembentuknya memiliki makna sendiri-sendiri, namun secara konsep pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi tidak terpisahkan, sebagaimana ditulis dalam Wikipedia berikut:
“...TIK adalah payung besar terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Oleh karena itu, teknologi informasi dan teknologi komunikasi adalah dua buah konsep yang tidak terpisahkan.” (id.wikipedia.org, diakses tanggal 19 peb 2012)
Jadi, TIK mengandung pengertian segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, perekayasaan, pengelolaan, dan pemindahan informasi antarmedia
1. Fungsi TIK dalam Pembelajaran PAUD
TIK memiliki tiga fungsi utama dalam pembelajaran, yaitu: 1) Teknologi berfungsi sebagai alat (tools), mengandung pengertian dalam hal ini perangkat teknologi digunakan seba- gai alat bantu dalam proses pembelajaran, misalnya sebagai alat untuk mengolah kata, mengolah angka, membuat grafik, dll. 2) Teknologi berfungsi sebagai ilmu pengetahuan (science), mengandung pengertian bahwa teknologi adalah bagian dari disiplin ilmu yang harus dikuasai peserta didik, misalnya teknologi komputer menjadi jurusan di sekolah atau adanya mata pelajaran TIK di sekolah sehingga menuntut peserta didik untuk menguasai komptensi tertentu dalam TIK. 3) Teknologi sebagai bahan dan alat bantu untuk proses pembelajaran (literacy), mengandung makna bahwa teknologi berfungsi sebagai bahan
pembelajaran sekaligus sebagai alat bantu untuk menguasai kompetensi tertentu melalui bantuan komputer.
Keberadaan TIK tentu tidak pernah terlepas dan segala kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan TIK bisa diartikan sebagai manfaat, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Sebagai peralatan untuk mendukung konstruksi pengetahuan: untuk mewakili gagasan pelajar pemahaman dan kepercayaan, dan untuk organisir produksi, multi media sebagai dasar pengetahuan peserta didik.
b. Sebagai sarana informasi untuk menyelidiki pengetahuan yang mendukung peserta
didik: untuk mengakses informasi yang diperlukan dan untuk perbandingan perspektif, kepercayaan dan pandangan dunia.
c. Sebagai media sosial untuk mendukung pembelajaran: untuk berkolaborasi dengan orang lain dan untuk mendiskusikan, berpendapat serta membangun consensus antara anggota sosial.
d. Sebagai mitra intelektual untuk mendukung pelajar: untuk membantu peserta didik mengartikulasikan dan mempresentasikan apa yang mereka ketahui.
e. Sebagai sarana meningkatkan mutu pendidikan.
f. Sebagai sarana meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran.
g. Sebagai sarana mempermudah mencapai tujuan pendidikan.
Jika mengacu pada tiga fungsi TIK dalam pembelajaran, maka khusus untuk pembela jaran anak usia dini, pendidik dapat menentukan salah satu atau setidaknya dua fungsi, yaitu teknologi sebagai alat (tools) dan/atau sekaligus sebagai bahan untuk stimuasi dalam pencapaian perkembangan tertentu. Namun untuk pemanfaatan TIK dalam PAUD yang layak bagi anak tentu harus mempertimbangkan prinsip dalam penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran bagi anak usia dini, sekalipun dalam praktiknya dapat dikendalikan oleh atau di bawah pengawasan pendidik. Selain itu perangkat TIK yang diguna kan pun disesuaikan dengan memperhatikan perkembangan anak.
Efektif tidaknya pemanfaatan TIK bagi proses tumbuh kembang anak usia dini mutlak menjadi pertimbangan para guru sebelum menentukan untuk memilih jenis perangkat yang tepat. Oleh sebab itu, pemanfaatan TIK dalam pembelajaran perlu dirancang, direncanakan, dilaksanakan, dan selalu dievaluasi dari waktu ke waktu.Agar pamanfaatan TIK dalam pembelajaran PAUD dapat benar-benar optimal dari segi dukungannya pada pelaksanaan fungsi dan tercapainya tujuan dalam rangka menyiapkan generasi bangsa yang cerdas dan ceria, perlu mengoptimalkan kemanfaatannya dan meminimalkan dampak negatifnya. Oleh sebab itu, pemanfaatan TIK perlu dilandasi oleh prinsip. Suwarsih (2011) mengusulkan kerangka pikir dan lima prinsip dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran sebagai berikut.
a. Pemanfaatan TIK dalam pendidikan hendaknya mempertimbangkan karaktersitik peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam keseluruhan pembuatan keputusan TIK.
b. Pemanfaatan TIK hendaknya dirancang untuk memperkuat minat dan motivasi pengguna untuk menggunakannya semata guna meningkatkan dirinya, baik dari segi intelektual, spiritual (rohani), sosial, maupun ragawi.
c. Pemanfaatan TIK hendaknya menumbuhkan kesadaran dan keyakinan akan pentingnya kegiatan berinteraksi langsung dengan manusia (tatap muka), dengan lingkungan sosial-budaya (pertemuan, museum, tempat-tempat bersejarah), dan lingkungan alam (penjelajahan) agar tetap mampu memelihara nilai-nilai sosial dan humaniora (seni dan budaya), dan kecintaan terhadap alam sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
d. Pemanfaatan TIK hendaknya menjaga bahwa kelompok sasaran tetap dapat mengapresiasi teknologi komunikasi yang sederhana dan kegiatan-kegiatan pembelajaran tanpa TIK karena tuntutan penguasaan kompetensi terkait dalam rangka mengembangkan seluruh potensi siswa secara seimbang.
e. Pemanfaatan TIK hendaknya mendorong pengguna untuk menjadi lebih kreatif dan
inovatif sehingga tidak hanya puas menjadi konsumen informasi berbasis TIK.
2. Jenis-jenis TIK yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran pada PAUD
Sebelum menguraikan tentang jenis-jenis Pemanfaatan TIK untuk pembelajaran PAUD, jdapat dibedakan menurut cara penggunaannya, yaitu yang interaktif dan noninteraktif. Berikut ini akan dibahas berbagai perangkat TIK.
a. Audio dan Video Player
Audio dan Video Player adalah perangkat TIK yang paling mudah digunakan. Selain karena kemudahan dalam penggunaannya ketersediaan perangkatnya pun relative lebih mudah ditemukan. Perangkat audio dan video player banyak dijumpai dimasyarakat saat ini. Audio dan Video player, merupakan media pembelajaran yang menggabungkan antara media audio dan media visual, secara terpisah dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Media Audio dan Karakteristiknya
Pembahasan tentang proses pembelajaran dengan menggunakan media audio tidak lepas dari pembahasan aspek pendengaran. Kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk dari pada untuk melakukan komunikasi lainnya. Para ahli berpendapat bahwa 70% dari waktu sadar kita dipakai untuk berkomunikasi, yaitu membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan. Bila masing-masing beraktivitas tersebut di bagi-bagi, hasilnya menunjukkkan bahwa 42% dipakai untuk mendengarkan, 32% untuk bercakap-cakap, 15% untuk membaca, dan 11% untuk menulis. (http://abdiplizz.wordpress.com)
Mendengarkan sesungguhnya suatu proses rumit yang melibatkan empat unsur:
(1) mendengar, (2) memperhatikan, (3) memahami, dan kemudian (4) mengingat. Jadi definisi mendengarkan adalah ”proses selektif untuk memperhatikan, mendengar, memahami, dan mengingat”.
2) Media Video/Visual dan Karaktersitiknya
Media visual adalah media yang melibatkan indra penglihatan. Terdapat dua jenis pesan yang dimuat dalam media visual, yakni pesan verbal dan nonverbal. Pesan verbal-visual terdiri atas kata-kata dalam bentuk tulisan dan pesan non verbal-visual adalah pesan yang dituangkan ke dalam simbol-simbol nonverbal visual. Secara garis besar unsur-unsur yang terdapat pada media visual terdiri atas garis, bentuk, warna, dan tekstur.
b. Komputer
Komputer adalah salah satu perangkat TIK yang sudah banyak dimanfaatkan ke beradaaannya dalam proses pembelajaran. Berbagai jenis komputer pabrikan dapat menjadi pilihan sesuai kemampuan masing-masing. Kendala utama biasanya adalah dalam pengadaan perangkat ini. Sebelum lebih jauh bagaimana Guru PAUD dapat memanfaatkan perangkat ini, terlebih dahulu akan dibahas secara singkat mengenai peran komputer dalam perkembangan kecerdasan manusia.
Komputer adalah produk kecerdasan manusia, tetapi komputer dapat pula mempengaruhi kecerdasan manusia. Penelitian tentang pengaruh komputer terhadap perkembangan intelegensi telah banyak dilakukan oleh para pakar. Hasilnya antara lain menunjukkan bahwa
penggunaan komputer secara benar secara timbal balik akan mempengaruhi kecerdasan. Jika dilengkapi dengan aplikasi-aplikasi, computer mampu memenuhi rasa ingin tahu manusia. Di samping itu, kecepatan, kecermatan, keterkinian informasi dapat diperoleh melalui sistem jaringan komputer, sehingga memberikan pengayaan fungsi otak penggunanya.
Riset yang dilakukan terhadap pengaruh komputer terhadap perkembangan intelegensi diperoleh pengaruh yang positif dari keduanya. Hal tersebut karena ”kerjasama” antara komputer-otak dan intelegensi yang satu dengan lainnya mendorong manusia untuk makin memenuhi rasa ingin tahunya, yang merupakan sifat khas manusia Komputer dengan jaringannya dalam kehidupan kini tidak terpisahkan dari berbagai kepentingan untuk memperoleh informasi yang cepat, cermat, lengkap, dan aktual. Dengan demikian tidak salah jika penggunaan komputer dengan program yang sesuai umur anak-anak dapat dilakukan oleh para Guru.
Dalam materi ini tidak akan dijelaskan secara detil cara mengoprasikan komputer, tetapi penyusun menyarankan sebaiknya Guru berinisiatif untuk menggunakan sumber lain dalam belajar tata cara mengoperasikan komputer. Bahan ajar ini akan memberikan panduan bagaimana guru dapat menetapkan tema dan materi bermain anak untuk selanjutnya memilih aplikasi yang tepat dan sesuai untuk disampaikan dengan menggunakan komputer.
Penting juag dicatat oleh para Guru PAUD bahwa berbagai aplikasi khusus dalam bentuk permainan untuk anak sudah dirancang, diproduksi dan dipasarkan oleh pihak lain, yang dapat dimanfaatkan oleh para Guru.
C.Internet
Manfaat internet dalam dunia pendidikan tidak diragukan lagi dengan tersedianya informasi dalam berbagai bidang dalam jumlah yang melimpah. Kekayaan akan informasi yang sekarang tersedia di internet harus benar-benar dimanfaatkan oleh para penentu kebijakan dalam pendidikan, baik oleh kepala sekolah, guru maupun staf administrasi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam kaitannya dengan kelebihan internet bagi guru, Rekdale mengemukakan bahwa internet sangat potensial untuk mendukung pengembangan profesional guru karena internet menawarkan beberapa kesempatan untuk diraih, yakni (a) meningkatkan pengetahuan; (b) berbagi sumber di antara rekan sejawat; (c) bekerjasama dengan guru-guru dari luar negeri;
(d) kesempatan untuk menerbitkan/mengumumkan gagasan yang dimiliki secara online; (e)
mengatur komunikasi secara teratur; dan (f) berparti sipasi dalam forum dengan rekan sejawat baik lokal maupun internasional (Rekdale dalam Nurdin Noni, makalah, 2011).
Dalam kaitannya dengan sumber bahan mengajar, guru dapat (a) mengakses rencan belajjar mengajar & metodologi baru, (b) memperoleh bahan baku & bahan jadi yang cocok untuk segala bidang pelajaran, dan (c) mengumumkan dan berbagi sumber.
Untuk peserta didik, internet menawarkan kesempatan untuk belajar sendiri secara cepat untuk (a) meningkatkan pengetahuan (b) belajar berinteraktif, dan (c) mengem bangkan kemampuan di bidang penelitian. Selain itu, internet juga menawarkan kesempatan untuk memperkaya diri dengan meningkatkan komunikasi dengan pesert didik lain dan meningkatkan kepekaan akan permasalahan yang ada di seluruh dunia Manfaat internet dalam dunia pendidikan tidak diragukan lagi dengan tersedianya informasi dalam berbagai bidang dalam jumlah yang melimpah. Kekayaan akan informas yang sekarang tersedia di internet
harus benar-benar dimanfaatkan oleh para penentu kebijakan dalam pendidikan, baik oleh kepala sekolah, guru maupun staf administrasi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam kaitannya dengan kelebihan internet bagi guru, Rekdale mengemukakan bahwa internet sangat potensial untuk mendukung pengembangan profesional guru karena internet menawarkan beberapa kesempatan untuk diraih, yakni (a) meningkatkan pengetahuan; (b) berbagi sumber di antara rekan sejawat; (c) bekerjasama dengan guru-guru dari luar negeri;
(d) kesempatan untuk menerbitkan/mengumumkan gagasan yang dimiliki secara online; (e) mengatur komunikasi secara teratur; dan (f) berparti- sipasi dalam forum dengan rekan sejawat baik lokal maupun internasional (Rekdale dalam Nurdin Noni, makalah, 2011).
Dalam kaitannya dengan sumber bahan mengajar, guru dapat (a) mengakses rencana belajar mengajar & metodologi baru, (b) memperoleh bahan baku & baan jadi yang cocok untuk segala bidang pelajaran, dan (c) mengumumkan dan berbagi sumber.
Untuk peserta didik, internet menawarkan kesempatan untuk belajar sendiri secar cepat untuk
(a) meningkatkan pengetahuan (b) belajar berinteraktif, dan (c) mengembangkan kemampuan
di bidang penelitian. Selain itu, internet juga menawarkan kesempatan untuk memperkaya diri dengan meningkatkan komunikasi dengan peserta didik lain dan meningkatkan kepekaan akan permasalahan yang ada di seluruh dunia
N. Pemanfaatan Dan Pemilihan Media Pembelajaran
1. Tujuan Pembelajaran
Standar Kompetensi Peserta PLPG mampu membuat perangkat pembelajaran dari mata pelajaran yang diampunya.
Kompetensi Dasar
Peserta di PLPG mampu mengembangkan media pembelajaran dari mata pelajaran yang diampunya.
Indikator Peserta PLPG mampu
a. Memilih media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
b. Memanfaatkan media yang telah dipilih untuk keperluan pembelajarannya.
2. Uraian Materi
Media pembelajaran dalam teknologi pendidikan merupakan bagian dari sumber belajar yang digolongkan kedalam bahan dan alat. Media pembelajaran merupakan saluran komunikasi untuk menyampaikan pesan dari sumber peran kepada penerima peran. Dalam hal ini dapat dicontohkan guru sebagai sumber pesan menyampaikan materi pembelajaran (peran) dengan media power point kepada penerima pesan (siswa). Kedudukan media dari contoh tersebut diilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 55. Kedudukan Media
Berdasarkan ilustrasi tersebut, media merupakan saluran komunikasi pembelajaran. Media pembelajaran menurut Yusufhadi Miarso (2004, h. 458=460) didefinisikan segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan, serta dapat merangsang pikiran perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang di sengaja, bertujuan dan terkendali. Sedangkan kegunaan dari media pembelajaran (Yisifhadi Miarso, 2004, h. 458-460) adalah:
a. Memberikan rangsangan kepada otak siswa sehingga otak siswa dapat berfungsi
optimal.
b. Mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa.
c. Melampaui batas ruang kelas.
d. Memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lingkungannya.
e. Menghasilkan keseragaman pengamatan
f. Membangkitkan keinginan dan minat baru.
g. Membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar
h. Memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari sesuatu yang konkrit maupun abstrak.
i. Media memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, pada tempat dan waktu serta kecepatan yang ditentukan sendiri.
j. Meningkatkan kemampuan keterbatasan baru.
k. Meningkatkan efek sosialisasi (kesadaran) akan dunia sekitar)
l. Meningkatkan kemampuan ekspresi dan siswa.
Berdasarkan definisi dan kegunaan media pembelajaran di atas, maka guru di dalam perangkat pembelajarannya selain silabus, RPP, bahan ajar juga dilengkapi dengan media pembelajaran. Media pembelajaran dapat dirancang sendiri oleh guru atau memanfaatkan dari media yang telah tersedia.
Perangkat pembelajaran media pembelajaran merupakan sub sistem dari system pembelajaran
di kelas yang Anda bina. Jika sub sistem media tidak disediakan maka akan terdapat kesenjangan dalam mencapai tujuan pembelajaran seperti perbedaan persepsi terhadap materi pembelajaran. Dampaknya hasil belajar siswa tidak optimal.
Media pembelajaran dapat dipilih oleh guru sesuai dengan tujuan pembelajaran dan dapat dimanfaatkan di dalam kelas atau di luar kelas sesuai kegiatan belajar yang akan dilakukan siswa.
a. Pemilihan Media Pembelajaran
Media pembelajaran pada perkembangan sekarang ini sangat beragam. Ada media penyaji, media objek dan media interaktif. Media penyaji yaitu media yang mampu menyajikan informasi. Misal gambar, poster, foto (yang digunakan sebagai alat peraga), transparansi, radio, telepon, film, video, televisi, multimedia (kit). Media objek yaitu media yang mengandung informasi seperti realia, replika, modul, benda tiruan. Media interaktif yaitu media yang memungkinkan untuk berinteraksi selama mengikuti pembelajaran. Misal scrabble, puzzle, simulator, laboratorium, atau komputer.
Jika guru dihadapkan pada pilihan media yang banyak sekali, maka guru perlu mempelajari klasifikasi media yang memberikan ciri kemampuan media seperti table berikut.
Tabel 32. Pemilihan media menurut tujuan belajar, menurut Allen
Klasifikasi media ini penting dipertimbangkan karena tidak ada satu jenis media yang terbaik untuk mencapai satu tujuan pembelajaran. Oleh karena itu masing-masing media memiliki kelebihan dan kekurangan. Antara satu media dengan media lainnya saling melengkapi.
Selain taksonomi media pembelajaran yang harus diperhatikan oleh guru, criteria dalam memilih media juga harus diperhatikan. Kriteria tersebut adalah:
1) Sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2) Tepat untuk mendukung materi pembelajaran
3) Praktis, luwes dan tahan lama
4) Guru terampil menggunakannya
5) Jumlah peserta didik
6) Mutu teknis media pembelajaran seperti ketersediaan energi listrik, cahaya di dalam ruangan.
Guru diharapkan tidak memilih media karena suka dengan media tersebut. D I samping itu, diharapkan juga tidak langsung terbujuk oleh ketersediaan beragam media canggih yang sudah semakin pesat berkembang saat ini seperti komputer. Yang perlu diingat, media yang dipilih adalah untuk digunakan oleh peserta didik kita dalam proses belajar Jadi, pilihlah media yang dibutuhkan untuk menyampaikan topik mata pelajaran, yang memudahkan peserta didik belajar, serta yang menarik dan disukai peserta didik.
Menurut Bates (1995), pemilihan media berbasis teknologi komputer antara lai akses, biaya, pertimbangan pedagogis, interaktivitas dan kemudahan penggunaan, pertimbangan organisasi, kebaruan (novelty), dan kecepatan. Pertimbangan mengenai akses pada dasarnya mempertanyakan sejauh mana peserta didik memiliki akses terhadap media yang akan digunakan dalam mempelajari paket bahan ajarnya? Pertimbangan biaya berlaku bagi sekolah maupun peserta didik, yaitu seberapa mahal/ murah media yang dipilih untuk digunakan oleh sekolah dan peserta didik sebagai paket bahan ajar (biaya produksi atau pengadaan oleh sekolah, biaya akses dan daya beli untuk peserta didik). Pertimbangan pedagogis merupakan pertimbangan yang berkenaan dengan tujuan pembelajaran serta karakteristik materi keilmuan yang akan disampaikan dan dipelajari peserta didik. Pertimbangan interaktivitas dan kemudahan penggunaan pada dasarnya mempertanyakan sejauh mana media yang dipilih dapat memfasilitasi interaksi yang diperlukan dalam pembelajaran, dan sejauh mana media tersebut mempermudah peserta didik dalam belajar? Pertimbanganmengenai organisasi
merupakan pertimbangan manajerial meliputi pengelolaan media dalam proses pembelajaran, dan pasca proses pembelajaran (penyimpanan, dll). Pertimbangan novelty berkenaan dengan tingkat kebaruan suatu media sehingga seringkali menimbulkan antusiasme berlebihan dan atau kesukaran beradaptasi serta siklus hidup suatu media. Pertimbangan tentang kecepatan suatu media berkenaan dengan kemampuan suatu media menyampaikan informasi secara cepat dan tepat (timeliness) kepada didik.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri melainkan saling berinteraksi satu sama lain untuk mendapatkan media yang terbaik, sehingga dapat membantu proses belajar peserta didik secara optimal. Oleh karena itu, ragam media yang digunakan harus dipilih berdasarkan pertimbangan yang bijaksana.
Ragam media (Cecep Kustandi, 2010) dapat dipilih meliputi:
1) Media cetak
a. Buku-buku atau buku pelajaran yang sudah beredar di toko buku, atau buku pelajaran yang khusus ditulis dan kembangkan sendiri.
b. Panduan belajar bagi peserta didik khusus di kembangkan untuk mendampingi buku pelajaran.
c. Kliping koran/majalah/artikel/tulisan lepas tentang mata pelajaran yang di susun sendiri.
d. Poster, peta, label, gambar-gambar cetak, foto, grafik, formulir, brosur, pamphlet, yang diperlukan untuk memperjelas konsep/teori/prinsip/prosedur yang disajikan dalam bahan ajar.
e. Lembar kegiatan peseta didik khusus dikembangkan untuk memandu peserta didik melakukan latihan, tugas, praktek, praktikum, dan digunakan untuk melengkapi buku pelajaran.
2) Media audio/visual
a. Kaset audio/CD audio
b. Siaran radio (radio broadcasts)
c. Slide (film bingkai)
d. Film
e. Kaset video/CD video
f. Tayangan TV (TV broadcasts)
g. Video interaktif
h. Pembelajaran berbantuan komputer (simulasi, Computer Assisted Instruction)
3) Media Praktek/Demonstrasi
a. Flora atau fauna asli yang ada di sekitar sekolah Model atau realita
b. Laboratorium dan peralatannya
c. Alat atau model yang dibuat instruktur bersama peserta didik dari material atau barang bekas yang tersedia di sekitar sekolah
d. Alat atau model yang tersedia di toko (alat-alat musik, dll)
e. Laboratorium alam (hutan atau kebun buatan, kebun raya, sawah, kolam, kandang ternak, dll).
f. Laboratorium yang ada di sentra industri pabrik, atau perusahaan Herbarium buatan peserta didik.
g. Pasar
h. Museum
4) Media lainnya
a. game atau perangkat permainan yang dijual di toko, seperti scrabbles untuk mengajarkan vocabulary bahasa Inggris, kartu tambah-kurang kali-bagi, flashcard, perma
AECT (Association for Educational Communication and Technology) mengungkapkan Pendapat serupadimana fungsi pemanfaatan adalah mengusahakan agar pembelajar dapat berinteraksi dengan sumber belajar atau komponen pembelajaran. Fungsi ini penting karena memperjelas hubungan pemelajar dengan bahan dan system pembelajaran (Yusufhadi Miarso,
1986, h. 194).
Fungsi pemanfaatan merupakan fungsi yang cukup penting karena memperjelas hubungan pemelajar dan sistem pembelajaran. Pemelajar akan menggunakan suatu sumber belajar jika
ia mengetahui bahwa dengan menggunakan sumber belajar tersebut ia akan memperoleh keuntungan dalam proses pembelajarannya.
Menurut Sadiman dkk (1993, h. 189-190) ada dua pola dalam memanfaatkan media yaitu:
1) Pemanfaatan media dalam situasi kelas, yaitu dimana pemanfaatannya dipadukan dengan proses pembelajaran di situasi kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
2) Pemanfaatan media di luar kelas situasi kelas, pemanfaatan ini dibagi menjadi dua kelompok utama.
a) pemanfaatan secara bebas, ialah media digunakan sesuai kebutuhan masing-masing, biasanya digunakan secara perorangan. Dalam pemanfaatan secara bebas, kontrol atau kendali berada pada individual, dimana penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhannya.
b) Pemanfaatan secara terkontrol, ialah bahwa media itu digunakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang diatur untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Supaya media dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien, ada tiga langkah dalam menggunakannya, yaitu:
a) Persiapan sebelum menggunakan media
Sebelum menggunakan media, persiapan yang dilakukan dapat berupa Mempelajari petunjuk penggunaan, mempersiapkan peralatan, serta menetapkan tujuan yang akan dicapai.
b) Kegiatan selama menggunakan media
Kegiatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis media yang digunakan.
c) Kegiatan tindak lanjut
Tindak lanjut dilakukan untuk menjajagi apakah tujuan telah tercapai dan untuk memantapkan pemahaman terhadap materi instruksional yang disampaikan melalui media bersangkutan.
Prosedur pemanfaatan tersebut dapat diterapkan oleh guru sesuai dengan pola pemanfaatan.
Sebagai contoh, perhatikan ilustrasi berikut ini.
1. Tahap persiapan
a. Kepala sekolah menentukan tujuan penggunaan media pembelajaran, missal untuk menjelaskan konsep pembelajaran kuantum, dengan sasaran guru di sekolah.
b. Kepala sekolah menyiapkan penggandaan media power point yang telah disusun (misal power point terlampir).
c. Kepala sekolah memeriksa, ruangan, alat, listrik sebelum pelaksanaan pelatihan.
2. Tahap pelaksanaan
a. Kepala sekolah menyajikan sesuai dengan metode dan waktu tersedia
b. Kepala sekolah meminta peran serta peserta pelatihan sesuai dengan prosedur pembelajaran.
3. Tindak lanjut
a. Guru sebagai peserta pelatihan diminta mempraktekkan. b. Kepala sekolah memberikan umpan balik.
Contoh:
1. Penyajian media power point. Pada saat penjelasan materi, kepala sekolah tidak boleh membaca pada laptop tetapi menggunakan pen pointer yang ditunjukkan pada layar.
2. Materi tidak dibaca tetapi dijelaskan dengan ilustrasi . Tetap menjaga kontak mata antara
kepala sekolah dengan guru pada saat penyajian.
Guru dalam merancang media pembelajaran flipchart, harus memperhatikan jumlah peserta didik, biaya, ukuran tulisan, ukuran gambar, warna dan lain-lain.
Untuk menghemat biaya dapat digunakan bagian belakang kalender yang sudah tidak dimanfaatkan (ukuran 60 x 40 cm).
b. Pemanfaatan Media Pembelajaran
Pemanfaatan media pembelajaran identik dengan penggunaan media pembelajaran. Menurut Heinich (1983), pemanfaatan merupakan satu komponen dari model sistem pembelajarannya yang disebut utilisasi. Utilisasi (pemanfaatan) merupakan satu tugas pembelajaran (guru) dalam membantu mempermudah siswa belajar.
Seels dan Richey (2002, h. 50) dalam buku Teknologi Pembelajaran mendefinisikan pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Berdasarkan definisi tersebut, maka pemanfaatan merupakan aktivitas
menggunakan serangkaian operasi atau kegiatan yang diarahkan pada suatu hasil belajar dan segala sesuatu yang mendukung terjadinya belajar (seperti: system pelayanan, bahan pembelajaran dan lingkungan).
b) Kegiatan selama menggunakan media
Kegiatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis media yang digunakan.
c) Kegiatan tindak lanjut
Tindak lanjut dilakukan untuk menjajagi apakah tujuan telah tercapai dan untuk memantapkan pemahaman terhadap materi instruksional yang disampaikan melalui media bersangkutan.
Prosedur pemanfaatan tersebut dapat diterapkan oleh guru sesuai dengan pola pemanfaatan.
Sebagai contoh, perhatikan ilustrasi berikut ini.
1. Tahap persiapan
a. Kepala sekolah menentukan tujuan penggunaan media pembelajaran, missal untuk menjelaskan konsep pembelajaran kuantum, dengan sasaran guru di sekolah.
b. Kepala sekolah menyiapkan penggandaan media power point yang telah disusun (misal power point terlampir).
c. Kepala sekolah memeriksa, ruangan, alat, listrik sebelum pelaksanaan pelatihan.
2. Tahap pelaksanaan
a. Kepala sekolah menyajikan sesuai dengan metode dan waktu tersedia
b. Kepala sekolah meminta peran serta peserta pelatihan sesuai dengan prosedur pembelajaran.
3. Tindak lanjut
a. Guru sebagai peserta pelatihan diminta mempraktekkan. b. Kepala sekolah memberikan umpan balik.
Contoh:
1. Penyajian media power point. Pada saat penjelasan materi, kepala sekolah tidak boleh membaca pada laptop tetapi menggunakan pen pointer yang ditunjukkan pada layar.
2. Materi tidak dibaca tetapi dijelaskan dengan ilustrasi . Tetap menjaga kontak mata antara
kepala sekolah dengan guru pada saat penyajian
Contoh lain agar pemanfaatan siaran langsung pendidikan di sekolah mengikuti langkah- langkah sebagai berikut, yaitu. persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut.
a. Persiapan sebelum menggunakan media
Supaya penggunaan media dapat berjalan dengan baik, perlu dibuat persiapan yang baik pula. Terlebih dahulu guru dan siswa mempelajari buku petunjuk yang telah disediakan. Bila pada petunjuk disarankan untuk membaca buku atau bahan belajar lain yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, sebaiknya hal tersebut dilakukan karena akan memudahkan para pengguna dalam belajar menggunakan media. Peralatan yang diperlukan untuk menggunakan media itu juga perlu disiapkan sebelumnya, sehingga pada saat menggunakannya nanti, tidak akan terganggu pada hal-hal yang mengurangi kelancaran penggunaan media itu.
b. Pelaksanaan selama menggunakan media
Dalam penggunaan media hal yang perlu diperhatikan adalah suasana ketenangan. Gangguan-gangguan yang dapat mengganggu perhatian dan konsentrasi harus dihindarkan. Bila kita menulis atau membuat gambar atau membuat catatan singkat, usahakan hal tersebut tidak mengganggu konsentrasi. Jangan sampai perhatian banyak tercurah pada apa yang tertulis sehingga tidak dapat memperhatikan sajian media yang sedang berjalan.
c. Kegiatan tindak lanjut
Maksud kegiatan tindak lanjut adalah untuk melihat apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai untuk memantapkan pemahaman terhadap materi pelajaran yang disampaikan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memberikan soal tes yang akan dikerjakan dengan segera sebelum siswa lupa isi materi itu.
Contoh
Gambar 57. Kegiatan tindak lanjut
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam memanfaatkan media pembelajaran adalah kebutuhan siswa. Jika siswa berkebutuhan khusus (misal tuna netra) maka guru mempersiapkan media pembelajaran audio karena gaya belajar cenderung auditif.
Siswa diberitahukan untuk terlibat atau berpartisipasi aktif dengan media pembelajaran. Guru perlu memberikan umpan balik dan penguatan agar pembelajaran bermakna.
d. Merancang Kegiatan Pembelajaran PAUD berbasis TIK
Pemanfaatan TIK pada Pembelajaran Anak Usia Dini sesuai Tingkatan Perkembangan
Teknologi bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, memiliki sisi positif dan negatif. Untuk itu implementasinya pun akan berbeda pada setiap usia perkembangan anak. Pemanfaatan TIK pada pembelajaran anak usia dini membawa beberapa konsekuensi yang harus menjadi perhatian guru dan pengelola. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1) Beraktivitas dengan perangkat TIK, harus siap dengan hal-hal yang tidak terduga. Perlu persiapan yang matang sehingga pada saat pelaksanaannya, dapat dihindari hal-hal tak terduga yang dapat mengakibatkan tidak efektifnya waktu bermain anak. Jika perangkat tidak dipersiapkan dengan baik dan diperiksa sebelum digunakan, kemungkinan “kaset kusut” bisa terjadi dan ini akan menghambat prose pembelajaran.
2) Perlu antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kaset kusut. Guru harus
mengantisipasinya dengan menyiapkan rencana cadangan jika terjadi kaset kusut, atau komputer error.
Berikut adalah contoh pemanfaatan teknologi untuk pembelajaran pada anak usia 5 – 6 tahun: Pada usia ini, pemanfaatan TIK sudah bisa dilakukan lebih meningkat. Bahkan bila memungkinkan guru sudah dapat memperkenalkan kepada anak tentang perangkat TIK, misalnya pengenalan perangkat keras (hardware) yang bisa dilihat dan dipegang langsung oleh anak, misalnya: CPU, monitor, mouse, keyboard dan printer.
3. Rangkuman
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan materi pembelajaran. Tiap jenis media memiliki kegunaan masing-masing dengan karakteristik media.
Pemilihan media pembelajaran didasarkan beberapa kriteria seperti, tujuan
pembelajaran, peserta didik, kemampuan media, dan lain-lain.
Media pembelajaran yang akan digunakan dalam sistem pembelajaran dengan pola kurikulum – guru – media – siswa dikategorikan media yang dirancang dan media jadi.
Pemanfaatan media pembelajaran melalui tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan
tahap
tindak lanjut.
4. Latihan
1. Jika Anda akan membelajarkan peserta didik tentang sikap saling tolong menolong, media
pembelajaran apa yang Anda akan pilih? Tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat menunjukkan rasa empati kepada orang lain.
2. Bagaimanakah cara Anda memilih dan memanfaatkan media pembelajaran? Jelaskan dan beri contoh.
Petunjuk jawaban latihan
1. a. Media pembelajaran film karena film dapat menyentuh emosi siswa.
b. Film pembelajaran harus dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran.
c. Film pembelajaran yang telah tersedia dipilih dari katalog yang ada apakah meminjam dari Pustekkom DepDikNas atau mencari di pasaran.
d. Sebelum dimanfaatkan film dicoba terlebih dahulu agar dapat terjaga kualitas perannya.
2. Tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap tindak lanjut. Penjelasan sesuai dengan contoh.
5. Tes Formatif 3
1. Media pembelajaran dalam sistem komunikasi merupakan komponen:
a. Sumber b. Pesan
c. Saluran
d. Penerima
2. Kriteria utama dalam memilih media:
a. Kemampuan media
b. Tujuan pembelajaran c. Jumlah siswa
d. Kemudahan penggunaan
3. Media yang merupakan objek pengganti, kecuali:
a. Mock up b. Simulator c. Model
d. Realia
4. Media yang dapat dengan mudah membangkitkan efek emosi:
a. Audio b. Film
c. Video
d. Radio
5. Kriteria pertama pemilihan media yang berbasis teknologi komputer
a. Akses b. Biaya
c. Kemudahan penggunaan
d. Kecepatan
6. Komponen media yang dibuat sendiri oleh guru, kecuali:
a. Tujuan b. Materi c. Strategi d. Evaluasi
7. Prosedur memanfaatkan media kecuali:
a. Pengumpulan bahan b. Persiapan
c. Pelaksanaan d. Tindak lanjut
8. Scrabble, puzzle tergolong media pembelajaran:
a. Penyaji b. Objek
c. Permainan d. Interaktif
9. Jika tujuan pembelajaran adalah siswa mampu mendeskripsikan komponen mesi
TAMAN KANAK-KANAK - PAUD
kendaraan, dengan situasi laboratorium otomotif maka media yang dipilih:
a. Realia b. Model c. Foto
d. Gambar
10.Manfaat media pembelajaran kecuali:
a. Meningkatkan perhatian siswa
b. Memberikan kesamaan persepsi materi pembelajaran c. Memberikan hiburan kepada siswa
d. Memberikan rangsangan pada indera siswa.
Cocokanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif 3. Jika jawaban Anda kurang tepat bacalah kembali kegiatan belajar modul ini. Analisislah alasan jawaban yang Anda pilih, mengapa tepat dan kurang tepat. Jika jawaban Anda benar 80% lanjutkan pada modul kegiatan belajar 4.
6. Kunci Jawaban
1. c
2. b
3. c
4. d
5. b
6. a
7. c
8. d
9. a
10. c
7. Daftar Pustaka
Arif S. Sadiman, dkk (1986), Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatanya. Jakarta: Rajawali.
Bates, A.W. (1995). Technnology, Open Learning anda Distance EducatiEducation.
London: Routledge.
Cecep Kustandi (2010). Menggunakan Media Pembelajaran di dalam Pelatihan. (Makalah ToT)
Yusufhadi Miarso (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada
Media.
Seels, B. Barbara dan Rickey, Rita C. (2002). Teknologi Pembelajaran (Terjemahan
Dewi S. Prawiradilaga, dkk). Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
AECT (1986). Definisi Teknologi Pendidikan (Terjemahan Yusufhadi Miarso).
Jakarta: Rajawali Pers.
D. PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR ANAK USIA DINI
Lingkungan merupakan hal yang penting bagi perkembangan anak usia dini karena dapat mempengaruhi perkembangan anak melalui perasaan yang terbentuk, kenyamanan yang dirasakan, kesempatan untuk berinteraksi yang diberikan oleh lingkungan yang dirancang sedemikian rupa. Lingkungan membantu pengaktualisasian potensi anak yang telah dibawa sejak lahir. Berbagai komponen yang terdapat pada lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan anak, mulai dari ukuran ruangan atau tempat yang tersedia, ketersediaan area bermain di luar, warna dinding yang digunakan, tipe perabot dan lantai serta jumlah jendela yang tersedia dapat mempengaruhi proses anak belajar.
SETTING LINGKUNGAN
Adapun lingkungan pendidikan yang dihadapi seseorang dalam proses perkembangannya sebagai berikut:
1. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Dikatakan pertama karena sejak anak masih ada dalam kandungan dan lahir berada dalam keluarga. Dikatakan utama karena keluarga merupakan yang sangat penting dalam proses pendidikan untuk membentuk pribadi yang utuh. Suasana yang ada dalam keluarga memungkinkan berkembangnya kreativitas. Semua sifat dan sikap itu dapat ditanamkan pada anak dalam upaya mengembangkan kreativitasnya Adanya bermacam-macam alat permainan menyebabkan anak-anak senang bermain.
2. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang kedua. Pada lingkungan ini kreativitas anak sebaiknya dikaitkan dengan pelajaran. Guru mempunyai dampak yang besar tidak hanya prestasi pendidikan anak tetapi juga pada sikap anak terhadap sekolah dan terhadap belajar pada umumnya. Guru dapat melumpuhkan kemelitan (rasa ingin tahu) alamiah, merusak, motivasi, harga diri dan kreativitas anak, namun juga sebaliknya guru dapat melatih ketrampilan bidang pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam bidang khusus, seperti bahasa, matematika, atau seni. Pada umumnya orang melihat ini sebagai pekerjaan dan tugas guru. Sampai batas tertentu, guru juga dapat mengajarkan ketrampilan kreatif cara berpikir menghadapi masalah secara kreatif, atau teknik teknik untuk memunculkan gagasan-gagasan orisinal. Keterampilan seperti ini dapat diajarkan secara langsung, tetapi paling baik disampaikan melalui contoh.
Sekolah yang bagus dan ideal adalah sekolah yang tenang dan menyenangkan bagi anak usia dini. Tingkat kreativitas akan selalu meningkat sesuai dengan tingkat pendidikan anak, hal ini seiring dengan tingkat kematangan, kecerdasan dan pengalaman anak.
3. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat lebih luas dan kompleks, sehingga agak sulit mengawasinya. Namun demikian lingkungan ini memberi kesempatan yang sangat luas bagi anak untuk
mengembangkan kreativitasnya. Pada lingkungan masyarakat dibedakan menjadi 4
macam:
a. Tempat tinggal b. Tempat Kerja
c. Organisasi
d. Tempat Bergaul
ALAT PERMAINAN (BAHAN PERMAINAN)
Sumber belajar bagi anak adalah segala sesuatu yang dipergunakan untuk belajar anak baik dalam bentuk alat maupun bahan yang mengembangkan semua kemampuan anak dengan cara bermain. Salah satu sumber belajar yang menjadi media pembelajaran anak usia dini adalah Alat Permainan Edukatif atau APE. Media belajar anak atau APE bisa berupa apa saja yang dipergunakan untuk bermain. Berdasarkan bahannya APE dapat digolongkan menjadi: APE buatan, APE alami, APE bahan campuran. APE buatan adalah APE yang pembentukannya di buat oleh manusia, baik dengan cara manual maupun dibuat oleh pabrik. APE alami adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yaitu air, pasir, tanah liat, daun, pantai. Hal-hal yang syarat utama media yang sesuai dengan kebutuhan anak :
a. Aman.
APE harus aman artinya bahan maupun bentuknya tidak berbahaya bagi anak, misalnya :
bahan cat tidak beracun, tidak lancip, tidak tajam.
b. Mengembangkan kemampuan anak.
APE harus mengembangkan kemampuan anak yaitu meliputi 8 jenis kecerdasan:
kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik,
intrapersonal, interpersonal, linguistik, dan
c. Sesuai bentuk dan ukuran
Bentuk dan ukuran APE yang digunakan untuk anak harus sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini yaitu tidak terlalu besar/ tinggi, atau tidak terlalu kecil sesuai dengan usia anak.
d. Menarik
APE sebaiknya didesain sedemikiam rupa sehingga anak tertarik untuk mengambil, dan kemudian memainkannya. Pada umumnya APE dibuat dengan warna-warni yang mencolok, kemudian pada bentuk dan kemudian pada cara bermain bahan tersebut.
e. Tidak bertentangan dengan nilai sosial dan agama
Mendidik anak tidak semata-mata mengembangkan kemampuan anak saja, tetapi juga membentuk anak menjadi anak yang bertakwa juga membentuk anak yang memiliki jiwa sosial yang tinggi. Sehingga APE yang digunakan anakpun sebaiknya tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat dimana anak bertempat tinggal. Di mana untuk memperoleh media tersebut adalah:
Memanfatkan bahan-bahan yang tersedia di lingkungan sekitar.
Membeli dari pabrikan atau buatan.
Membuat sendiri oleh tenaga pendidik.
Area Drama, yang di dalamnya mencakup peralatan perlengkapan dapur, kursi dan meja, telepon, perlengkapan kebersihan, rak pakaian untuk menyimpan kostum
Area seni, terdiri dari: variasi warna, menggambar, krayon, kertas gambar
Area musik, terdiri dari: peralatan musik (piano, gitar, drum, angklung)
Area menulis, mendengar, dan perpustakaan, yang terdiri dari: buku-buku cerita, majalah anak, tape recorder, kertas, variasi warna, alat tulis, dll)
Area balok, yang terdiri dari: aneka bentuk balok mainan, lego, mainan jenis-jenis alat
transportasi
Area sains, yang terdiri dari: aquarium, piring, gelas, alat pengukur, magnet, bak dan ember plastik
Area permainan (games) / matematika / manipulasi, yang terdiri dari: puzzle, boneka
tangan,
Area pekerjaan, yang terdiri dari: perlengkapan mainan berbagai profesi, misalnya: perlengkapan dokter (suntikan, stetoskop, tabung infus, dll), perlengkapan petani (cangkul, caping, sabit), dll.
Area air dan pasir, yang terdiri dari: bak air dan pasir, gelas plastik, sendok pasir,
ember, alat cetak kue), dll.
Area olah raga, terdiri dari: bola besar, bola kecil, tali skipping, raket, meja pingpong, kaos olah raga, dll.
Area ruang konseling, terdiri dari: televisi, video, cermin besar, sofa, tempat tidur, dll.
Area penyimpanan (gudang), terdiri dari: peralatan dan perlengkapan yang sudah tidak terpakai.
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN
Penyediaan lingkungan sebagai pendukung dalam proses pengembangan potensi anak usia dini membutuhkan kaidah-kaidah yang tepat, sehingga apa yang telah direncanakan dapat direalisasikan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pengembangan tersebut memiliki beberapa prinsip:
- Anak harus dapat bebas bergerak di dalam kelas
- Masing-masing anak harus mampu diamati satu persatu
- Anak sering menggunakan alat yang telah disediakan untuk mereka
- Yakin bahwa masing-masing anak melihat atau mudah menemukan alat atau material yang memang disediakan untuk mereka.
Proses pengembangan sarana dan prasarana pada lembaga PAUD dilakukan melalui
tahapan-tahapan yang dijelaskan pada penjabaran di bawah ini.
Perencanaan
Sebelum menyiapkan sarana dan prasarana, perlu dibuat sebuah perencanaan yang matang dan terprogram. Perencanaan pengadaan sarana dan prasarana dapat berupa perencanaan kebutuhan sarana yang perlu diadakan, perencanaan mengganti sarana yang sudah tidak layak, perencanaan perbaikan jika masih memungkinkan untuk digunakan kembali, perencanaan budget, serta perencanaan waktu untuk merealisasikannya.
Pengadaan dan Pengorganisasian
Menyiapkan suatu kegiatan sekolah untuk pendidikan anak usia dini, dapat diumpamakan bila akan main sandiwara, guru mempunyai tugas mempersiapkan panggung, tempat pertunjukan akan dilakukan. Ruang kelas harus dipersiapkan, semua perabotan, peralatan dan perlengkapan harus di susun sedemikian rupa yang akan diperuntukan kegiatan belajar mengajar sepanjang tahun ajaran yang akan datang. Lingkungan fisik diatur agar dapat menarik bagi anak untuk bisa berkreativitas, hal ini dapat diatur dengan adanya tempat buku, seni, meja-meja untuk kepentingan permainan anak. Lingkungan kelas mempunyai nilai tertentu bagi anak didik. Ruangan yang tidak rapih akan memberikan kesan kepada anak bahwa tidak apa-apa kalau ia meninggalkan kertas di sembarang tempat. Sehari-hari di
sekolah, kegiatan anak dapat dilakukan dalam kelompok besar, kecil atau individual. Untuk
hal tersebut, setiap kali guru harus mengorganisasikan ruang dan material sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan.
Ruang kelas hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga mudah dipergunakan untuk melaksanakan program. Bila memungkinkan lantai ruang diberi alas sehingga bersih. Dinding harus ditata agar lebih menarik. Berikan ruang di dinding untuk menempel berita yang aktual dan menarik bagi anak. Papan tulis dan kapur perlu bergantung pada sebagian dinding. Jendela ruang dapat membantu penyinaran di dalam ruang. Apabila memungkinkan sebaiknya ada kran air diperlukan apabila anak mencuci tangan atau untuk membersihkan ruang. Kamar mandi atau kamar kecil perlu di dalam sarana ruang kelas.
Ruang kelas anak usia dini biasanya merupakan kelas yang di organisasikan sesuai dengan pusat-pusat kegiatan. Masing-masing pusat kegiatan memiliki program tertentu. Pusat kegiatan tersebut selalu berorientasi pada anak sebagai pusat bukan orang dewasa. Setiap kali diharapkan agar anak selalu aktif dalam mengikuti kegiatan baik yang bersifat kelompok- kelompok besar, kecil ataupun dalam kegiatan individual. Pengadaan ruang tenang juga diperlukan oleh anak agar anak yang ingin menyendiri, dapat memisahkan diri dari kelompok dan teman. Tempat tersebut dapat berubah kursi goyang bantal besar yang ada di lantai, kotak karton besar yang dipotong atau sisinya sehingga anak dapat masuk ke dalamnya.
Setelah direncanakan, harus segera direalisasikan dengan baik. Kepala lembaga PAUD atau koordinator dapat menunjuk orang yang dapat diamanatkan dalam pengadaan sarana ini. Penempatan sarana dan prasarana yang sudah tersedia atau dimiliki disesuaikan dengan kebutuhan dan rencana awal. Anak-anak perlu disosialisasikan dan diberi pengertian akan penggunaannya, kemudian mereka pun dibiasakan untuk merasa memiliki sarana yang sudah disediakan, baik yang berupa media, alat peraga, alat permainan, sumber belajar dan lain sebagainya
Pengawasan
Selama anak-anak menggunakan sarana dan prasarana tersebut para tutor ataupun pendidik wajib melakukan pengawasan kepada mereka. Anak-anak diajak untuk bertanggung jawab dan memperlakukan sarana pembelajaran tersebut dengan baik. Di samping itu, guru juga selalu memerhatikan beberapa sarana yang mudah rusak sehingga segera ada tindak lanjut untuk mengganti atau memperbaikinya.
Pemeliharaan
Setiap sarana dan prasarana perlu dirawat dan dipelihara, terutama pada alat-alat permainan dan media pembelajaran perlu ada wadah atau tempat penyimpanannya. Setiap benda yang telah digunakan harus dikembalikan ke tempat semula. Guru dan anak-anak harus terbiasa berdisiplin dalam merawat berbagai sarana yang digunakan. Penggunaan alat sebaiknya sesuai dengan fungsinya, tidak dirusak. Jika anak berimajinasi untuk menggunakan sarana di luar kebiasaan fungsinya, tetap diperkenankan dengan catatan tidak membahayakan diri, orang lain dan juga alatnya.
Evaluasi
Setiap guru ataupun pengelola dapat mengevaluasi setiap sarana dan prasarana pembelajaran yang telah tersedia atau digunakan oleh anak. Sejauh mana sarana tersebut dapat membantu menstimulasi perkembangan anak. Keamanan dari sarana tersebut pada saat digunakan oleh anak. Observasi juga dapat dilakukan oleh guru dalam mengidentifikasi fungsi sarana dan prasarana dari segi estetika atau kemenarikannya. Serta menjadi acuan
dalam melakukan revisi, perbaikan, penggantian, atau bahkan peniadaan jika sarana tersebut tidak memberi pengaruh positif dan memberi dampak negatif bagi anak.
Untuk memastikan keefektifan ruang bermain anak, anda harus mengamati dan mengevaluasi bagaimana anak menggunakan ruang-ruang tersebut. Anda dapat melakukannya selama bekerja atau proses pembelajaran/bermain, ketika anak memilih sendiri aktivitas bermain kesukaan mereka. Pengamatan yang berlangsung memungkinkan anda mengetahui benda-benda yang selalu di pilih anak, bagaimana benda tersebut digunakan, dan bagaimana anak berhubungan dengan teman sepermainannya. Berikut beberapa contoh yang dapat dijadikan acuan dalam mengevaluasi keefektifan sarana dan prasarana lingkungan:
Bagaimana Anak Memilih Ruang Bermain untuk Pengembangan Potensi
• Ruang mana yang jarang digunakan saat bekerja?
• Ruang dan benda apa yang biasanya dipilih?
• Apakah area dan alat permainan memungkinkan anak bermain dengan aman?
• Apakah anak memilih benda yang sama, mirip atau berbeda setiap hari?
• Dapatkah anak menemukan benda dan menaruhnya kembali dengan sendirinya?
• Apakah anak menunjukkan adanya pemilihan benda atau mainan yang sesuai dengan jenis kelamin atau latar budaya?
Bagaimana Anak Menggunakan Benda
• Apa yang sebenarnya mereka lakukan dengan benda-benda yang mereka pilih?
• Apakah anak memiliki kemampuan untuk menggunakan benda tersebut dengan baik?
• Apakah anak menggunakan benda dengan tepat dan kreatif?
• Jenis benda apa yang merangsang permainan drama? Permainan kelompok?
• Apakah anak yang berbeda bermain dengan cara berbeda dengan benda yang sama
• Benda mana yang paling lama menarik minat anak?
• Bagaimana pemilihan benda berubah dalam satu tahun ajaran?
• Apakah ada benda yang cukup sehingga anak tetap terlibat dengan serius?
• Apakah benda yang ada menggambarkan latar belakang anak dan kehidupan keluarga?
• Apakah anak memelihara benda dan mengembalikan kembali pada tempatnya?
E. MENCIPTAKAN LINGKUNGAN UNTUK ANAK USIA DINI (CREATING ENVIRONMENT FOR CHILDREN)
Penataan ruangan yang kondusif merupakan hal terpenting dari keberhasilan pembelajaran bagi anak usia dini. Ruangan belajar/bermain erat kaitannya dengan lingkungan sekitar ruangan itu berada. Dalam konsep perencanaan pembagian ruang pada umumnya diklasifikasikan menjadi dua hal, yaitu ruang indoor serta ruang outdoor.
1. Lingkungan Indoor
NAEYC menyatakan bahwa luas ruang gerak anak berkisar 30-40 ftsq/anak (berkisar
1m2 per anak) Ruang indoor terdiri dari ruang aktivitas bersama, ruang kelas, ruang bermain indoor, ruang audio-visual, ruang komputer, ruang ibadah, kamar mandi untuk anak, dapur, ruang administrasi, ruang pustaka, serta beberapa area/sudut di setiap kelas. Setiap ruangan tersebut dilengkapi dengan beberapa sarana yang berorientasi pada karakteristik dan
kebutuhan anak. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menata ruang bermain anak, yaitu:
• Pisahkan tempat yang ramai dari tempat yang sepi
• Sekat setiap ruangan dengan menggunakan lemari buku atau perabot lain
• Pajang benda-benda pada ketinggian yang dapat dijangkau anak
• Pisahkan benda-benda untuk guru dengan benda anak
• Pastikan guru dapat melihat semua ruangan tanpa halangan
• Tempatkan sebuah area dekat dengan sumber yang dibutuhkan
• Rancang pola pengaturan sehingga anak tidak saling mengganggu
a. Ruang Kelas
Perbedaan yang mencolok dalam gaya pengaturan kelas sekitar tiga puluh tahun yang lalu adalah antara kelas yang terbuka dan kelas yang tradisional. Pada umumnya kelas terbuka mempunyai struktur yang tidak kaku, kurang ada tekanan terhadap kinerja siswa, dan lebih banyak pada perhatian individual. Gerakan kelas terbuka yang diprakarsai seputar tahun 1960 dinyatakan sebagai cara yang baik untuk memupuk belajar yang bermakna dan kreativitas pada anak. Manfaat penting dari kelas terbuka adalah penekanannya pada pembelajaran Individualized. Anak akan belajar lebih baik jika program disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan anak serta gaya belajar anak yang berbeda-beda. Pembelajaran yang diindividualisasikan didasarkan pada minat dan pengalaman unik siswa. Di samping itu, ruang kelas hendaknya merangsang secara visual, tanpa mengganggu perhatian. Ruangan kelas penuh dengan berbagai produk hasil karya anak yang beragam. Ada lukisan foto, karangan, patung, dan karya-karya lain. Bahan pendidikan yang beragam tersedia dalam jumlah yang banyak. Pusat sains di dalam kelas mengandung berbagai material yang memungkinkan melakukan banyak kegiatan dan eksperimen. Pusat membaca menampilkan buku dan artikel untuk tingkat membaca yang berbeda-beda. Terutama untuk anak kecil ”pusat aktivitas” dimana mereka dapat bermain dan bereksprerimen dengan macam-macam bahan, akan sangat merangsang kreativitas. Anak-anak dapat mengusahakan bahan-bahan untuk kelas mereka. Mereka dapat membawa objek-objek dari rumah, atau berbagi material. Pengaturan ruang kelas yang luwes dan tidak konvensional merupakan tantangan bagi siswa untuk mewujudkan bakat dan kemampuannya secara kreatif.
Dalam merancanakan lingkungan pada pembelajaran, perlu diperhatikan penyusunan ruangan dan penyediaan perlengkapan. Lingkungan dibuat oleh guru secara refleks filosofi dengan adanya tujuan. Secara umum tujuan program yang termasuk menolong siswa sebagai berikut:
1. Anak dapat memilih dan menentukan ide-idenya.
2. Belajar dan ketrampilan mengaplikasikan makna dalam sebuah konteks
3. Menyediakan berbagai bahan-bahan (material)
4. Adanya kemampuan kebutuhan komunikasi dan perasaan
5. Belajar menggunakan berbagai informasi dari: orang, bahan-bahan cetak dan bahan- bahan visual
6. Dapat mengekspresikan kreativitasnya
Ruangan yang digunakan untuk kelas harus memperhatikan mobilitas dan kenyamanan bagi anak, terutama pada rentang usia 2–4 tahun. Kelas tidak harus diisi dengan bangku dan meja dalam jumlah yang banyak, jikapun ada sebaiknya diletakkan di sudut ruangan. Ventilasi dan kebersihan ruang selalu dalam kondisi yang baik. Anak-anak kelompok bermain dapat duduk di atas karpet dengan beragam formasi, seperti lingkaran, segitiga, setengah lingkaran, dan lain sebagainya. Selain itu, kelas juga perlu mendapat pencahayaan yang cukup terutama pencahayaan dari sinar matahari. Hal penting lainnya adalah kelas harus jauh dari kebisingan. Penataan lingkungan dan alat permainan juga hendaknya mudah diubah-ubah sesuai dengan aktivitas pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Jika memungkinkan di dalam ruang kelas dapat disediakan perlengkapan, seperti rak penyimpanan sarana belajar yang seukuran dengan tinggi anak, wadah-wadah tempat penyimpanan media dan alat permainan edukatif, meja putar atau berbentuk kotak di salah satu sudut ruangan. Serta dapat ditambahkan pula papan display, penjadualan, papan prestasi, papan ekspresi, dan beberapa hiasan ruangan baik yang digantung maupun yang ditempel di dinding atau di jendela. Dinding ruangan sebaiknya dicat dengan warna-warna carah atau terang, demikian pula dengan pemilihan ubin lantai. Sedangkan pada bagian pintu, guru dapat menempelkan figura yang kreatif yang di dalamnya terdapat foto-foto wajah anak, kemudian menuliskan nama kelasnya. Warna yang digunakan pada pintu dapat berupa warna carah atau yang disesuaikan dengan warna dinding.
b. Sentra atau Area
Setiap ruang kelas sebaiknya dilengkapi dengan area-area atau sentra pengembangan,
seperti area balok, area dramatisasi, area art craft, area pustaka, serta area manipulatif. Hal ini juga harus didasari oleh analisa kebutuhan dan ketepatsasarannya dalam proses pembelajaran
di satuan PAUD nonformal.
Area Balok dan Manipulatif
Dalam area balok dapat disediakan berbagai macam jenis balok, dapat berupa balok- balok warna, balok dengan warna standard, balok dengan berbagai bentuk. Puzzle dengan 3–4 keping, lego, lotto, lassy, alat-alat permainan bongkar pasang lainnya, menara gelang, miniatur rumah, gedung-gedung bangunan serta berbagai miniatur kendaraan dapat disertakan pula di dalamnya. Untuk persiapan ke tingkat pendidikan selanjutnya, anak-anak dapat distimulasi dengan kartu-kartu huruf bergambar, bentuk-bentuk angka 1–10, manik-manik, kancing, karet gelang, penjepit kertas, serta media lainnya yang dapat dimanipulasikan oleh anak.
Area Sosiodrama
Sementara di area dramatisasi, guru-guru maupun lembaga penyelenggara PAUD dapat menyiapkan berbagai sarana yang terkait. Hal ini dapat direalisasikan dengan pengadaan media-media seperti beragam jenis boneka, baik boneka binatang, boneka miniatur manusia, boneka tangan, atau boneka lainnya. Ditambahkan pula dengan alat-alat permainan dramatisasi, seperti miniatur alat-alat rumah tangga, miniatur kitchen set, miniatur peralatan dan perlengkapan berbagai profesi, pakaian-pakaian profesi, pakaian-pakaian beberapa daerah, serta ditambahkan dengan cermin seukuran anak atau lebih yang ditempelkan pada dinding.
Area Seni
Pada area art craft sarana yang perlu disiapkan antara lain, satu paket crayon untuk setiap anak, cat-cat air, wadah bermain cat air, plastisin atau play dough, kertas warna origami, kertas asturo, kertas cref, kertas folio, kertas gambar, lem, gunting, spidol berbagai warna dan ukuran, serta peralatan lainnya.
Area Perpustakaan
Usia 2–3 tahun adalah awal bagi seorang anak untuk mengenal dan bereksplorasi dengan buku, sehingga sangatlah tepat jika aktivitas keseharian anak di dalam kelas disertai dengan interaksi mereka dengan berbagai buku yang sesuai dengan karakteristik, kematangan, serta keberminatan mereka. Buku-buku tersebut ditata dengan rapi pada rak-rak buku yang didisain dengan menarik, seukuran atau lebih rendah dari tinggi anak. Perbendaharaan buku
ini dapat berupa buku-buku bergambar seri pengetahuan alam, buku gambar profesi, buku gambar kendaraan, buku pengenalan warna, buku pengenalan bentuk, buku gambar tubuh dan panca indera, buku-buku cerita, dan buku-buku lain yang dapat menambah kewacaan anak akan tema yang dilaksanakan oleh mereka.
Area Circle time
Area ini biasanya digunakan untuk kegiatan koordinasi atau pengembangan apersepsi. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa anak-anak dapat berkumpul dan berdiskusi tanpa harus menggunakan kursi dan meja. Anak-anak dan guru dapat melakukan aktivitas bersama di atas karpet berbentuk lingkaran dengan gambar yang menarik yang disertakan bantal-bantal kecil. Area ini akan lebih baik jika diletakkan di tengah-tengah kelas.
c. Ruang Bermain Indoor
Dalam ruang indoor, disediakan secara khusus area untuk bermain yang dilengkapi beberapa alat permainan seperti rumah-rumahan, mobil-mobilan, papan seluncur indoor, meja lego dengan APE lego beragam bentuk dan warna. Bola-bola karet, area mandi bola, panggung bongkar pasang, hiasan dinding.
d. Ruang Audio-Visual
Pengembangan kemampuan bahasa, visual, musikal dan kinestetik anak dapat dieksplorasi lebih luas di dalam ruang audio-visual ini. Ruangan ini dilengkapi dengan televisi, VCD/DVD player, keping CD, tape radio, kaset-kaset lagu anak, alat-alat musik seperti keyboard, gitar, tamborin, rebana dan sebagainya.
e. Ruang Ibadah
Aktivitas latihan beribadah pada dasarnya dapat dilakukan di area klasikal di dalam kelas, akan tetapi untuk bisa mengakomodasi sarananya maka dibutuhkan ruang khusus terkait dengan hal ini. Sarana yang dimaksud adalah beberapa locker atau rak-rak yang digunakan untuk menyimpan sejadah, sarung, mukena, atau perlengkapan ibadah lainnya yang sesuai dengan agama. Dalam ruang ini disediakan pula hiasan-hiasan kelas yang bernuansa agama, dapat berupa hiasan gantung, hiasan tempel atau alat-alat permainan yang mendukung.
f. Kamar mandi
Kamar mandi atau toilet adalah salah satu ruangan yang cukup penting di lingkungan
di mana aktivitas anak berlangsung. Kamar mandi untuk orang dewasa sebaiknya dibedakan dengan kamar mandi untuk anak. Toilet yang digunakan anak tidak diperkenankan dalam kondisi yang licin, sehingga perlu menggunakan lantai yang kasat, atau menggunakan karpet kamar mandi yang cukup keras atau kasat. Wastuffle yang digunakan harus di bawah tinggi anak, lebih tepatnya seukuran di bawah dada anak. Demikian pula dengan penggunaan kloset yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Kemudian yang tak kalah pentingnya adalah keset
di depan kamar mandi sehingga meminimalisir keberbahayaan pada anak.
g. Dapur
Penggunaan dapur biasanya terbagi menjadi dapur bersih dan dapur kotor. Dapur yang dapat digunakan oleh anak sebaiknya adalah dapur bersih, di mana anak dapat belajar mengolah beberapa makanan atau minuman sederhana pada kegiatan Cooking Day. Di dapur bersih anak dapat menemukan peralatan seperti gelas-gelas plastik berbagai ukuaran, piring- piring plastik berbagai ukuran, kitchen set, sendok dan garpu plastik, kulkas, dispenser, meja berukuran sedang di sudut ruangan, juga lemari kecil untuk menyimpan celemek.
h. Ruang Komputer
Pengenalan komputer sejak dini adalah sebuah pilihan yang bijak dalam mengembangkan keterampilan dan IPTEK pada anak. Penyediaan komputer untuk memenuhi kebutuhan di atas tentunya dibarengi dengan ruangan yang cukup representative, artinya ruangan disesuaikan dengan jumlah komputer yang digunakan. Selain itu, guru perlu menyiapkan berbagai CD interaktif juga video edukatif yang bervariasi.
i. Ruang Administrasi
Ruangan administrasi perlu untuk dialokasikan khusus sehingga tidak bergabung
dengan ruang-ruang yang digunakan anak dalam berbagai aktivitas. Seorang staff administrasi membutuhkan sarana computer, meja administrative, meja penerima tamu, locker yang digunakan untuk penyimpanan file. Telepon, nota, buku telepon, kalkulator, papan penjadualan, dan laci arsip.
Contoh Disain Lingkungan:
2. Lingkungan Outdoor
Kegiatan bermain di luar ruangan penting bagi anak untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Area luar ruangan memberikan kesempatan pada anak untuk memanjat, berlari, melompat, berloncat-loncat, melempar, menangkap dan menggunakan suara “luar” mereka (berteriak) sehingga menjadikan anak sehat, bebas dan keluar dari aktivitas yang tenang di dalm kelas. Dengan berada di luar, memungkinkan anak untuk melatih otot-otot, menghirup udara yang segar dan menikmati kebebasan gerak. Anak dapat melihat tumbuhan- tumbuhan, mengikuti perubahan cuaca, melihat perubahan warna daun, menyentuh kulit kayu pohon, mendengarkan jangkrik, mencium udara setelah hujan dan menggunakan seluruh indera mereka untuk belajar tentang dunia. Seni, musik, membaca, bermain peran, permainan membangun, permainan sosial, dan merawat binatang peliharaan, semuanya dapat juga dilakukan di luar ruangan.
Merancang Lingkungan di Luar Ruangan
NAEYC menyatakan bahwa luas ruang gerak anak minimum 75 ftsq/anak atau idealnya
100-200 ftsq/anak (80-100 m2) yang aman, jauh dari jalan raya, bebas dari puing-puing, api dan dari peralatan berbahaya lainnya. Aktivitas yang dapat dilakukan di luar ruangan antara
lain: aktivitas bermain fisik, bermain pasir dan air, bermain tenang, bermain kendaraan, bermain peternakan, berkebun dan pertukangan. Jika tempat yang ada terbatas, maka tempat beraktivitas dapat dikombinasikan, misalnya area bermain tenang dapat digunakan sebagai area seni atau permainan kelompok. Kunci dari kesuksesan penggunaan area di luar ruangan
ini adalah keamanan dan adanya aturan bermain yang jelas. Anak harus memiliki kejelasan akan aktivitas-aktivitas apa yang dilakukan sehingga memungkinkan untuk mencegah kecelakaan, kebingungan dan perasaan sakit untuk mendukung terjadinya pembelajaran dan kesenangan.
Ada beberapa pertimbangan untuk merancang area bermain di luar rumah. Pertimbangan- pertimbangan tersebut antara lain :
- Berapa usia anak dan apa ketrampilan anak.
- Apakah lokasi tempat tersebut dekat dengan WC atau toilet. Apakah area tersebut luas terbuka ataukah ada daerah yang memang akan dipergunakan anak untuk bersembunyi.
- Bagaimana area keamanan di daerah tersebut, apakah tanahnya berlubang-lubang, adakah
pagar pengaman, adakah selokan yang membahayakan anak.
- Bagaimanakah kondisi tanah permukaan, apakah berumput, pasir atau tanah liat? dapatkah daerah tersebut dipergunakan untuk mengendarai sepeda atau peralatan lain yang dipergunakan anak-anak.
- Apakah daerah yang dipergunakan panas atau terlindung karena banyak pohon. Area
yang akan dipergunakan sebaiknya seimbang antara daerah panas dan daerah terlindungnya.
- Perlu dibuat tempat menyimpan alat yang akan dipergunakan diluar gedung. Tempat
penyimpanan tersebut sebaiknya dapat dipindah-pindahkan.
- Perlu pula dipikirkan dimana akan diletakan kran air.
Memilih Material dan Alat Untuk Kegiatan di Luar.
Alat-alat yang dipergunakan di luar bangunan tidak hanya untuk melatih gerakan motorik kasar saja tetapi juga sebagai sarana mengembangkan kreativitas dan daya imajinasinya. Baik alat untuk diluar dan di dalam ruang memiliki arti yang sama pentingnya bagi perkembangan anak. Alat-alat yang disarankan adalah panggung untuk bermain drama, alat-alat beroda, bola, alat-alat bercocok tanam, air dan pasir dengan berbagai peralatannya, alat untuk bermain bangunan, misalnya membangun tenda atau rumah-rumahan. Perencanaan, organisasi dan peralatan yang tersedia dengan baik akan menghasilkan suatu program belajar yang efektif. Guru harus selalu mewaspadai dan bertanggung jawab terhadap keselamatan kegiatan bermain anak khususnya di luar gedung. Umumnya kegiatan di luar lebih banyak mengundang bahaya dibandingkan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di dalam gedung. Frost dan Wortham (1988) dalam buku The Creative Curriculum For Early Chilhood (2000: 42) memberikan berbagai saran agar terjaganya rasa aman, bermain di luar gedung, yaitu :
- Adanya pagar pengaman untuk melindungi anak dari bahaya jalan dan air.
- Jarak area bermain misalnya bermain pasir dari alat ayunan, panjatan dan alat yang bergerak lain (jungkat-jungkit).
- Alat-alat yang dipergunakan, hendaknya sesuai dengan tahap usia anak.
- Alat bermain sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga tidak ada bagian yang tajam, runcing dan mudah rusak.
- Alat-alat hendaknya kuat dan tidak mudah lepas bagian-bagiannya.
- Tempat bermain harus bebas dari aliran listrik yang membahayakan.
A. AKTIVITAS BERMAIN FISIK
Anak menyukai permainan di luar ruangan dan sangat menikmati kesempatan untuk memanjat, meluncur, berayun, melompat, dan bergantung. Kesesuaian perkembangan anak dan alat permainan harus diperhatikan dalam proses pemilihan alat. Area bermain dipastikan menyenangkan dan aman saat alat-alat permainan itu cukup menantang untuk diikuti anak, tetapi tidak terlalu menantang sehingga dapat menimbulkan bahaya. Anak dapat mengembangkan kekuatan, koordinasi tubuh, dan mempraktekkan kemampuan-kemampuan baru mereka dengan menggunakan alat-alat permainan di luar ruangan tersebut. Mereka juga dapat membentuk rasa penghargaan diri dan belajar untuk berbagi dan bekerja sama.
Alat-alat permainan luar ruangan antara lain:
- Balok keseimbangan dan logam strukur
- Tempat yang berliku/miring
- kolam luncur yang dangkal
- Tiang-tiang gelantung dan ayunan
- Tangga-tangga/jaring-jaring panjat
- Ban panjat/lompatan batu
- Tangga laba-laba/tangga horizontal
- Jembatan, terowongan/seluncuran
B. AKTIVITAS BERMAIN PASIR DAN AIR
Bak pasir adalah area favorit bagi anak. Area pasir yang baik adalah area yang cukup luas untuk beberapa anak untuk bermain sendiri atau bersama-sama tanpa merasa terganggu. Dengan menetapkan area ini dekat dengan sumber air maka akan menstimulasi anak untuk bereksperimen tentang pasir basah dan kering serta bermain air.
Alat-alat yang dapat melengkapi area ini, yaitu :
- Plastik dan logam, mangkok, dan ember
- Sekop, sendok, sekop dan corong
- Pot, panci, dan cetakan
- pompa air dan pasir
- Gerobak kecil, truk tua, mobil dan kereta-keretaan
- Orang-orangan/binatang-binatang
- Objek alami seperti kerang, sticks, batu atau daun
C. AKTIVITAS BERMAIN KENDARAAN
Permainan kendaraan mendukung perkembangan kekuatan otot-otot kasar, keseimbangan dan koordinasi anak. Area berkendaraan membutuhkan permukaan yang keras. Kegunaan area dapat ditingkatkan dengan memasang tanda-tanda jalan dengan kapur dan panah-panah untuk mengontrol lalu lintas serta dapat juga ditambahkan kotak-kotak dalam aktivitas bermain, misalnya sebuah kotak peralatan obat yang dapat membuat kendaraan seolah-olah seperti ambulans. Anak-anak juga dapat menikmati sepeda roda tiga dan menghubungkannya dengan pemadam kebakaran, polisi, dan pengantar surat.
D. AKTIVITAS BERMAIN TENANG
Walupun banyak aktivitas yang “hidup” dan berisik yang dilakukan diluar ruangan, anak juga ingin untuk keluar dari kesibukan memanjat, berkendaraan dan berteriak dan membutuhkan kembali dari aktivitas tingkat tinggi dan relax dengan ketenangan. Idealnya, area di luar ruangan yang tenang harus di tempatkan dalam tempat yang terlindungi, jadi anak menjadi “tenang”. Disana dapat diadakan tempat-tempat untuk duduk, seperti sebuah selimut atau sebuah meja piknik dekat sebuah pohon sehingga anak bisa merasa nyaman.
Area ini dapat dilengkapi dengan :
- Krayon, kapur dan kertas
- Buku-buku
- Tape recorder dan radio
- Lukisan-lukisan
- Permainan papan dengan ukuran
- Jerami/selimut untuk tempat berlindung/bermain rumah-rumahan
- Alat permainan rumah-rumahan dari kayu atau plastik
E. AKTIVITAS BERKEBUN
Untuk sains, lingkungan luar ruangan adalah laboraturium yang sempurna. Area berkebun menawarkan kesempatan untuk dapat belajar dan mengeksplorasi banyak hal, seperti tumbuhan, tanah dan bumi..
Alat-alat yang diperlukan untuk mendukung area ini meliputi:
- Pralatan berkebun
- Gerobak kecil dan jaring
- Bibit-bibit atau tanaman
- Tas-tas sampah atau humus
- Akses air dan penyiram
F. AKTIVITAS BETERNAK
Memiliki binatang peliharaan mengajarkan anak untuk dapat memelihara binatang- binatang dan mereka juga belajar bertanggung jawab memelihara kelinci, hamster dan binatang peliharaan lainnya. Pendampingan dalam area ini dibutuhkan, agar dapat mengajarkan mereka bagaimana cara memegang, memeluk dan membelai binatang tanpa menyakitinya. Anak dapat mengembangkan kemampuannya di berbagai aspek perkembangan dengan mengamati pertumbuhan, perubahan, dan kebiasaan binatang. Anak juga dapat belajar tentang kelahiran, cara hidup, dan kadang-kadang kematian.
G. AKTIVITAS PERTUKANGAN
Aktivitas yang dapat dilakukan dalam area ini bisa sangat sederhana, misalnya memukul paku ke batang pohon yang lebar atau bekerja di meja panjang dengan alat-alat, kayu dan menyusun objek-objek untuk dekorasi bangunan. Hendaknya area ini ditempatkan di lokasi yang tenang, agar anak merasa tidak terganggagu. Peralatan harus dipastikan aman dan dalam kondisi yang baik untuk digunakan anak, misalnya jika menggunakan meja panjang, guru harus memastikan bahwa meja itu kokoh, sesuai dengan berat dan tinggi anak serta penyimpanan peralatan bermain pertukangan dikotak yang aman.
Alat-alat dasar yang ada di sentra ini meliputi:
- Palu, kikir dan amplas
- Gergaji
- Gunting dari kayu yang halus
- Paku dengan ujung yang besar
- Bor tangan
- Penggaris
Rasa aman terhadap lingkungan bermain di luar ruangan yang direncanakan dengan hati- hati, dapat meningkatkan kesadaran diri, emosi, sosialisasi, komunikasi, kognitif, dan ketrampilan motorik perseptual anak usia dini. Stone (1970) yang dikutip oleh Brewer, dalam bukunya Introduction to Early Childhood Education Preschool Through Primary Grades 6th
ed (2007 : 78). memandang permainan di luar ruangan sebagai bagian yang integral dari
pengalaman pendidikan. Range (1979) dengan sumber yang sama, menyebutkan perhatian yang berupa perilaku dengan perkembangan nilai-nilai yang sedikit terhadap anak.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang bersifat eksternal terhadap diri individu, karena lingkungan itu merupakan sumber informasi yang diperoleh melalui pancaindera. Semua informasi diteruskan ke otak melalui saluran-saluran neuro–fisiologis, semula sebagai impuls elektro kimiawi yang menjadi isyarat tertentu, kemudian dimodifikasi dalam bentuk bahasa tertentu. Selanjutnya bahwa Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan atau keadaan, kondisi tempat yang ada disekitar anak yang mempengaruhi berlangsungnya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan secara umum dibagi menjadi tiga macam yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkungan pendidikan ini mempunyai peranan yang besar dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak menuju terbentuknya kepribadian anak. Prinsip terbentuknya kepribadian anak ditentukan dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang dimaksud adalah bakat atau pembawaan, sedangkan faktor luar adalah lingkungan dimana anak dididik dan dibesarkan. Lingkungan yang bersifat langsung adalah pengaruh yang diperoleh dari alam, manusia, tempat bergaul di sekitarnya. Lingkungan yang tepat bagi anak adalah yang memberikan pengaruh yang kondusif, maksudnya dapat mendorong berkembangnya kreativitas.
Empat jenis kreativitas sesuai dengan empat bidang dalam struktur intelek Guilford (1975) yang dikutip oleh Dodge dan Diane Trister, dan Laura J. Colker dalam buku Creative Curriculum for Early Childhood (2000 : 77) yaitu figural, simbolis, semantic, dan sosial (perilaku). Pengaruh ini menyenangkan, sesuai dengan perkembangan anak yang memungkinkan timbulnya inovasi dan kemauan anak untuk mencoba. Selain pengaruh yang bersifat positif dan negatif ada pula pengaruh yang berkualitas rendah dan tinggi, biarpun keduanya bersifat positif. Pendidik sepantasnya memilih pengaruh yang positif dan berkualitas tinggi.
F. PERENCANAAN AKTIVITAS PEMBELAJARAN
Aktivitas pembelajaran dan rutinitas harian merupakan struktur dasar harian yang jika
hal tersebut direncanakan sesuai dengan pengembangan dan kebutuhan individu anak dalam kelompok maka aktivitas pembelajaran dan rutinitas harian akan membuat proses perkembangan potensi anak lebih lancar dan menyenangkan bagi semua orang. Perencanaan aktivitas pembelajaran yang baik untuk anak-anak menawarkan keseirnbangan antara tipe-tipe aktivitas:
• Waktu aktif dan tenang
• Aktifitas kelompok besar, kelompok kecil, waktu bermain sendin atau dengan orang lain
• Waktu bermain di dalam dan luar ruangan
• Waktu bagi anak untuk memilih aktivitas mereka sendiri dan waktu guru mengarahakan aktifitas anak
Rencana pembelajaran adalah suatu rancangan tertulis mengenai kegiatan main anak
yang dilakukan secara rutin yang menjelaskan tentang struktur kegiatan dan aktivitas bermain. Kegiatan bermain merupakan kegiatan yang dikenal dan disukai oleh anak, maka
pendidik PAUD harus menyusun rencana pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak.
1. Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Pembuatan Rencana Pembelajaran
a. Perkembangan Anak
Perkembangan anak merupakan aspek yang paling utama yang harus diperhatikan pendidik PAUD dalam membuat perencanaan pembelajaran. Aspek-aspek perkembangan dan tugas-tugas perkembangan sebagai acuan pencapaian dalam melaksanakan pembelajaran bagi anak usia dini. Dalam membuat perencanaan pembelajaran kemampuan anaklah yang menjadi ukuran, bukan hasil dari suatu kegiatan. Salah satu contoh perencanaan yang memperhatikan perkembangan anak adalah tema-tema yang dibangun bersumber dari kehidupan anak. Misalnya: keluarga, binatang, teman, mobil, truk, makanan favorit, dan semua yang mereka alami sendiri dalam hidup mereka.
b. Pengelompokan
Faktor kedua yang mempengaruhi perencanaan adalah pengelompokan. Pengelompokan dapat dilakukan berdasarkan usia anak, kemauan dan minatnya. Namun seorang pendidik PAUD harus mampu menelusuri minat anak, kemampuan anak serta motivasi anak saat mengikuti kegiatan. Ketika pendidik PAUD menyiapkan berbagai aktivitas dalam setiap sentra, pendidik hendaknya memperhatikan dan mengarahkan anak dengan menata lingkungan main berdasarkan tiga jenis main (main sensori, main peran dan main pembangunan). Jumlah anak di setiap sentra sebaiknya tidak terlalu banyak. Rasio pendidik dan anak dalam satu kelompok adalah 1:6 untuk usia 2-3 tahun dan 1:10 untuk anak usia 3-6 tahun. Dengan memperhatikan perbandingan jumlah pendidik PAUD dan anak maka setiap anak akan merasa terlayani.
c. Perbedaan Individual Anak
Setiap anak berbeda dalam kebutuhan dan minatnya. Berdasarkan pengetahuan ini, pendidik PAUD merumuskan tujuan belajar untuk masing-masing murid. Untuk anak yang satu, tujuannya adalah partisipasi dalam kegiatan di dalam kelas dan belajar bernegosiasi dengan anak lain. Untuk anak yang lain tujuannya adalah berhitung hingga sepuluh dan lebih aktif dalam diskusi di waktu makan dan dalam kegiatan kelompok. Perkembangan sosial, emosional, kognitif, berbahasa, kebiasaan dan lainnya harus menjadi bahan pertimbangan.
d. Catatan Pengamatan Kemajuan Individu
Pengamatan dan catatan pendidik PAUD sangat berharga untuk perencanaan. Catatan mengenai perkembangan setiap anak akan sangat berguna. Pengamatan harus berkelanjutan supaya setelah satu sasaran tercapai dapat dilanjutkan dengan yang lain.
2. Pendekatan Tematik dalam Rencana Pembelajaran
Pendekatan tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa bidang pengembangan. Pembelajaran tidak dilakukan secara terpisah melainkan terintegrasi antara bidang pengembangan yang satu dengan lainnya. Pendekatan tematik sangat tepat dilakukan dalam proses pembelajaran anak usia dini, mengingat pengembangan potensi anak tidak bisa dilakukan secara terpisah.
a. Ciri-Ciri Pembelajaran Tematik
Pembelajaran dengan pendekatan tematik merupakan salah satu strategi yang cocok dalam menanamkan berbagai konsep yang diperlukan bagi pengembangan anak usia dini, karena pembelajaran tematik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• berpusat pada anak
• memberikan pengalaman langsung pada anak
• memadukan seluruh bidang pengembangan
• menyajikan konsep dari berbagai bidang pengembangan dalam satu proses pembelajaran
• pembelajaran dapat berkembang sesuai minat dan kebutuhan anak.
b. Prinsip Pembelajaran melalui Tema
Pembelajaran tematik dilakukan melalui tema-tema yang menarik bagi anak, oleh karena itu pembelajaran tematik memilki prinsip-prinsip sebagai berikut:
• Menyediakan kesempatan pada untuk terlibat langsung dengan objek yang sesungguhnya.
• Menciptakan kegiatan yang melibatkan seluruh indera anak.
• Membangun kegiatan dari minat anak.
• Membantu anak membangun pengetahuan baru
• Memberikan kegiatan dan rutinitas yang ditujukan untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangan.
• Memenuhi kebutuhan anak akan kebutuhannya untuk kegiatan dan gerak fisik, interaksi sosial, kemadirian, konsep diri yang positif.
• Memberikan kesempatan menggunakan permainan untuk mewujudkan pengalaman kepada pemahaman.
• Menghargai perbedaan individu, latar belakang, pengalaman di rumah yang dapat dibawa anak ke kelas.
• Menemukan jalan untuk melibatkan anggota keluarga dari anak.
c. Strategi Pengembangan Tema
Dalam mengembangkan tema hal yang penting untuk diperhatikan adalah bagaimana membangun pengetahuan secara menyeluruh. Empat jenis pengetahuan yang dapat dibangun menjadi tema adalah:
• Pengetahuan sosial
Misalnya: keluarga, rumah, teman, binatang peliharaan, kepedulian diri, pakaian, kesehatan gigi, kendaraan.
• Konsep sains (ilmu pengetahuan alam)
Misalnya: tumbuhan, hewan, jenis-jenis burung, air, langit/ ruang angkasa, batuan, mesin, dinosaurus.serangga.
• Konsep matematika
Misalnya: bank, toko, kantor pos
• Bahasa dan seni
Misalnya: cerita, bernyanyi, bermain musik, puisi.
d. Peran Tema
Tema dalam pembelajaran anak usia dini memiliki peran yang cukup penting karena dengan tema anak akan lebih mudah dalam mengenal suatu konsep pengetahuan. Beberapa kelebihan dalam pembelajaran tematik adalah sebagai berikut:
• Anak mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu
• Anak dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai bidang pengembangan dalam tema yang sama
• Pemahaman terhadap materi pengembangan lebih mendalam dan berkesan
• Aspek pengembangan bahasa dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dan pengalaman pribadi anak
• Anak lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas
• Anak lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi yang nyata, misalnya bertanya, bercerita, menulis deskripsi, menulis surat, dan sebagainya untuk mengembangkan keterampilan berbahasa, sekaligus untuk bidang kemampuan lain.
• Pendidik PAUD dapat menghemat waktu karena bidang pengembangan yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 kali pertemuan. Waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Ketika membangun sebuah tema, pendidik PAUD bisa memulai dengan mendengarkan dan menanyakan kepada anak tentang minat mereka. Pendidik dapat menelusuri minat anak dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti: adakah kejadian di sekolah atau
di sekitar rumah yang menarik perhatianmu? Siapa yang baru saja mendapatkan adik? Apakah kamu pernah melihat film Dinosaurus? Atau siapa pada saat liburan kemarin yang pergi ke tempat rekreasi?
Berdasarkan jawaban-jawaban anak tersebut pendidik PAUD bisa merencanakan sebuah tema yang akan dibahas pada minggu atau bulan berikutnya. Jangka waktu tiap-tiap tema bergantung kepada minat anak.
G. Tema Dalam Kurikulum
Tema membantu anak untuk belajar tentang dunia sekitar (belajar tentang sosial). Tema aakan membuat anak memperoleh informasi dan konsep yang berarti tentang aktivitas yang dilakukan di area minat. Isi dari kurikulum di mulai dari "disini dan sekarang", lingkungan yang pertama kali dilihat oleh anak-anak. Guru yang menggunakan kreatif kurikulum memilih tema sesuai dengan apa yang anak ketahui tentang komunitas mereka dan minat dari anak-anak, bukan karena buku kurikulum mendikte bahwa, "hari ini adalah waktu untuk anak-anak belajar tentang peternakan". Hal ini berarti bahwa kurikulum yang diambil oelh seorang guru di perkotaan akan berbeda dengan apa yang diambil di daerah pedesaan. Di daerah perkotaan, tema yang cocok mungkin, "took di sebelah rumah", karena anak-anak sering ikut orangtuanya belanja kebutuhansehari-hari. Tema ini akan tidak cocok untuk anak- anak di pedesaan.
Tema di mulai dengan apa yang anak lihat dan anak tahu setiap hari. Tema binatang di perkotaan mungkin termasuk di dalamnya, kucing, anjing, burung, dll. Tema yang sama di daerah pertanian bisa terdiri dari sapi, kuda, ayam, dan bebek. Guru pada masing-masing lokasi tadi bisa memilih hewan yang cocok untuk ditunjukkan dengan gambar yang dipajang, buku yang dibaca, barang-barang yang mereka taruh di pojok balok, dan aktivitas yang mereka rencanakan.
Tema bisa berkembang dari kejadian yang tidak diharapkan yang memberi kesempatan untuk dieksplorasi. Andaikata, sebagai contoh, sebuah proyek bangunansedang
berlangsung di dekat sekolah. Anak-anak melihat mesin besar dibawa kedalam galian fondasi; mereka melihat pipa yang ditaruh dan tembok yang sedang dibangun. Karena anak-anak antusias, anda memutuskan utuk memasuki proyej bangunan ke dalam kurikulum dan membuat kujungan yang teratur dan mendorong anak untuk menceritakan pekerjaan apa yang sedang dikerjakan dan perubahan yang mereka catat.
Langkah Merencanakan Tema
Untuk menggunakan tema denga kreatif, rencana sangat penting langkah berikut ini bisa membantu anda menyusun rencana pembelajaran :
• Pilih tema yang sesuai Dengan perkembangan mental dan kemampuan anak akan memberikan kesempatan eksplorasi dan penemuan
• Familiar dengan subjek (bahan ajar). Guru adalah juga orang yang belajar. Belajar tentang subjek yang berhubungan perjalanan, meletakkan buku dengan dan material, serta berbicara dengan orang.
Mengeksplorkan lingkungan lebih dulu membantu guru mengantipasi pertanyaan yang diajukan anak dan minat mereka. Bawalah benda-benda yang sesuaidenga tema dalam kelas. Mengajak anak dan keluarga untuk membawa benda yang sesuai dengan tema. Sebagaimana guru mengumpulkan buku dan gambar tentang tema pastikan mereka memberi rasa hormat kepada etnis tertentu, gaya hidup, dan hubungan dengan gender.
Rencana dalam Kurikulum
Hal ini berarti memikirkan bagaimana guru akan menterjemahkan tujuan akhir utnuk anak-anak ke dalam perkembangan belajar mereka. Rencana yang efektif aakn membuat guru selalu dalam jalur. Tim kerja sangat berpengaruh di dalam perencanaan. Dengan kerja sama guru, siste, dan sukarelawanbisa merubah gagasan, sharing pengamatan tentang anakdan mendiskusiakn strategi baru.
Rencana jangka panjang
Rencana jangka panjang mendorong guruutnuk berpikir tentang sebulan ke depan. Ini dibutuhkan jika guru inginmengatur periode tema secara berkala, Hal ini memfasilitasi pengaturanuntuk mengisi perjalanan dan event khusus
Rencana perjalanan
Ide yang baik utnuk berkunjung ke suatu tempat bersama anak-anak. Akan memungkinkan guruuntuk menentukan arah untuk anak, rule dan tempat yang paling diminati oleh anak. Sebelum melakukan perjalanan, ide yang bagus jika guru merembuk bersama dalam kelas.
Rencana mingguan
Dalam kurikulum yang berbasis lingkungan, focus pada rencana mingguan adalah bagaimana merancang apa yang dilakukan kelompok ketika dalam area minat. Rencana mingguan memungkinkan anda untuk mengumpulkan dan mebyiapkan materi yang dibutuhkan. Pengamatan adalah dasardari perencanaan. Dengan pengamatan, anda bisa menemukan materi sesuai dengan keinginan anak. Kami merekomendasikan tim pengajar mendiskusikan rencana mingguan setiap hari untuk memastikan semua dipersiapkan dan disetujui.
Rencana harian
Berdasarkan perencanaan program aktivitas harian pendidik, maka secara garis besar aktivitas pembelajaran harian dirancang sebagai berikut:
• Kedatangan dan keberangkatan
• Makan dan mengemil
• Tidur/istirahat
• Aktivitas pembelajaran terstruktur
• Membantu menguasai keahlian-keahlian pribadi seperti: buang air besar/kecil, berpakaian dan mencuci tangan
• Bersih-bersih
• Transisi dari aktivitas ke aktivitas lain
Pentingnya Konsistensi
Konsistensi merupakan karakteristik penting jadwal harian. Anak-anak lebih merasa aman ketika mereka bisa memprediksi susunan kegiatan dan memiliki kontrol atas kegiatan mereka. Di samping itu, prediktibilitas memberi anak-anak perasaan mendasar terhadap waktu karena mereka mulai belajar apa saja kegiatan hari ini, kegiatan kedua, selanjutnya dan terakhir. Jadwal yang konsisten juga dapat membangun kepercayaan. Walau bagaimanapun juga, konsistensi tidak menghindarkan fleksibilitas atau spontanitas. Peristiwa spesial dapat dijadikan alasan yang cukup baik untuk menggantikan rutinitas harian. Misal, pemandangan ketika turun salju dapat menggantikan kegiatan kelas.
Jadwal harus berkembang sesuai dengan perkembangan kurikulum. Waktu menunggu harus diminimalisir dan berikan cukup waktu untuk belajar menggunakan jas, topi, makan dan ngemil dan bersih-bersih. Berikan waktu yang cukup untuk anak memilih materi dan aktivitas, merencanakan apa yang ingin dilakukan, kemudian bersih-bersih tanpa di buru waktu. Untuk membantu anak memahami jadwal tersebut, pendidik dapat membuat ilustrasi setiap waktunya dalam gambar-gambar dan menempelkannya di ruangan dimana anak dapat melihat dengan mudah.
Waktu Berkumpul
Waktu berkumpul memberi kesempatan kepada anak untuk mengambangkan rasa memiliki terhadap kelompok. Kemampuan bersosialisasi meningkat ketika anak belajar untuk membagi ide dan mendengarkan ide orang lain. Waktu berkumpul lebih berhasil ketika yang direncanakan sesuai dengan usia dan waktu yang disedikan dengan mempertimbangkan rentang perhatian ketertarikan dan kemampuan anak.
Merencanakan waktu berkumpul yang efektif
Jika memungkinkan, bagi kelompok besar ke dalam dua kelompok kecil, hal ini dapat
Iebih mengajak anak turut berpartisipasi.
• Jadwal waktu berkumpul 10-15 menit.
• Gunakan transisi yang tertib untuk mempermudah anak masuk dan keluar dari waktu berkumpul mulai dengan bernyanyi untuk mengumpulkan anak bersama-sama disatu area.
• Hindari aktivitas-aktivitas seperti pertunjukan atau diskusi panjang dimana anak duduk lama mendengarkan guru tanpa berinteraksi
• Beri anak petunjuk anak yang jelas tentang aktivitas dan apa yang anak lakukan.
• Bersiap-siaplah untuk mengganti, memperpendek atau menghilangakn aktivitas kelompok yang tidak berhasil.
Waktu Transisi
Perhatian terhadap waktu transisi sangat penting untuk mengefektifkan pengaturan ruang kelas. Waktu transisi bisa menjadi kacau juga bisa santai dan mengusahakan kesempatan untuk mempelajari dan memperkuat konsep dan keahlian. Beberapa cara untuk membuat transisi berjalan lancar yaitu:
• Bedakan prosesnya. Hindarkan anak-anak agar tidak berpindah dari satu aktivitas keaktivitas lain, sebagai sebuah keiompok.
• Beri pengumuman pada anak. Lima samapi sepuluh merit sebelum beres-beres bicaralah pada anak-anak di tempat masing-masing.
• Berikan waktu yang secukupnya. Berikan cukup waktu pada anak-anak untuk berbenah sehmgga mereka tidak dihuru-buru waktu
• Berikan tugas, Libatkan anak dalam merapihkan tempat untuk makan, merapihkan bekas menggamhar dan mengumpulkan sampah setelah makan.
• Harus jelas dan konsisten. Beri arahan pada anak selama masa transisi dan yakinkan semuanya sesuai usia. Tetapkan rutinitas setiap harinya agar anak tahu apa yang hams dilakukannya sendiri.
• Harus fleksibel. Jika memungkinkan beri anak waktu ekstra untuk melengkapi proyek tertentu atau aktivitas yang mereka lakukan.
Waktu Makan
Ada banyak cara dimana guru dapat membuat waktu makan menyenangkan dan membantu mengembangkan perilaku positif. Pertama, fokus pada aktivitas makan dan bersantai dengan kelompok daripada memaksa anak untuk mencoba makanan tertentu. Adab makan juga hal yang sekunder, mereka akan mempelajarinya sesuai dengan bertambahnya usia. Saran-saran untuk mrenjadikan waktu makan menjadi hal yang menyenangkan bagi anak untuk belajar dan berkembang:
Buat acara makan lebih nyaman
• Bangun suasana yang menyenangkan (dongeng sebelum makan)
• Dorong anak agar mengatakan apa yang sedang mereka makan, bagaimana makan itu disiapkan, atu sesuai dengan lingkungan sosial (percakapan yang menyenangkan)
• Atur waktu makan hingga pendidik tidak melompat dari meja
• Beri anak wakttu yang cukup unuk makan
Dorong anak untuk membantu
• Anak dapat membantu dengan merapihkan meja, mengelap meja, bekas
• makan dan mengedarkan tempat sampah
• Sediakan tempat susu dan alat-alat lainnya agar anak dapat menuangkan susu mereka dan menyajikan makanan mereka sendiri
Waktu Istirahat
Lamanya waktu istirahat berbeda tergantung pada berapa lama anak mengbabiskan waktu dalam program pendidikan setiap harinya. Ingat juga bahwa anak memiiiki pola dan cara tidur yang berbeda. Pendidik harus memnggunakan cara yang berbeda pula untuk mereka beristirahat. Berikut ini saran-saran untuk membuat waktu istirahat berjalan lancar
Persiapan Tidur
• Buat aktivitas tenang tepat sebelum istirabat seperti dongeng, permainan jari tangan,
lagu santai atau mendcngarkan musik
• Berikan tempat tertentu untuk setiap anak
• Izinkan anak untuk membawa mainan saat tidur atau selimutkhusus dari rumah untuk dipakai pada saat istirahat
Selama Waktu Istirahat
• Biarkan anak duduk di tempatnyajangan paksa mereka untuk tidur
• Awasi waktu istirahat. Orang dewasa wajib berada didekat anak pada saat istirahat
• Pendidik harus mempunyai rencana untuk anak yang bangun sebelum waktu istirahat habis dan untuk anak yang tidak mau tidur
• Membiarkan anak bangun sendiri, dengan harapan mereka bangun dengan cepat atau merasa senang dan bangun tidur.
Anak yang mengikuti proses pembelajaran adalah seorang individu yang masing- masing memiliki minat, kemampuan, pengalaman, dan kebutuhan yang unik. Agar proses pembelajaran berlangsung secara efektif, pendidik/guru anak usia dini harus selalu mengingat berbagai karakteristik dan kebutuhan tiap anak dalam kelompok seperti halnya mengingat dinamika serta kebutuhan dari kelompok anak sehingga dapat terpenuhi melalui program atau aktivitas pembelajaran yan telah dirancang.
Adanya pemahaman mengenai perkembangan anak merupakan awal yang baik. Pada saat kurikulum yang digunakan berdasarkan pada pengetahuan tentang bagaimana anak tumbuh dan berkembang - baik secara emosi, kognitif, sosial, maupun secara fisik, maka kegiatan yang dijalankan, lingkungan, jadwal, serta harapan terhadap perilaku dan proses belajar anak dapat disesuaikan dengan karakteristik perkembangan anak. Hal ini sejalan dengan ketika kurikulum yang digunakan mendorong guru untuk menghormati dan menghargai perbedaan yang ada pada setiap anak - budaya, bahasa, etnik, kemampuan, dan gender - serta memberikan cara untuk menilai kekuatan, minat, serta kebutuhan dari tiap-tiap individu, maka program tersebut sesuai bagi setiap anak sebagai individu. Program pembelajaran juga dirancang dengan tujuan antara lain:
Membantu Anak Bermain bersama Anak-anak lainnya
Perkembangan kemampuan sosial - bergaul/bermain dengan anak lainnya - adalah sasaran yang mendasar pada ruang lingkup pendidikan anak usia dini. Kemampuan sosial meliputi kemampuan untuk membina hubungan dengan anak atau orang lain dan mempertahankannya. Anak harus belajar bagaimana melakukan pendekatan terhadap anak lainnya, bagaimana membuat aturan bergiliran, serta bagaimana berkomunikasi secara efektif. Anak yang mampu mengembangkan dan mempertahankan hubungan persahabatan akan mengarah pada kesuksesan dan produktif ketika mereka nanti dewasa.
Perkembangan sosial anak akan menguat ketika mereka memiliki hubungan yang aman/kondusif dengan orangtua dan guru mereka serta berkesempatan untuk bermain dengan anak lainnya. Ketika hubungan yang penting dalam kehidupan mereka tidak terwujud dan kesempatan untuk bermain bersama yang dimilikinya sedikit, mereka akan sedikit sekali mengembangkan kemampuan sosial yang mereka miliki. Beberapa anak nampak mampu mengembangkan kemampuan sosialnya dengan mudah. Mereka secara alamiah tahu bagaimana cara berteman dan memposisikan diri mereka di dalam kelompok. Beberapa anak lainnya mungkin membutuhkan waktu dan bantuan untuk dapat menyesuaikan diri dalam kelompok. Anak yang tidak mampu berteman dan cenderung memiliki perasaan tidak
diterima dalam kurun waktu yang lama, seringkali memiliki masalah yang serius di kehidupannya nanti. Anak tersebut akan rendah diri dan memiliki kemampuan sosial yang kurang mencukupi daripada yang mereka perlukan untuk mengembangkan hubungan persahabatan. Karena mereka tidak diterima oleh rekan-rekan sebayanya, mereka memiliki sedikit kesempatan untuk mengembangkan kemampuan sosial dan mereka juga kesulitan untuk keluar dari masalah ini.
Anak-anak memberikan tantangan yang berbeda-beda bagi guru. Anak-anak yang pemalu atau terlalu agresif seringkali kesulitan bergaul dengan teman mereka. Kita bisa membantu anak-anak ini dengan diawali mengidentifikasi inti permasalahan. Dengan membangun kekuatan mereka dan membantu mereka memperoleh pengakuan/penerimaan, kita akan dapat membantu anak-anak ini untuk mempunyai kemampuan sosial.
Membantu Anak untuk Berbagi
Sebagaimana yang diketahui oleh guru/pendidik anak usia dini, materi atau bahan mengenai berbagi sangat sulit bagi anak-anak, terutama bagi anak yang baru mengikuti program. Anak yang tidak memiliki mainan mereka sendiri seringkali menolak berbagi. Dengan membiarkan mereka memiliki sendiri buku atau mainan, mereka akan lebih mudah untuk berbagi. Ketika anak mulai merasa telah menjadi bagian dari kelompok, mereka akan melihat nilai utama berbagi. Mendorong anak untuk bermain bersama merupakan salah satu cara memperkenalkan anak untuk berbagi.
MembuatAnak Lebih Mudah untuk Menerima Giliran
Menunggu giliran adalah bagian dari berbagi. "Lima menit lagi giliranmu" namun bagi anak lima tahun bisa terasa seperti selamanya. Bukan hanya karena anak sering merasa tidak sabaran namun juga mereka belum memahami konsep waktu. Berikut ini adalah strategi agar anak belajar mengenai koteks waktu secara konkret:
• Gunakan Stopwatch yang biasa digunakan di dapur. Dengan suara belnya yang dapat digunakan oleh anak untuk mengetahui kapan giliran mereka.
• Gunakan Timer/Jam Psir mainan untuk menentukan giliran mereka.
• Buat daftar tunggu/giliran di bagian mainan yang paling diminati., dan buat daftar tunggu bai anak-anak.
• Gunakan jam untuk menunjukkan anak tentang waktu.
H. MENGORGANISASIKAN PEMBELAJARAN ANAK
Apakah anak benar-benar belajar dalam sebuah program kurikulum yang menekankan/mengutamakan pada aktifitas awal anak dan bermain. Ini adalah pertanyaan penting yang harus dijawab. Pengunjung yang datang ke ruang kelas AUD mungkin akan melihat anak dan guru terlibat dalam beragam aktivitas, mereka mungkin tidak mengerti pelajaran apa yang sedang mereka lakukan dan bagaimana beragam aktivitas ini berhubungan dalam satu kurikulum. Pengamat yang hanya kebetulan melihat anak-anak "hanya sedang bermain". Para orang tua., administrator, dan banyak guru khawatir bahwa anak mungkun tidak dapat belajar apa yang mereka butuhkan untuk sukses secara akademik jika " semua yang mereka lakukan adalah bermain".
Memastikan Keberhasilan Akademik Anak
Banyak orang tua dan administrator familiar dengan anggapan bahwa "bermain adalah pekerjaan anak", tetapi mereka masih saja membuat perbedaan antara bekerja dengan
bermain. Untuk beberapa orang, bekerja didefinisikan sebagai tugas terstrukutr seperti lembar kcrja yang harus diselesaikan anak ketika belajar abjad dan angka-angka. Melatih siswa bersuara dan angka dipandang sebagai cara mempersiapkan mereka untuk membaca dan berhitung. Beberapa sekolah memfokuskan perhatian pada tipe pelajaran yang menekankan pada program "akademik". Bahkan untuk mengukur keberhasilan anak, ada teori yang menyatakan "lebih awal lebih baik" makin cepat anak belajar, makin mungkin mereka berhasil.
Tapi mengapa banyak anak yang sekolah di TK dan SD yang menekankan pada keahlian akademik dan hafalan di usia dini anyak yang gagal? Mengapa banyak anak yang menguasai keterampilan tersebut membutuhkan bantuan remedial, mengulang tingkatan, atau drop out? Alasannya adalah bahwa tipe abstrak ini, belajar dengan cara menghafal tidak cocok untuk anak-anak. Mereka bisa mempelajari keahlian ini jika kita mengajari mereka, tapi hal ini tidak berarti anak benar-benar mengerti apa yang mereka pelajari. Jika mereka tidak siap untuk memahami apa yang kita ajarkan pada mereka dan mereka tidak dimotivasi untuk mempelajarinya, maka mereka tidak akan mampu menggunakan keahlian baru mereka.
Bagaimana kita mengukur kesuksesan
Sukses di sekolah sangat bcrnilai dan penting. Oleh karena itu, kita harus mendefmisikan secara jelas arti dari kesuksesan tersebut. Salah satu cara mendefinisikan kesuksesan adalah dengan menjawab pertanyaan berikut ini : "akankah anak-anak yang kita ajar hari ini tumbuh menjadi pelajar yang kompeten dan bisa sukses dibidang akademik, kompeten dalam pergaulan dan dalam masyarakat?" apabila kita ingin mereka sukses sekarang dan di masa depan, kita harus mengajarkan mereka untuk memikirkan diri sendiri, menyelesaikan masaiah, dan bergaul dengan sesama. Untuk mengimplemenlasikan kurikulum
ini secara efektif, guru, administrator, dan orang tua mengetahui nilai dari permainan yang
bisa membantu mereka dala mengembangkan keterampilan, pemahaman dan sikap mereka yangh bisa menentukan keberhasilan mereka.
Peran Permainan Sebagai Aktvitas Pembelajaran Dalam Kurikulum
Ketika anak-anak bermain, permainan mereka tidak semuanya sama. Terdapat beberapa perbedaan dalam permainan, masing-masing memberikan peranan yang berbeda dalam perkembangan anak dan keberhasilan akademis. Dr. Sara Smilansky mengelompokan permainan menjadi 4 macam, permainan fungsional, permainan konstrutif, permainan dengan aturan dan permainan drama.
Permainan Fungsional
Permainan funsional adalah tipe permainan untuk anak usia 6 bulan sampai 6 tahun. Dalam permainan fungsional, anak mengeksplorasi dan menguji rungsi serta sifat objek atau bahan mated di lingkungan sekitar mereka. Mereka menguji bagaimana rasa, bau, suara dan apa yang objek itu lakukan. Permainan ini membantu anak memahami lingkungan mereka lebih baik. Ketika anak didorong untuk mengeksplorasi dan menemukan, keingintahuan mereka meningakat dan mereka termotivasi untuk tahu lebih banyak. Untuk mempromosikan permainan ini, buat lingkungan yang menarik dan menantang yang diisi dengan benda-benda yang menarik anak dan menginspirasi penjelajahan mereka. Mereka berbicara dengan anak- anak tentang apa yang mereka lakukan untuk membantu mereka manamai dan mengatur dunia mereka dan menantang mereka agar berpikir. Pernyataan deskriptif dan perintaan informasi membuat anak-anak sadar akan apa yang sedang mereka lakukan dan dorong mereka untuk menggunakan kata-kata untuk menjelaskan tindakan dan penemuan mereka.
Berbicara dengan anak-anak, anda membantu mereka belajar dan mengunakan bahasa untuk member! label dan pengaturan.
Permainan Konstruktif
Bahan-bahan yang anak eksplorasi dalam permainan fungsional sering digunakan untuk membangun sesuatu yang lain. Contohnya, saat anak-anak selesai mengeksplorasi fungsi balok-balok, mereka mulai balok-balok itu untuk membangun sesuatu yang berguna seperti jalan dan rumah.
Peran guru dalam mengenalkan permainan konstruktif ialah mengambil petunjuk dari anak-anak dan memperluas ide mereka. Hindari mengira-ngira atau berasumsi bahwa anda tahu apa yang dimaksud anak, karena anda mungkin saja salah. Lebih baik anada kuatkan permainan konstruktif anak dan tanyakan beberapa pertanyaan berikut:
• "Kamu sudah lama menyusun balok-balok ini. Beri tahu saya tantang bangunamu".
• "baimana kau memutuskan untuk membentuk lempung dengan cara seperti itu?"
• "maukah kau memberitahu saya tentang gambarmu?"
• "apa saja yang bisa kita buat dengan pasir hari ini?"
Pernyataan dan pertanyaan ini mengundang anak untuk mengatakan apa yang sedang mereka lakukan tanpa merasa ditekan atau dihakimi.
Permainan dengan aturan
Permainan ini dibantu dengan petunjuk dimana masing-masing anak yang terlibat mengetahui dan setuju dengan aturan tersebut dan bisa bermain dengan baik. Contoh perainan
ini seperti petak umpet, lampu merah dan hijau dan Simon Berkata. Permainan ini hanya akan
sukses jika anak engerti dan sepakat mengikuti peraturan permainan. Pennainan ini membantu anak untuk berkonsentrasi, memahami peraturan, dan mengontrol prilaku mereka agar sesuai dengan peraturan permainan. Permainan ini juga mengajari anak untuk berlomba dan berhubungan dengan kesuksesan dan kegagalan.
Permainan Drama
Model permainan yang keempat adalah drama, yang melibatkan anak untuk berinteraksi dalam sebuah episode (jeda), permainan drama social. Dalam permainan ini anak mengambil sebuah peran, berpura-pua menjadi orang lain dan menggunakan benda nyata atau khayalan untuk memainkan perannya. Permainan drama mempunyai kaitan erat dengan kesuksesan akademik dan proses pengaktualisasian potensi anak. Penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan langsung antara kemampuan untuk bermain peran dengan kesuksesan akademik anak. Berpikir secara abstrak berarti menciptakan gambaran mental atau symbol yang mewakili benda atau peristiwa nyata. Jika mareka sudah terbiasa menciptakan hal-hal yang abstrak seolah-plah menjadi nyata, maka mental mereka akan lebih siap mempelajari sejarah, kesanggupan membaca dan menulis, ilmu penetahuan dan matematika, dsb karena semua itu perlu penyelama dan peniptaan symboi-simbol dalam pikiran mereka.
Setiap anak dilahirkan dengan kecenderungan untuk terlibat dalm drama, tapi tidak semua anak memperoleh kesempatan melakukan hal tersebut. Ketika guru memberikan sebuah aturan dalam aktivitas di lingkup ruangan, mereka membantu anak mengembangkan kemampuan keterampilan dan kemampuan belajar mereka.
Bagaimana Anak Mempelajari Subjek Akademik Melalui Permainan
Anak mempelajari subjek akademik seperti matematika dan ilmu pengetahuan hampir sejak mereka lahir. Pemahaman mereka tentang dunia muncul dan berkembang setiap hari ketika secara spontan mereka merasakan dunia dengan berinteraksi dengan lingkungan mereka, dengan benda-benda dan orang lain. Melalui cara ini, mereka mendapatkan keahlian- keahlian dan konsep baru bersaman dengan bertambah komplesnya cara berpikir. Implementasi kurikulum kreatif membantu anda menciptakan lingkungan yang mendukung naluri anak dan kemampuan belajarnya. Anak-anak belajar secara lebih efektif ketika waktu pembelajaran yang anda berikan dibangun atas dasar pengetahuan dan pengalaman anak. Semua anak masuk program pra-sekolah dan TK dengan konsep kesanggupan membaca dan menulis, matematika dan ilmu pengetahuan. Contohnya, anak dapat mengelompokkan tutup botol sesuai warnanya yang berbeda-beda, terlepas apakah mereka tahu nama-nama warna tersebut atau tidak.
Munculnya Kesanggupan Membaca dan Menulis
Menurut penelitian, kemampuan membaca dan menulis dimulai sejak anak masih kecil. Ketika orang tua mereka berbicara dan membacakan dongeng, proses belajar membaca dan menulis dimulai ketika itu. Anak-anak adalah komunikator yang alamiah. Bunyi-bunyi bayi pertama dan usaha mereka untuk menirukan suara-suara adalah awal dari bahasa mereka, Ketika kosakata mereka meningkat dan makin lama akan menggunakan kalimat yang lebih kompleks, maka muncullah kemampuan membaca dan menulis anak. Mendengarkan dan membicarakan dongeng, melihat orang tua yang membaca Koran atau menulis catatan, memberi label wadah makanan hanya sedikit dari banyak cara untuk menjelaskan anak bahwa tulisan tersebut digunakan untuk berkomunikasi. Belajar membaca bukanlah masalah dalam mengenal huruf-huruf dan kata-kata; ini adalah proses pembentukan makna dari tulisan. Kesadaran akan tilisan adalah langkah awal dalam belajar membaca dan menulis.
Beberapa anak datang ke sekolah dengan sudah bisa membaca dan berhitung, kaya kosakata, tahu cara memegang buku, mengenal huruf atau membuat atau mengingat cerita. Dengan melihat cara anak berinteraksi dengan buku atau dengan lingkungan anda bisa menilai kemampuan mereka dalam tulis menulis.
Apa yang Bisa Dilakukan Guru
Didasari dengan apa yang sudah diketahui anak, anda membantu mereka untuk merasa kompeten dan bisa mengikuti pelejaran. Ketika anak bisa memahami tulisan dengan membuat tanda untuk bangunan mereka, menempelkan tulisan pada gambar, mereka akan tertarik untuk belajar lebih dalam hal membaca dan menulis. Anda bisa menunjukkan pada anak bahwa tulisan itu berarti penting dalam berkomunikasi ketika anda melakukan aktivitas berikut:
• Membuat daftar belanja bersama anak
• Membuat daftar kegiatan
• Menulis pesan terima kasih untuk pengunjung kelas
• Memberi petunjuk atau tanda dijalan
• Mengucapkan kata dengan keras apa yang ditulis dalam table
• Menunjukan kata-kata dalam halaman buku saat cerita dibacakan dengan lantang
• Mendorong anak untuk menulis pesan kepada anda atau kepada teman
• Menggunakan pertanyaan pembuka dan penutup dan pernyataan untuk membantu anakmengekspresikan perasaan.
Penelitian menunjukan bahwa anak-anak belajar sangat baik ketika tulis-menulis digunakan secara fungsional bukan semata pembahasan. Dalam pembelajaran tulis menulis yang fungsional, pengalaman didapat oleh anak ketikanlenyelesaikan sebuah pekerjaan yang berarti. Dalam pelajaran tulis-menulis yang sebatas pemahaman, guru menerangkan apa yang akan terjadi. Berikut contohnya :
Pembelajaran tulis-menulis yang fungsional : seorang anak berusia 4 tahun membuat beberapa garis dan bentuk pada selembar kertas, kemudian dia akan bilang ke gurunya "Ini adalah surat untuk ibuku. Bisakah anda menuliskan 'ibu' untuk saya di luar sini?" dia menunjuk ke bagian atas kertas. Berikutnya, guru akan melihat bahwa anak tadi akan berusaha menulis huruf "I" secara capital.
Pembelajaran tulis-menulis secara pemahaman : seorang guru menjelaskan kepada anak usia
4 tahun untuk membuat kartu ucapan hari ibu dan menunjukkan kapada rnereka cara menulis "Ibu". Unsur yang hilang disini adalah inisiatif dari seorang anak. Buku kelas bisa membantu pembelajaran tulia-menulis dalam kelas kurikulum kreatif. Membuat buku, membacanya ketika waktu bercerita, dan memajang dalam rak terbuka yang membiarkan anak melihat bagaimana sebuah cetakan digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan sebagaimana ia melihat buku tersebut. Berikut ini ada dua saran :
• Ambil foto aktivitas anak yang dalam era minat berbeda dalam ruang kelas. Letakkan foto dalam kertas berwarna. Biarkan anak membuat catatan singkat dalam foto tersebut, kemudian laminating kertas atau beri cover. Pasang kertas kecil tadi dalam sebuah binder.
• Tiap kali anak-anak mengadakan perjalanan atau ada kejadian khusus, seperti pindah ruang kelas atau ada tamu yang berkunjung, buatlah sebuah buku dengan foto yang diberi catatan atau gambar oleh anak.
Meskipun sangat penting, ruangan pepustakaan bukanlah satu-satunya tempat untuk mengembangkan keterampilan tulis-menulis. Anda bisa mengembangkan keterampilan ini di ruang mana saja. Sebagai contoh, anda bisa meletakkan kertas dan spidol di ruangan mainan sehungga anak bisa membuat tanda pada mainan tadi. Pada ruangan seni, anada bisa menmbantu anakmngembangkan keterampilan berkomunikasi dengan membuat pertanyaan atauu pernyataan seperti berikut : "Ceritakan pada asya tentang gambarmu itu?" atau "Bagaimana anda membuat bentuk itu?" Apakah tanganmu diputar-putar?" dalam hal ini anda akan mendapatkan ekspresi ide dalam kata-kata. Ketika guru membuat "lingkungan baca", semua anak bisa mengeksplorasi dan bereksperimen dengan bahasa, keterampilan membaca dan menulis pada level kemampuan dan minat.
Munculnya Pemikiran yang Matematis
Matematika bukanlah sebuah nomor yang gampang dikenal, hanya membaca tidak mencerinkan pengenalan surat dan suara. Lebih mudah memikirkan matematikan sebagai konsep belajar dengan symbol dan aturan. Ketika anak belajar menghafal matematika, mereka belajar tetapi mereka tidak bisa mengaplikasikannya dalam pelajaran atau dalam pemecahan masalah. Biasanya mereka menjadi bosan dengan matematika. Matematika adalah kemampuan berpikir secara logis, memecahkan masalah dan membangun hubungan.
Bagaimana Anak Mengembangkan Matematika
Untuk menjadi pemikir yang matematis, anak butuh menjelajah, menggerakkan dan mengatur benda-benda nyata sebelum mereka bisa mengabstraksikannya dalam bentuk symbol. Ketika bermain, anak bisa belajar untuk bertanya, menganalisa dan mendiskusikan temuan mereka dan melihat matematika adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Dalam kurikulum kreatif, guru membantu anak utnuk meneliti dan memikirkan tentang hubungn: matematis yang mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari seperti mereka bemain dengan balok, menuangkan air ke atas meja air, menyiapkan makanan, atau membuat irama instrument. Dalam merespon anak yang bermain di dalam kardus, guru bisa mengatakan, "aku lihat kau membuat dirimu muat dalam ruang yang sangt kecil". Respon si anak mungkin seperti in: "Aku membuat diriku menjadi kecil".
Dengan begini, guru menolong anak itu untuk memegang konsep dan belajar bahasa matematika, dalam hal itu kata "kecil". Matematika meliputi semuaarea miant dala kurikulum kreatif. Sebagaimana anak belajar menggunakan material yang nyata dan mendapat kesempatan untuk menjabarkan apa yang sedang mereka lakukan. Mereka mulai mengembangkan pemahaman akan hubungan matematis. Pengalaman ini meliputi :
• Mengenal pola
• Mengelompokan dan mengklasifikasikan
• Menggambar
• Menaksirkan
• Mengukur
• Kemungkinan
Mengenal Pola
Pola menujukan bermacam-macam hubungan, urutan, pengulangan, pengaturan atau sebab akibat. Pola adalah bagian dari kehidupan anak di rumah dan di kelas. Pengenalan pola mengembangkan keterampilan penting dalam menyelesaikan masalah. Mengidentifikasi, menjabarkan dan membuat poal, anak harus bisa mengatur informasi, membedakan persamaan dan perbedaan, dan mernbuat keputusan.
Mengelompokkan dan Mengklasifikasi
Adalah awal yang baik untuk belajar matematika karena hal itu membantu anak mengembangkan keterampilan berpikir. Anak senang membuat dan menggunakan koleksi. Mereka mungkin mulai menyortir tanpa pikiran atau tujuan. Kemudian mereka mulai menyortis sesuia dengan tujuan, seperti kesamaan warna, bentuk dan ukuran.
Grafiks
Grafik adalah bentuk langsung dari menyotir dan mengelompokkan, Sebuah grafik
memberikan informasi dalam sebuah cara pengaturan. Sebagai sebuah tampilan penyajian dari data, hal ini membantu anak melihat hubungan. Grafik adalah sebuah cara untuk anak melihat berbagai perbdaan dari bermacam informasi dalam sebuah form. Sebuah grafik sederhana tentang macam-macam sesuatu yang dipakai anak bisa dibuat dengan urutan sbb :
contoh konkrit sepatu bertali, Velcro atau sepatu kancing bergambar : ganbar yang menyajikan bermacam tipe sepatu simbolik : symbol abstrak yang menyajikan bermacam tipe sepatu Setelah anak belajar bagaimana melihat dat dalam bentuk grafik, mereka kemudian bisa menganalisa dan menggabungkan data. Hal ini melibatkan perbandingan, menghitung,
menambah dan mengurangi, menggunakan lebih besar, lebih kecil, sama dengan dan tidak sama dengan.
Probabilitas/kemungkinan
Probabilitas merujuk pada suat kejadian yang meirip. Bekerja dengan data, berpikir tentang prediksi, dan bertanya suatu pertanyaan baru adalah keterampilan berpikir kritis yang perlu menghubungkan probabilitas, Anak bisa balajr tentang probabilitas dengan melempar koin atau melempa dadu. Aktivitas yang berhubunan dengan kemungkinan membantu anak untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan belajar tentang angka. Sebagaimana anak mengeksplorasi aktivitas ini, anda bisa mendorong mereka untuk menjabarkan, bertanya, dan mendiskusikan apa yang mereka kerjakan.
Munculnya Pemikiran yang Ilmiah
Anak usia dini adalah penyelidik, penuh curiga dan penuh dengan keinginan. Mereka dilahirkan menjadi seoarang ilmuan. Dengan menggunakan indera, mereka menyentuh, melihat, mencium dan mendengar serta mereka menemukan hubungansebab akibat. Inilah munculnya pemikiran yang ilmiah.
Guru yang mengunakan kreatif kurikulum mendorong antusiasme anak untuk mengekplorasi dengan membuat pertanyaan, membuat prediksi, dan menemukan sesuatu denagn cara yang berbeda untuk membuktikan hipotesis mereka.
Apa Yang Bisa dilakukan Guru
Untuk membuat lingkungan yang mendukung munculnya pemikiran yang ilmiah pada anak dengan membiasakan anak untuk mengeksplorasi dan bereksperimen dalam semua area minat dalam ruang kelas. Guru bisa membantu anak untuk lebih mengembangkan kemampuan investigasi mereka dengan membuat pertanyaan pembuka dan penutup.
Ketika anak membuat koleksi, guru bisa mendorong mereka untuk mengklasifikasikan sesuai dengan kesamaan dan perbedaan dan menjabarkan apa yang mereka lihat dengan menggambar, grafik dan diskusi. Ketika guru mengajak anak untuk meneliti sesuatu dan menjabarkan apa yang mereka lihat, guru membiarkan mereka mengetahui bahwa guru tertarik dengan apa yang mereka pikirkan. Membantu anak menjadi peneliti yang hati-hati yang bisa menjabaran apa yang mereka lihat membuat mereka menjadi percaya diri dan kompeten menjadi pemikir sains, seperti ilusrasi berikut:
Ketika bermain di luar ruangan, guru mengusulkan sekelompok anak-anak, "Ayo berbaring di tanah lihat ke langit, Apa yang kalian pikir dan yang akan kita lihat?". Anak-anak dengan semangat berbaring dan menunjuk burung-burung, awan, pesawat terbang, dan sarang
di pohon yang tinggi. Guru bertanya, "Seperti apa bentuk awan itu?", Setelah mendengar dengan seksama, sang guru member! nasehat, "Apakah kalian mau menjadi seperti seorang ilmuan dan mengingatkan apa yang kalian lihat? Ayo seua masuk ke dalam untuk mengambil kertas hitam dan kapur. Kalian bisa mengambar bentuk awan yang terlihat hari ini", Ketika mereka mengerjakan , guru bertanya, "Jika kalian menggambar awan pada hari minggu ini, apakah menurut kalian awan terlihat sama?". Sang guru mengajak anak untuk berspekulasi. Ketika proses dijalankan selama seminggu, anak-anak terlihat dalam kegiatan tersebutmenggambar apa yang dilihat dan didiskusikan.
Ketika guru mengajak anak-anak untuk membuat prediksi, ujilah ide mereka, teliti basil akhirnya dan akan berpikir secara ilmiah. Adapun metode ilmiah meliputi :
Identifikasi masalah
Membuat prediksi
Eksperimen dan menemukan solusi
Meneliti apa ynag terjadi
Berpikir dan membicarakan apa yang kita lihat dan lakukan
Guru yang menggunakan kreatif kurikulum mengembangkan sifat eksplorasi anak danmengembangkan pemikiran mereka ketika mereka bergabung secara spontan dan eksplorasi.
Contoh penerapan pembuatan silabus:
PENGEMBANGAN SILABUS
Pengembangan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator Hasil Belajar, adalah langkah awal dalam membuat materi mata kegiatan agar dapat dilaksanakan di sekolah. Dalam pengembangan kurikulum yang mencakup kompetensi yang akan dikembangkan dan hasil belajr yang akan dicapai, maka harus disusun suatu silabus guna menunjang dalam proses kegiatan pembelajaran di sekolah.
Adapun langkah-langkah Pengembangan Silabus, antara lain sebagai berikut:
1. Menentukan Tema
Tema merupakan alat atau wadah untuk mengenalkan berbagai konsep kepada anak didik secara utuh. Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan maksud menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya pembendaharaan bahasa anak didik dan membuat pembelajaran lebih bermakna. Maksud dari penggunaan tema adalah agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas.
Pada prinsipnya tema ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu : 1) Kedekatan; maksunya tema dipilih mulai dari tema terdekat dengan anak kepada tema yang semakin jauh dari kehidupan anak. 2) Kesederhanaan; maksudnya tema hendaknya dipilih mulai dari tema-tema yang sederhana menuju pada tema-tema yang lebih sulit dan rumit. 3) Kemenarikan; artinya tema dipilih mulai dati tema-tema yang menarik minat anak ke arah tema-tema yang kurang menarik minat anak, dan 4) Keinsidentalan; maksudnya tema yang dipilih berdasarkan peristiwa atau kejadian yang ada disekitar anak (sekolah) yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung hendaknya dimasukkan dalam pembelajaran walaupun tidak sesuai dengan tema yang dipilih hari itu
2. Langkah Penentuan Tema
Dalam menentukan tema-tema yang akan dipilih maka yang harus dilakukan adalah :
(1) Mengidentifikasi tema yang sesuai denga hasil belajar dan indikator dalam kurikulum. (2) Menata dan mengurutkan tema berdasarkan prinsip-prinsip pemilihan tema. (3) Penjabaran tema kedalam sub-sub tema agar cakupan tema tidak terlalu luas. Dan (4) Memilih sub tema yang sesuai.
Adapun tema yang dapat digunakan pada Taman Kanak-kanak dijabarkan dalam perencanaan semester adalah sebagai berikut:
Tema Semester
No
Tema Semester 1
Tema Semster 2
1.
Diri Sendiri
Rekreasi
2.
Lingkunganku
Pekerjaan
3.
Kebutuhanku
Air, udara, dan api
4.
Binatang
Alat komunikasi
5.
Tanaman
Tanah airku
6.
Alam Semesta
3. Langkah Penentuan Tema
Dalam menentukan tema-tema yang akan dipilih maka yang harus dilakukan adalah :
(1) Mengidentifikasi tema yang sesuai denga hasil belajar dan indikator dalam kurikulum. (2) Menata dan mengurutkan tema berdasarkan prinsip-prinsip pemilihan tema. (3) Penjabaran tema kedalam sub-sub tema agar cakupan tema tidak terlalu luas. Dan (4) Memilih sub tema yang sesuai.
Adapun tema yang dapat digunakan pada Taman Kanak-kanak dijabarkan dalam perencanaan semester adalah sebagai berikut:
Tema Semester
No
Tema Semester 1
Tema Semster 2
1.
Diri Sendiri
Rekreasi
2.
Lingkunganku
Pekerjaan
3.
Kebutuhanku
Air, udara, dan api
4.
Binatang
Alat komunikasi
5.
Tanaman
Tanah airku
6.
Alam Semesta
3. Menentukan Alokasi Waktu Pembagian Tema
Setelah menentukan tema-tema yang akan dikembangkan dan dibagi menjadi satuan waktu persemester maka masing-masing aspek pengembangan dijabarkan dalam tema yang ada dengan alokasi waktu yang ada yang dijabarkan dengan bagan berikut:
TEMA ALOKASI WAKTU
ASPEK PENGEMBANGAN
Kompetensi Dasar
Hasil Belajar
Indikator
A. Perencanaan Semester
Perencanaan semester merupakan program yang berisikan jaringan tema, bidang pengembangan, kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator yang ditata secara urutan dan sistematis, alokasi waktu yang diperlukan untuk setiap jaringan tema dan sebarannya kedalam semester 1 dan 2.
Adapun langkah-langkah pengembangan program semester sebagai berikut : (1) Mempelajari dokumen kurikulum, yaitu kerangka dasar dan standar kurikulum. (2) Menentuka tema-tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut kedalam setiap kelompok dalam 1 semester. (3) Membuat ”matrik hubungan kompetensi dasar dengan tema”. Dalam langkah ini adalah memasukkan hasil belajar dan/ indakator kedalam jaringan tema. (4) Menetapkan alokasi waktu untuk setiap jaringan tema dengan memperhatikan keluasan cakupan pembahasan tema dn minggu efektif sekolah.
Contoh penyajian tema yang menyatu denga alokasi waktu dalam bentuk satuan semester.
Tema semester 1
No
Tema
Alokasi Waktu
1
Diri Sendiri
3 minggu
2
Lingkunganku
4 minggu
3
Kebutuhanku
4 minggu
4
Binatang
3 minggu
5
Tanaman
3 minggu
JUMLAH
17 minggu
Tema Semester 2
No.
Tema
Alokasi Waktu
1
Rekreasi
4 minggu
2
Pekerjaan
3 minggu
3
Air, udara, dan api
2 minggu
4
Alat komunikasi
2 minggu
5
Tanah airku
3 minggu
6
Alam semesta
3 minggu
JUMLAH
17 minggu
Catatan :
Antara minggu ke 8 dan 9 pada semester 1 dan 2 dilakukan kegiatan tengah semester selam kurang lebih 4 hari. Kegiatan tengah semester berisikan kegiatan-kegiatan yang bertujuan mengembangkan bakat, kepribadian, prestasi dan kreativitas anak didik dalam rangka pendidikan anak seutuhnya. Kegiatan tersebut seperti: pekan olahraga dan seni, karyawisata/rekreasi, lomba kreativitas, praktek pembelajaran, bazar, atau kegiatan lainya.
Contoh perencanaan semester 1 TK Kelompok
DIRI SENDIRI
3 Minggu
Perkembangan Nilai Moral dan Agama
Standar Kompetensi :
Anak mampu mengucapkan bacaan doa/lagu keagamaan,
Kompetensi Dasar:
Dapat berdoa sebelum dan
Kompetensi Dasar :
Dapat menyanyikan lagu
Indikator Hasil Belajar :
1. Berdoa sebelum dan sesudah makan
2. Sebelum dan sesudah
Indikator Hasil Belajar :
1. Menyanyikan lagu keagamaan
229
B. Perencanaan Mingguan
Perencanaan mingguan dibuat dalam bentuk satuan kegiatan mingguan (SKM). SKM merupakan penjabaran dari perencanaan semester yang berisi kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai keluasan pembahasan tema dan subtema. SKM dibuat berdasarkan SKM model pembelajaran kelompok dan pembelajaran berdasarkan minat.
Aspek
Pengembanga
Aspek
Pengembanga
TEMA
Aspek
Pengembanga
Aspek
Pengembanga
Aspek
Pengembanga
Berdasarkan sebaran tema dan waktu pembelajaran yang disusun pada perencanaan
semester maka dapat disusun Rencana Satuan Kegiatan Mingguan pada semster 1 seperti berikut ini.
RENCANA SATUAN KEGIATAN MINGGUAN
Tema : Diri Sendiri
Apek Pengembangan :
Bahasa, kognitif, fisik motorik, sosial-emosional, dan pengembangan nilai moral dan agama
Minggu Pertama
• Nama, identitas dir dan ciri diri sendiri
• tubuhku Minggu Kedua
• Kebiasaanku
• Hobiku
Minggu Ketiga
• Kesukaanku (makanan, minuman, warna, benda, dll)
• Cita-citaku
RENCANA SATUAN KEGIATAN MINGGUAN
Tema : Lingkunganku
Apek Pengembangan :
Bahasa, kognitif, fisik motorik, sosial-emosional, dan pengembangan nilai moral dan agama
Minggu Keempat
Keluargaku
• Anggota keluarga dan jumlahnya
• Silsilah keluarga Minggu Kelima
Keluargaku
• Peran anggota keluarga
• Kebiasaan dan Aktivitas keluarga
Minggu Keenam
Rumahku
• Alamat/lokasi tempat tinggal
• Bagian-bagian rumah, isi dan kegunaannya Minggu Ketujuh
Tetanggaku
• Siapa tetanggaku; sebayaku dan keluarganya – jumlah keluarga dan kebiasaannya
• Tempat-tempat (fasilitas) umum di sekitar tempat tinggalku
RENCANA SATUAN KEGIATAN MINGGUAN
Tema : Kebutuhanku
Apek Pengembangan :
Bahasa, kognitif, fisik motorik, sosial-emosional, dan pengembangan nilai moral dan agama
Minggu Kedelapan
Makanan
• Makanan pokok, makanan kesukaan dan asal mula (sumber) makanan
• Membuat makanan ringan (agar-agar)
• Minggu Kesembilan
Minuman
• Jenis-jenis minuman dan sumbernya
• Membuat teh manis dan susu
Minggu Kesepuluh
Pakaian
• Pakaian, jenis dan manfaatnya
• Asal mula pakaian dan cara membuatnya Minggu Kesebelas
Kesehatan
• Kesehatan, pentingnya menjaga kesehatan
• cara menjaga kesehatan
RENCANA SATUAN KEGIATAN MINGGUAN
Tema : Binatang
Apek Pengembangan :
Bahasa, kognitif, fisik motorik, sosial-emosional, dan pengembangan nilai moral dan agama
Minggu Kedua belas
Binatang Peliharaan (seperti ayam dan itik) dan Binatang Kesayanganku (anjing, kucing dan lainya)
• Nama, dan ciri hewan peliharaan
• Merawat hewan peliharaan (makanan, minuman, tempat dan kesehatannya)
• Manfaat hewan peliharaan bagi manusia
Minggu Keempat belas
Kupu-kupu, ular, ikan dan kodok
• Ciri-ciri
• Makanan dan tempat hidupnya
• Cara berkembang biak
Minggu Ketiga belas
Sapi, kambing, harimau, dan burung
(merpati dan walet)
• Ciri-ciri
• Makanan dan tempat hidupnya
• Cara berkembang biak
RENCANA SATUAN KEGIATAN MINGGUAN
Tema : Tanaman
Apek Pengembangan :
Bahasa, kognitif, fisik motorik, sosial-emosional, dan pengembangan nilai moral dan agama
Minggu Kelima belas
Jenis dan bagian tanaman
• Nama dan ciri-cirinya
• Akar, batang dan daun
• Bunga dan buah Minggu Keenam belas
Buah-buahan (apel dan anggur, mangga dan alpukat, jambu biji dan jeruk, serta kacang tanah)
• Nama dan ciri-cirinya
• Bagian-bagian buah
• Pemanfatan buah
Minggu Ketujuh belas
Sayuran
• Sayuran, jenis dan cirinya
• Bayam dan daun ubi
• Wartel dan timun
• Tauge
Namun, pada pembuatan re-desain kurikulum ini SKM dijabarkan berdasarkan model-
model dalam pembelajaran terpadu. Dengan mengangkat tiga model pembelajaran yaitu model Nested (Menyarang), Shared (Berbagi) dan Threaded (Meronce). Contoh-contoh penjabaran penbelajaran dengan model-model tersebut akan di bahas pada Bab IV.
B. Perencanaan Harian
Perencanaan harian disusun dalam bentuk satuan kegiatan harian (SKH). SKH merupakan penjabaran dari satuan kegiatan mingguan (SKM). SKH memuat kegiatan- kegiatan pembelajaran, baik yang dilaksanakan secara individual, kelompok dan klasikal selama satu hari. Secara garis besar dalam SKH kegiatan dibagi dalam beberapa sesi, yaitu : kegiatan awal, kegiatan inti, istirahat/makan, dan kegiatan akhir. Kegiatan awal adalah kegiatan untuk pemanasan dan dilaksanakan secara klasikal berupa kegiatan berdoa/mengucap salam, membicarakan tema atau subtema, dan sebagainya. Kegiatan inti merupakan kegiatan yang dapat mengaktifkan perhatian, kemampuan, sosial dan emosional anak. Kegiatan ini dapat dicapai melalui kegiatan yang memberi kesempatan anak untuk bereksplorasi dan bereksperimen yang akan memunculkan inisiatif, kemandirian, dan kreativitas anak. Kegiatan inti dapat dilaksanakan secara individual maupun kelompok. Istirahat/makan adalah kegiatan yang digunakan untuk mengisi kemampuan anak dalam kegiatan makan seperti mengenalkan kesehatan, makanan bergizi, tata tertib makan dan sebagainya. Setelah kegiatan makan selesai anak melakukan kegiatan bermain untuk pengembangan motorik dan sosialisasi anak. Kegiatan akhir merupakan kegiatan penenangan yang dilaksanakan secara klasikal diberikan pada akhir pembelajaran melalui membacakan cerita buku, mendramatisasikan cerita dan lain-lain.
Pada kegitan awal berisikan pemanasan dan dilaksanakan secara klasikal. Kegiatan inti berisikan kegiatan-kegiatan yang memberikan kesempatan pada anak untuk ber eksplorasi dan bereksperimen, sehingga mampu menumbuhkan sikap inisiatif, kemandirian, kreativitas, serta meningkatkan pemahaman anak akan konsep, konsentrasi, dan mengembangkan kebiasaan bekerja denganbaik dan sesuai dengan aturan, baik dilaksanakan secara individul maupun kelompok. Kegiatan istirahat/ makan merupakan kegiatan rileksasi sekaligus mengenalkan dan membiasakan tentang pola makan yang seimbang dan bergizi, serta melatih anak bertanggungjawab dan mandiri pada saat makan bersama. Kegiatan akhir merupakan kegiatan penutup yang berisikan penenangan dan review dari kegiatan yang dilaksanakan selama satu hari itu, biasanya dilaksanakan secara klasikal.
SATUAN KEGIATAN HARIAN
Kelompok : TK A Tema : Aku
Semester/Minggu : I/pertama
Sub tema : Indentitasku
Hari/tanggal : Senin/23 Februari 2009
Alokasi Waktu :
Pembukaan:
-. Salam pagi hari : menyambut kedatangan setiap anak dengan kehangatan dan cinta
-. Ikrar dan berdoa : anak bersama guru, boleh dipimpin oleh salah satu anak yang bersedia
-. Jurnal pagi : menanyakan situasi dan kondisi anak pada pagi ini, membicarakan kegiatan kemarin dan kegiatan yang akan dilakukan hari ini (appersepsi)
Kegiatan inti:
Aspek
Pengembangan dan Indikator Strategi Pengembangan Pengalaman
Belajar dan Urutan Kegiatan Asessmen
Perkembangan
Anak
Materi Metode Media
Anak dapat
bernyayi (seni) Lagu anak
“Aku Anak
Sehat” Praktek
langsung Piano • Guru mengajak anak untuk berdiri di samping meja
masing- masing.
• Guru memainkan piano dan mengajak anak bernyanyi Aku Anak Sehat”
• Guru mengulang lagu
tersebut dua
kali. • Lisan
• perbuatan
Anak dapat
berkomunikasi secara lisan dengan lafal yang benar
Anak mampu menyebutkan nama dan jenis kelaminnya. (bahasa)
Anak dapat menggunakan kata ganti (aku, saya, kamu, dia) (bahasa)
Mengenal ukuran
panjang, berat, dan isi • identitas diri siswa
•
• • Praktek langsung
• Bercakap- cakap.
• demonstrasi Foto
keluarga • Guru menjelaska
n tentang maksud
dari identitas
diri secara sederhana.
• Guru mencontoh kan dengan menceritak an identitasnya di depan siswa dengan menunjukk an foto keluargany a.
• Guru • Lisan
• Perbuatan
• Portofolio
• Anecdotal record
(kognitif)
Menunjukkan rasa percaya diri (pembiasaan) meminta
siswa untuk mengeluark an foto keluargany a masing-
masing.
• Guru meminta salah satu siswa untuk maju dan menceritak an identitasnya
.
Dapat
menggambar sederhana dengan pensil warna, crayon, dll (seni)
Dapat menggerakkan jari tangan untuk kelenturanm kekuatan otot, dan koordinasi (fisik/motorik) • Gambar diri • Praktek langsung • Kertas gambar
(A4)
• Pensil warna
• Krayon • Guru membagika
n kertas
gambar dan pensil warna/cray on kepada siswa.
• Guru meminta
siswa
menggamba r dirinya sendiri dengan
cita-citanya • Perbuatan
• Portofolio hasil karya anak.
Penutup :
-. Jurnal siang : review kegiatan satu hari, umpan balik dan informasi tentang kegiatan esok hari sebagai motivasi bagi anak
-. Do’a pulang dan salam perpisahan
Mengetahui
Kepala TK
---------------------
Jakarta, .........................
Guru Kelas,
---------------------------
SATUAN KEGIATAN HARIAN
Kelompok : TK A Tema : Aku
Semester/Minggu : I/pertama
Sub tema : Tubuhku
Hari/Tanggal : Selasa/24 Februari 2009
Alokasi Waktu :
Pembukaan:
-. Salam pagi hari : menyambut kedatangan setiap anak dengan kehangatan dan cinta
-. Ikrar dan berdoa : anak bersama guru, boleh dipimpin oleh salah satu anak yang bersedia
-. Jurnal pagi : menanyakan situasi dan kondisi anak pada pagi ini, membicarakan kegiatan kemarin dan kegiatan yang akan dilakukan hari ini (appersepsi)
Kegiatan inti:
Aspek
Pengembangan dan Indikator Strategi Pengembangan Pengalaman
Belajar dan
Urutan Kegiatan Asessmen
Perkembangan
Anak
Materi Metode Media
Anak dapat
bernyayi (seni)
Anak dapat bergerak sesuai dengan irama (seni) Lagu
anak “ • Praktek langsung • Piano
• Lagu anak “ • Guru mengajak
anak untuk berdiri di samping meja masing- masing.
• Guru memainkan piano dan mengajak
anak bernyanyi “…”
• Guru
meminta anak untuk bernyanyi dengan gerakan
sesuai dengan lirik dan irama lagu
• Guru mengulang • Lisan
• perbuatan
lagu tersebut
dua kali.
Dapat
menggunakan bahasa isyarat seperti seperti anggukan kepala, gerkan tubuh, tangan dan mata
Dapat mendengarkan dan menyimak guru dan temannya. (bahasa)
Mampu melaksanakan beberapa
perintah secara berurutan dengan benar (bahasa) Anggota
tubuh • Praktek langsung
• Bercakap- cakap • Lagu
“tunjuk aku”
• • Guru mengajak
anak untuk menyebutkan aggota tubuh yang ada.
• Guru mengajak
anak bermain
“tunjuk aku”
• Guru akan menyanyikan lagu “tunjuk aku” dan akan menyebutkan salah satu anggota
tubuh.
• Dan siswa akan
membalas
lagu tersebut dengan menunjuk anggota tubuh yang diminta guru. • Lisan
• Perbuatan
• Anecdotal
Record
Dapat
bertanggung jawab (pembiasaan)
Terbiasa untuk disiplin (pembiasaan)
Dapat berkomunikasi secara lisan dengan lafal yang benar (bahasa)
Dapat menyebutkan perbedaan dua buah benda (kognitif) Anggota
tubuh
Cara merawat anggota tubuh (rambut, hidung, mata) • Praktek langsung • Gambar anggota
tubuh
(rambut
, hidung, mata) • Guru mengeluarkan
gambar anggota tubuh (rambut, hidung, mata)
• Guru
meminta anak untuk menyebutkan bagaimana cara mereka dalam
merawat rambut, mata, dan hidung • Lisan
• Perbuatan
Penutup :
-. Jurnal siang : review kegiatan satu hari, umpan balik dan informasi tentang kegiatan esok hari sebagai motivasi bagi anak
-. Do’a pulang dan salam perpisahan
Mengetahui
Kepala TK
---------------------
Jakarta, .........................
Guru Kelas,
---------------------
A. EVALUASI
1. Perkembangan kognitif anak usia dini adalah
a. perubahan yang terjadi pada fungsi berpikir anak secara kualitatif
b. pertumbuhan yang terjadi pada otak anak secara kuantitatif
c. berkembangnya intelektual anak dalam waktu cepat
d. berkembangnya dendrite dan myelin pada otak anak secara bertahap
2. Kemampuan kognitif anak usia dini perlu dikembangkan karena …
a. anak merupakan generasi penerus bangsa
b. anak akan menghadapi dan memecahkan masalah dalam kehidupannya
c. anak memiliki potensi yang harus dikembangkan
d. anak akan hidup di dunia lebih lama dan membutuhkan pengetahuan
3. Menurut Piaget, tahapan perkembangan anak usia 4 – 6 tahun berada pada tahap praoperasional yang berarti…
a. anak mampu mengenal benda, warna, dan ukuran dengan baik
b. anak mampu mempelajari sesuatu yang abstrak c. anak belajar mengenal sesuatu melalui intuisi
d. anak masih berpikir satu arah
4. Anak sudah mulai belajar membilang dengan benda pada usia 4 tahun karena…
a. Anak tidak bisa berpikir abstrak
b. anak sudah mulai tertarik dengan angka c. anak baru bisa menghitung benda
d. anak mulai berpikir melalui benda konkrit
5. Cara mengenalkan konsep sebab akibat pada usia TK adalah ….
a. melakukan percobaan di alam secara langsung
b. mengenalkan contoh-contoh sebab akibat dengan gambar
c. melakukan kegiatan bermain peran dalam pembelajaran d. melakukan praktek/demonstrasi di depan anak
6. perkembangan bahasa adalah …
a. perubahan yang terjadi pada fungsi komunikasi secara kualitatif
b. pertumbuhan yang terjadi pada struktur pengucapan dan otak secara kuantitatif
c. berkembangnya fungsi mulut, lidah, pendengaran, dan telinga secara
d. berkembangnya perbendaharaan kosa kata, dan bertambah lancarnya pengucapan anak
7. Kemampuan bahasa anak usia dini perlu dikembangkan karena …
a. anak membutuhkan orang lain dalam kehidupannya
b. anak memiliki kemampuan berkomunikasi dengan lingkungan
c. anak tidak bisa hidup sendiri
d. anak memiliki pengetahuan yang perlu dikembangkan
8. Yang termasuk dalam kemampuan bahasa adalah …
a. membaca, menulis, dan berhitung
b. menyimak, membaca, dan membilang c. berbicara, membaca, dan menulis
d. menulis, menyimak, dan mengarang
9. Pada usia 3 tahun anak sudah mulai mencoret karena …
a. anak sudah mulai mengikuti perilaku orang dewasa b. anak peka terhadap gambar dan tulisan
c. anak ingin mengembangkan motorik halusnya
d. anak sedang berada pada tahapan menulis permulaan (scribbling)
10. Cara mengenalkan membaca pada tahapan membaca gambar yang paling efektif adalah
…
a. membacakan buku cerita bergambar pada anak
b. menunjukkan gambar dan mengeja suku kata gambar tersebut
c. menempelkan gambar di dinding rumah atau sekolah d. menempatkan suku kata/kata di sebelah gambar
11. Berikut ini yang bukan termasuk faktor yang mempengaruhi aspek sosial dan emosi anak adalah:
a. Belajar
b. Kematangan c. Pola asuh
d. Keturunan
12. Proses terjadinya pengaruh sosial pada anak , dimana anak ingin menjadi seperti orang yang dicontoh disebut dengan istilah:
a. Imitasi
b. Identifikasi c. Klarifikasi
d. Internasilisasi
13. Berikut ini adalah karakteristik emosi pada anak:
a. Emosi anak berlangsung singkat b. Emosi anak jarang muncul
c. Respon emosi anak tidak beragam
d. Kekuatan emosi anak tetap konstan
14. Cara yang perlu dihindari guru dalam mengembangkan program untuk optimalisasi ketrampilan sosialisasi dan emosi anak , adalah
a. Memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungan
b. Mendorong anak untuk bekerja secara mandiri c. Menghargai ide/gagasan anak
d. Memberitahu anak solusi pemecahan masalah
15. Berikut ini adalah hal yang perlu diperhatikan pendidik dalam mengembangkan kemampuan sosialisasi dan emosi pada anak usia dini, kecuali:
a. Stimulasi yang seragam b. Usia anak yang beragam
c. Kebutuhan tiap anak yang unik d. Tahap perkembangan anak
16. Usia prasekolah merupakan masa yang paling ideal untuk mengembangkan keterampilan karena hal-hal berikut ini, kecuali….
a. Anak mau mengulang-ulang tindakannya b. Anak berani mencoba
c. Anak belum memiliki banyak keterampilan d. Anak banyak memiliki tanggung jawab
17. Gerakan fundamental merupakan karakteristik perkembangan motorik anak pada usia….
a. 0-1 tahun b. 3-5 tahun c. 5 - 6 tahun d. 6-8 tahun
18. Kemampuan memilih dan menggerakkan jari yang digunakan untuk tugas tertentu secara tepat merupakan keterampilan yang berkaitan dengan….
a. Pemisahan jari-jari
b. Pelepasan genggaman c. Kepekaan jari-jari
d. Pengendalian gerakan jari
19. Kecepatan manipulative merupakan ….
a. Kestabilan gerakan tangan (mengurangi gemetar)
b. Pengendalian terhadap kecepatan gerakan (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat)
c. Umpan balik dari otot, sendi, kulit dan tendon/urat daging yang digunakan untuk membantu dalam memperhalus gerakan.
d. Kemampuan untuk mengambil dan memanipulasi objek; melibatkan penggunaan ibu jari dan telunjuk dan seringkali jari tengah.
20. Keterampilan motorik halus anak dapat dilatih dengan memberikan pensil kepada anak untuk berlatih meniru gambar lingkaran, garis lurus vertical, garis lurus horizontal, dan garis bergelombang yang tidak terputus-putus. Usia yang tepat untuk menstimulasi kegiatan tersebut adalah saat anak berusia…
a. 3 – 3 ½ tahun
b. 3 ½ - 4 tahun c. 4 ½ - 5 tahun d. 5-6 tahun
21. Model pembelajaran high scope adalah …
a. pembelajaran yang mengutamakan anak-anak miskin dan berkebutuhan khusus agar menjadi anak yang mandiri
b. pembelajaran berbasis masyarakat
c. pembelajaran yang mengutamakan interaksi anak dengan orang dewasa
d. pembelajaran yang menyediakan pusat-pusat minat anak
22. Area memasak pada pembelajaran kreatif mampu mengembangkan kognitif anak dengan cara sebagai berikut, kecuali …
a. mengenal warna dan bentuk makanan b. menggunakan peralatan masak
c. mengenalkan anak pada gizi yang terkandung dalam makanan
d. mengetahui perbedaan makanan sebelum dan sesudah di masak
23. Montessori menekankan pada masa peka anak dalam belajar karena …
a. saat itu anak sedang muncul mood-nya
b. anak sedang tertarik pada hal-hal tidak biasa c. anak sudah mulai pada belajar akademik
d. fungsi-fungsi fisiknya mulai berkembang
24. Prinsip kurikulum emergent pada model Reggio Emilio dimaksudkan adalah…
a. kurikulum sudah ditetapkan dalam perencanaan pembelajaran
b. kurikulum dikembangkan sendiri oleh sekolah
c. materi yang disampaikan berdasarkan minat anak
d. materi pelajaran berdasarkan standar yang ditetapkan oleh kementerian pendidikan nasional
25. Cara memunculkan minat anak dalam belajar adalah …
a. melalui pemberian kesempatan seluasnya-luasnya/bermain bebas
b. melalui pembicaraan/percakapan ketika memulai pelajaran
c. melalui pemenuhan kebutuhan anak saat bermain
d. melalui wawancara dengan orangtua dan/atau pengasuhnya
26. Pembelajaran bahasa anak usia dini adalah …
a. pelajaran yang mengembangkan kemampuan membaca dan menulis anak usia dini
b. kegiatan yang membantu anak dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya
c. seperangkat langkah-langkah kegiatan yang mengembangkan kemampuan berkomunikasi pada anak usia dini
d. pembelajaran yang mengarahkan anak agar dapat bercerita secara lisan dan tertulis
27. Bahasa perlu dipelajari oleh anak karena …
a. anak hidup dalam lingkungan masyarakat yang berbudaya
b. anak akan mendapatkan pengetahuan yang lebih kompleks
c. anak memiliki potensi untuk berkomunikasi dengan baik d. anak adalah individu yang membutuhkan bantuan
28. Cara anak memperoleh bahasa melalui …
a. pergaulan dengan lingkungan
b. pengaruh genetika dari orangtuanya
c. gabungan dari faktor keturunan dan lingkungan d. semuanya benar
29. Penggunaan kalimat positif sangat ditekankan dalam berkomunikasi dengan anak karena
a. membantu otak anak dalam mengembangkan dendrite dan myelinnya sehingga anak dapat berpikir kreatif
b. membantu anak menemukan ide yang positif sehingga anak lebih cerdas
c. kalimat negative akan mematikan perkembangan berpikir anak
d. kalimat positif sangat efektif untuk mengajarkan hal-hal yang baik pada anak
30. Metode yang tepat untuk mengajarkan membaca lancar pada anak adalah …
a. menyuruh anak untuk mengeja huruf, suku kata, kata, dan kalimat
b. menunjukkan gambar dan suku kata pada anak, lalu anak membaca
c. memberi kesempatan pada anak untuk bercerita sesuai dengan pengalamannya
d. guru membacakan terlebih dahulu, setelah itu anak mengikuti
31. Pembelajaran Matematika adalah …
a. rancangan kurikulum yang mengajarkan kemampuan berhitung permulaan
b. seperangkat langkah-langkah kegiatan yang mengembangkan kemampuan aljabar, geometri, dan aritmetika
c. pembelajaran yang mencakup semua materi penjumlahan, pengurangan, dan pembagian
d. kegiatan bermain yang mengutamakan kemampuan kognitif anak
32. Prinsip mengajarkan matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata karena …
a. matematika bukan hanya pemikiran dalam otak, tetapi berguna untuk kehidupan perekonomian anak di kemudian hari
b. anak hidup dalam pengalaman nyata dalam pemenuhan kebutuhannya
c. anak membutuhkan pengetahuan yang lebih kompleks dalam berhitung
d. matematika mengarahkan anak dalam berpikir logika dan penalaran untuk memecahkan masalah dalam kehidupan
33. Tahap awal mengenalkan aljabar permulaan pada anak adalah mengenalkan …
a. pengelompokkan
b. warna dan bilangan c. pola
d. bentuk dan ukuran
34. Cara mengenalkan bentuk geometri pada anak usia TK adalah …
a. bercakap-cakap tentang konsep ruang dan posisi
b. menugaskan anak untuk mengisi lembar kerja tentang letak benda
c. menyuruh anak mengambil bentuk-bentuk geometri di suatu tempat
d. mengajak anak bermain bebas bersama
35. Anak mengenal probabilitas pada saat …
a. ketika anak bermain dadu
b. ketika anak berkhayal tentang sesuatu
c. ketika anak menghitung benda atau waktu
d. ketika anak diajak bercakap-cakap tentang sesuatu yang akan terjadi
36. Pembelajaran sains adalah …
a. pelajaran yang memuat tentang alam semesta dan isinya
b. konsep tentang mahluk hidup dan benda mati dalam kehidupan
c. kegiatan yang mengembangkan berbagai pengetahuan dalam kehidupan anak
d. pembelajaran yang berkaitan dengan biologi, matematika, dan fisika
37. Sains perlu dipelajari sejak usia dini karena …
a. sains adalah pengetahuan yang didapatkan secara alamiah
b. sains sangat berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan
c. anak membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhannya d. anak hidup dalam dunia nyata
38. Cara anak mempelajari sains sebagai berikut, kecuali …
a. mencobakan dan meralatkan
b. mengamati dan mengklasifikasi
c. mengukur dan mengkomunikasikan
d. memperhitungkan dan memperkirakan
39. Yang termasuk natural sains adalah …
a. ilmu bumi dan geografi
b. kesehatan dan ilmu alamiah dasar c. matematika dan fisika
d. kimia dan astronomi
40. Kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan oleh anak ketika mempelajari sains sebagai berikut, kecuali …
a. anak mengenal sebab akibat
b. anak membedakan berbagai mahluk hidup c. anak menemukan sesuatu yang baru
d. anak mengenal warna, bentuk, dan ukuran
KUNCI JAWABAN
1. a
2. b
3. c
4. d
5. a
6. a
7. b
8. c
9. d
10.a
11.d
12.b
13.a
14.d
15.a
16.d
17.b
18.a
19.b
20.b
21.a
22.b
23.d
24.c
25.b
26.c
27.b
28.d
29.a
30.c
31.b
32.d
33.c
34.d
35.a
36.c
37.b
38.a
39.b
40.d
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Antarina S.F. The High/Scope Early Childhood Edicational Model. Makalah yang disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung, 10 September 2003.
Ann S. Epstein. Is the High/Scope Educational Approach Compatible With the Revised Head
Start Performance Standart. High/Scope Educational Research Foundation.
Brewer, Jo Ann. Introduction To Early Childhood Education. Allyn and Bacon: Boston, 2006. Bromley, Karen D’Angelo. Language Arts: Exploring Connections 2nd Ed. Allyn & Bacon:
Boston, 1992.
Carruthersand, Elizabeth dan Maulfry Worthington. Children’s Mathematics Making Marks
Making Meaning. London: Sage Publication, 2006.
Catron, CE., JA. Early Childhood Curriculum A Creative-Play Model. New Jersey: Prentice- Hall.Inc., 1999.
Charlesworth, Rosalind. Experience in Math For Young Children, 5th Edition. New York: Thomson Delmar Learning, 2005.
Cooke, Heathet. Mathematics for Primary and Early Years. London: Sage Publication, 2007. Copley, Juanita V. The Young Child and Mathematics. Washington D.C: NAEYC, 2000. Coughin, Pamela A, Kristen A Hansen, Dinah Heller (et.al). Menciptakan Kelas yang
Berpusat pada Anak (terj). Jakarta: Children’s Resources International, Inc., 2000. Crain, W. 2000. Theories of Development, Concepts and application, 4th ed. Prentice Hall.
Dodge, Diane Tister (et.all. The Creative Curriculum for Family Childcare. Washington D.C: Teaching Strategies, 2001.
Dodge, Diene Trister. Creative Curriculum for Pre-School 4th Editition. Washinton DC: Teaching Strategies, 2007.
Erikson, Piaget and Vygotsky, 2000. St. Paul, MN, Redleaf Press.
Eun Mi, Dan. Aneka Kegiatan Seni dan Keterampilan Kertas. Jakarta: Koica, 2005.
Feeney, Stephanie, Doris Christensen dan Eva Moravcik. Who Am I in The Lives of
Children?, 7th ed. Ohio: Pearson, 2006.
Gee, Robyn. Menghibur dan Mendidik Anak Kecil (terj). Jakarta: Periplus, 1995.
Gestwicki, Carol. Developmentally Appropriate Practice Curriculum and Development in
Early Education 3rd Ed. Thomson Delmar: New York, 2007.
Gordon, Ann Miles & kathryn W. Browne. Beginnings & Beyond Foundations in Early
Childhood Education. Thomson Delmar: New York, 2004.
Hainstock, Elizabeth G. Metode Pengajaran Montessori untuk Anak Pra-sekolah. Jakarta: Pustaka Delapratasa, 1999.
Haylock, Dereck dan Fionna Thangata. Key Concepts in Teaching Primary Mathematics.
London: Sage Publication, 2007.
Henniger, Michael L. Teaching Young Children. New Jersey: Thompson Delmar Learning,
2009.
Hohmann, Mary & David P. Weikart. Educating Young Children. High Scope: Michigan,
1995.
Hurlock, E.B. Child Development. New York: McGraw-Hill Book Company, 1999. Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak Jilid 1. (terj). Jakarta: Erlangga, 1996.
Jalonggo, Mary Renck. Early Childhood Language Arts 4th Ed. Pearson Education: Boston,
2007.
Jurnal Online www.proquest.com/pqdweb. Koleksi Foto TIM NEST dan koleksi pribadi.
Landy, Joanne M & Keith R. Burridge. Fine Motor Skills and Handwriting Activities for Young Children: Teaching, Remediation and Assesment. New York: The Center for Applied Research in Education, 1999.
Mayesky, Mary. Creative Activities for Young Children, 4th ed. New York: Delmar
Publishers Inc., 1990.
Mooney, C.G. 2000. Theories of childhood: an introduction to Dewey, Montessori,
Morrison, George S. Early Childhood Education Today. Pearson Prentice Hall: New Jersey,
2007.
Nilsen, Barbara Ann. Week by Week: Documenting the Development of Young Children, 3rd ed. USA: Thomson Delmar Learning, 2004.
Roopnarine, Jaipul L. & James E. Johnson. Approaches to EarlyChildhood Education 4th Ed.
New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2005.
Santrock, W.J. Child Development. 1996. Dallas: Brown & Benchmark Publishers.
Smith, Susan Sperry. Early Childhood Mathematics International Edition. New York: Pearson. 2009.
Sonawat, Reeta ang Jasmine M. Francis. Language Development for Preschool Children.
Mumbay : Multi Tech Publishing, 2007.
Sroufe, L.A. 1996. Child Development. Its Nature and Course. USA: The McGraw Hill
Companies. Inc
Walle, John. Matematika Pengembangan dan Pengajaran. Jakarta: Erlangga, 2007.
Warner, Laverne & Judith Sower. Educating Young Children. Boston: Pearson Education,
2005.
Weaver, Constance. Understanding Whole Language. Irwin Publishing: Toronto, 1990. Woolfson, Richard C. Anak yang Cerdas (terj). Batam: Karisma Publishing Group, 2006.
Brewer, Jo Ann. Introduction Early Childhood Education-Preschool Through Primary Grades- Sixth Edition. USA: Pearson Education Inc, 2007.
Catron, Carol E and Jan Allen. Early Childhood Curriculum A Creative Play Model. New
Jersey: Prentice Hall, 1999.
Dodge, Diane Trister, Laura J. Colker. The Creative Curriculum For Early Childhood, Washington: Teaching Strategies, 1999.